"Meow?" jawab Dong Bian.
"Benar. Mereka pasti melakukan itu. Tapi aku tidak bisa apa-apa. Aku harus menghormati kebebasan kakak dan tidak membuat masalah dengannya. Kami ini cukup dekat."
"Aku bahkan ingin berbesanan dengannya dengan menikahkanmu dengan Bao Bao. Jika saja kita semakin dekat, saat ia jadi kaisar suatu saat, ia tidak akan melupakanku."
"Aku sangat mengenalnya Dong Bian. Dia itu sangat tahu berterimakasih," tutur Ci Sen lagi dengan nada mendramatisir.
"Meong ...! Maaong!"
Dong Bian malah melanjutkan acara menggarong tanda birahinya.
"Hhh menyebalkan. Diam Dong Bian! Kau berisik!" kesalnya.
**_**
"Hiks. Hiks. Huaaaa ..."
"Huaaa ..."
"Apa dia terus menangis? Sejak kapan?" Chuan Yun bertanya sambil melahap sesuap makan malamnya.
"Sejak siang tadi Tuan. Belum reda juga tangisnya," lapor pelayan wanita.
"Apa dia sudah makan?"
"Belum," pelayan itu menunduk menyayangkan.
"Si Mu, bola kesukaan Bao Bao sudah ketemu?" Chuan Yun giliran bertanya pada penjaga pribadinya.
"Sudah Tuan. Tadi syukurlah ketemu di dekat sawah. Momo membantu saya mencarinya," kekeh Si Mu sambil menunjukkan bola hijau berbulu di tangannya kepada tuannya sambil merenges.
"Tuan, apa lebih baik kita menyuruh Momo membantu kita lagi? Menyuruhnya masuk ke kamar dan menenangkan Bao Bao?" tawar Si Mu.
"Tapi dia itu kan sangat galak. Entah sudah berapa garis cakaran yang Momo dapat di wajahnya. Anjing dan kucing itu tidak bisa akur," jawab Chuan Yun dengan nada meremehkan. Ia mengaduk makananannya terus sedari tadi karena bingung harus bagaimana.
Selama ini ia dapat dengan mudah meminta maaf kepada kucing jingga itu jika kucingnya ngambek. Tapi sekarang, bagaimana caranya meminta maaf pada wanita?
Chuan Yun menggeleng menepis pemilirannya. "Dia tetaplah kucing," tegasnya pada diri sendiri.
"Eih kucing itu pasti luluh dengan makanan seperti biasanya kan? Apa makanannya sudah jadi Nenek Hwa?" Chuan Yun menoleh ke belakang tepatnya kepada nenek Hwa.
"Iya Yang Mulia. Tadi siang saya lihat sendiri, Bao Bao sangat menyukai Sheng Yu Pian," kata Nenek Hwa seraya memberikan sentuhan terakhir pada makanan Bao Bao, yakni saus ikan di atasnya.
"Baiklah. Biar aku memberikannya," Chuan Yun meninggalkan makan malamnya sendiri.
"Tapi Tuan makanan Anda bisa dingin .." cemas Si Mu.
Chuan Yun tak menghiraukannya sebentar saja, ia langsung menyahut bola hijau di tangan Si Mu lalu berjalan ke arah kamarnya dengan makanan di tangan kiri dan bola di tangan kanannya.
"Buka pintunya," perintahnya pada penjaga pintu kamar.
Penjaga itu membukakannya, lalu menunduk menghormati.
"Bao Bao ..." panggil Chuan Yun dengan lembut.
"Bao Bao ..." panggilnya lagi.
"Tidak, kamu membentakku tadi! Huaaaa ..."
Chuan Yun menahan emosinya ketika gadis kucing dengan berani memanggilnya dengan sebutan 'kamu'.
Ia menghela nafas sabar seperti biasanya. Ia sangat tidak bisa berbuat kejam terhadap kucing jingganya yang imut itu.
"Lihat apa yang kutemukan hm?" Chuan Yun mencoba memikat perhatian Ting Er.
Ting Er membuka sedikit selimutnya untuk mengintip. "Bola?" tanyanya heran.
"Iya. Ini adalah bola kesukaanmu. Setelah hilang berhari-hari akhirnya ketemu di sawah. Ini ambil, jangan menangis lagi," Chuan Yun memberikannya dengan perlahan.
Karena penasaran, Ting Er mengambilnya dan mengamati bola berbulu itu. Sementara ia sibuk mengamatinya, Chuan Yun segera mencuri kesempatan untuk mengelus kepala Ting Er.
Setelah berhasil mengelus kepalanya lagi, ia merasa ia sudah berdamai dengan kucing nakal ini. Kemudian ia bisa menghela nafas dengan lega setelahnya.
"Ini. Makan malammu," kata Chuan Yun.
"Sudah ya? Kita sudah berbaikan kan?" Chuan Yun mengelus rambut Ting Er lagi, lalu menghapus air mata gadis itu.
"Ckckkc sekarang Bao Bao bisa mengeluarkan air mata. Jangan menangis sayang ..."
Panggilan sayang yang spontan seperti biasanya itu malah membuat jantung Ting Er berdegup kencang.
Chuan Yun kembali mengelus kepalanya, kemudian membaringkan dirinya sendiri di sebelah Ting Er, "Aku boleh tidur di sebelahmu kan, Kucingku?"
"Kenapa Tuan minta ijin," Ting Er menahan senyumnya saat menyadari kebodohan Chuan Yun yang mirip dengan kebodohannya selama ada di bumi.
Ting Er sendiri sebenarnya sangat takut saat akan berbaring di sebelah Higashii, kucingnya sendiri. Kucingnya itu sering tidur di kasurnya. Sementara ia harus berhati-hati tidur di sampingnya, atau Higashii akan pergi meninggalkannya karena terganggu.
Chuan Yun tidak memberikan jawaban. Sepertinya ia sangat lelah meskipun sudah tidur siang di kamar Si Mu tadi siang. Matanya sudah terpejam dan wajahnya sedikit merah.
"Hei ..." Ting Er menepuk-nepuk pipi majikannya masih dengan senyuman tertahan.
"Kau sangat manis. Perlakukan aku seperti itu setiap hari. Aku jamin aku akan awet muda dan semakin cantik," Ting Er berbicara sendiri sambil menyentuh-nyentuh hidung insan yang sudah terlelap itu.
Ting Er menyelimuti pria yang sudah memberinya banyak fasilitas hidup itu dengan gemas. Bentakan siang tadi rasanya sudah sirna hanya dengan belaian dan panggilan sayang barusan.
Ia melompat turun dari kasurnya karena hendak memakan makanan yang Chuan Yun bawakan untuknya tadi.
Tetapi gerakan melompat itu terekam jelas pada syaraf Chuan Yun. Pemuda itu langsung meluruskan tangannya hendak menghalangi Ting Er pergi.
"Bao Bao, aku hanya ingin tidur di sebelahmu. Jangan pergi ..." racaunya.
Ting Er menertawakan kebodohan Chuan Yun lagi. Ia pun meletakkan makanannya di meja dan tidak jadi makan demi menemani majikan maniak kucingnya.
"Baiklah. Tapi besok bawa aku jalan-jalan ke pantai dong ..." Ting Er mengambil kesempatan dalam kesempitan.
"Kamu kan punya banyak uang. Aku jarang sekali ke pantai. Daging sotong bakar sangat mahal soalnya ... Boleh yah majikanku?" pinta Ting Er dengan bibir manyun dan nada gemas.
Ting Er mematikan lampu kamarnya, lalu berbaring tepat di sebelah Chuan Yun, tak lupa memeluknya.
"Bao Bao disini," bisik Ting Er sambil menyentuh pipi Chuan Yun.
Saat kulitnya bersentuhan dengan wajah Chuan Yun, alisnya langsung mengerut tanda merasakan sesuatu yang tak beres dengan Chuan Yun.
"Hei... bangun. Kamu demam tinggi!" panik Ting Er.
Ia buru-buru melompat turun lagi dari kasurnya untuk menyalakan kembali lampu kamarnya.
"Nenek Hwa! Pelayan! Si Mu!" teriak Ting Er berusaha memanggil siapapun yang ada di dekat sana.
"Pangeran Chuan Yun ..." lirih Ting Er.
"Ada apa Bao Bao? Tuanku baik-baik saja?!" tanya Si Mu dengan sangat khawatir.
"Dia demam tinggi sekali!" seru Ting Er.
"Pelayan! Cepat panggil tabib Leng!" perintah Si Mu dengan keras.
"Iya ... i-i iya..." Pelayan-pelayan wanita itu langsung berlarian tak tentu arah karena panik sendiri.
Si Mu langsung masuk begitu saja ke kamar Chuan Yun. Lalu memegang telapak tangannya, "Tuan Muda! Bertahan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
bao-bao ngambek sih! pangeran jadi sakit kan!
2023-01-10
1