"Sudahlah lupakan," kesal Chuan Yun.
Ia berjalan kembali ke arah Ting Er dengan cepat. Lalu mengambil alih obat itu.
"Ayo minum ini," paksa Chuan Yun.
"Ti tidak. Itu pahitnya tidak umum. Tabibnya pasti sengaja," Ting Er membuka selimutnya, bersiap kabur.
"Si Mu," panggil Chuan Yun seperti biasanya.
"Siap Tuan," Si Mu tersenyum menyeramkan siap memegangi leher kucing seperti biasanya.
"Aaaa ...!"
Akhirnya mereka berdua jadi kejar-kejaran dalam kamar sempit itu. Sementara Chuan Yun masih duduk di tengah ranjang dengan semangkuk obat dan tatapan mata bosan.
"Aaaa ...!" teriak Er Ting lagi. Ia melompat dan turun dari kasur, tak lupa mengitari kamar.
"Sudah hentikan!" kata Chuan Yun kesal.
Keduanya pun berhenti di tempatnya masing-masing. Ting Er menatap majikannya itu dengan takut akibat suara menggelegarnya barusan.
"Si Mu!"
"Ya Tuan!"
"Pegang ini," Chuan Yun menyerahkan mangkuk obat itu, lalu turun dari kasur dengan wajah menyeramkan dan berjalan menuju tempat Ting Er berdiri.
"Sepertinya kucing bandel sepertimu harus ditegaskan," omelnya.
Melihat Ting Er yang ketakutan, Chuan Yun segera memanfaatkan ketakutan itu. Ia menyentuh leher Ting Er dari belakang lalu menggiringnya ke kasur.
Memaksa gadis itu merebahkan dirinya dan menindihnya agar tak bisa pergi ke mana-mana.
"Si Mu, berikan obatnya dan pergi dari sini."
"Baik Tuan!"
Ting Er tak bisa berkedip sekalipun. Ia sagat kaget. Ia juga tak bisa bergerak sedikitpun akibat ditindih pangeran bertubuh kekar itu.
"Minum!" perintahnya dengan sesendok obat yang telah menunggu di depan bibir gadis yang malang itu.
"Mmm ...!" Er Ting menggeleng dan bersikeras tak ingin meminumnya.
Akhirnya Chuan Yun terpaksa memaksa kucing itu seperti biasanya dengan membuka rahangnya secara paksa.
Melihat bayangan seorang gadis yang ditindih seorang pria dari balik jendela, pelayan-pelayan yang lewat sampai menutup mulutnya sendiri agar teriakannya teredam.
"Apa Pangeran Chuan Yun mulai menyukai gadis?"
"Tidak tahu. Bahkan dia membawa gadis itu ke kamarnya?"
"Heh kalian!" penjaga kediaman segera memergokinya dan mengusir mereka.
Setelah perjuangan yang panjang, akhirnya obat itu berhasil habis. Chuan Yun terjatuh ke sebelah Ting Er dengan nafas memburu.
"Benar-benar bandel," cerca Chuan Yun.
"Cepat tidur," perintahnya sekali lagi, lalu beranjak pergi dari sana. Ia juga sempat mematikan lampu kamarnya sebelum menutup pintunya.
"Blam!"
"Lho? Tuan akan pergi ke mana?" Si Mu dengan cepat menyamai langkah Tuannya.
"Aku tidak akan tidur hari ini. Besok kalian harus membuatkan satu buah kasur lagi untukknya. Di taruh dimana saja tidak masalah, dia hanya seekor kucing,"
Si Mu langsung menghentikan langkahnya dan menggaruk-garuk belakang telinganya sendiri.
"Ep. Tapi Tuan mau pergi ke mana malam malam begini?" ucap Si Mu agak lantang, lalu berlari menyusul Chuan Yun.
Chuan Yun pun berhenti tepat di depan kuburan Bao Bao, lalu duduk merenung sambil memeluk kedua lututnya di sana. Tepatnya di pinggir danau.
"Tuan ... Anda bisa masuk angin. Untuk apa Anda kemari lagi? Bao Bao masih hidup ..." hibur Si Mu.
"Aku hanya sedang merenungkan apa yang terjadi hari ini. Sepertinya mitos itu sedikit tak masuk akal, tapi aku senang Bao Bao masih hidup."
"Hanya saja ... dia sudah tidak sama dengan Bao Bao yang aku tahu. Jika itu masih kucing seukuran bantal ini, aku pasti bisa merawatnya dengan baik," tangis Chuan Yun dramatis sambil memperagakan ukuran bantal yang ia maksud.
Si Mu mengangguk-angguk mengerti hingga nyaris menangis karena ikut terbawa suasana.
"Hamba mengerti kesulitan Yang Mulia saat menghadapi kucing bandel yang kini jadi berukuran besar ..." Si Mu mengangguk-angguk dan mengusap air matanya menunjukkan kesetiaannya.
"Nah kau tahu kan ..." suara Chuan Yun jadi bergetar serasa ingin menangis.
"Ah aku masih kaget," Chuan Yun menggeleng-geleng.
"Tenaga kucing jingga itu menjadi sepuluh kali lipat. Untung saja aku mengunci kedua tangannya dengan lututku. Aku lihat kukunya juga panjang dan tajam, untung saja ia tidak mencakarku," keluh Chuan Yun.
"Ah, besok hamba akan memotongi kukunya," dengan sigap Si Mu menjawab.
"Jika bukan karena pemberian ibu, siapa yang ingin merawatnya sedemikian rupa?" kesal Chuan Yun.
"Tapi Tuan benar-benar menyayanginya sampai menangis berjam-jam saat mengubur Bao Bao tadi," kata Si Mu.
"Ya mau bagaimana ya. Sebandel apa dia saat minum obat, keganasannya saat dimandikan, belum lagi kebiasaan main di sawah dan berjalan-jalan di perpustakaan kediamanku. Dia tetap sangat manis dan imut! Aku tidak bisa marah padanya ..." tangis Chuan Yun frustasi.
Si Mu mengangguk-angguk paham dan ikut menangis bersama untuk menunjukkan kesetiaan, "Huhu ... benar Yang Mulia. Hamba sendiri tidak tahan dengan mata bulatnya yang besar dan manis itu!"
Seketika tangis Chuan Yun terhenti.
"Apa? Kamu juga?" interogasinya dengan tatapan tajam.
"Oh em... maksud hamba. Ketika dia masih menjadi kucing. Ta- tapi saat ini matanya juga sangat besar dan bulat ya hehehe ..."
"Tck. Apa yang kupikirkan," Chuan Yun mendecakkan lidahnya.
"Apa barusan Tuan itu cemburu?" goda Si Mu.
"Tidak! Dia hanya kucing," kesal Chuan Yun lagi.
"Ah tapi kan dia sudah berubah jadi manusia. Apa Tuan tidak ingin punya istri?" goda Si Mu untuk kedua kalinya.
"Si Mu! Dia hanya kucing yang tahu makan tidur. Sekolahpun tidak. Dia adalah hewan peliharaanku, titik," pungkas Chuan Yun dengan tegas.
"Ah sayang sekali. Padahal dia cantik. Jika suatu saat kucing Tuan yang lain ada yang mati dan berubah menjadi manusia juga, memangnya Tuan akan membiarkannya menyukai Bao Bao?"
Chuan Yun tampak berfikir. Sebenarnya kematian Bao Bao ini adalah tiga hari sebelum ia akan dibiakkan. Ia sudah ada janji dengan adiknya yakni pangeran ke lima. Bahwa ia akan menikahkan kucing perempuannya dengan kucing laki-laki pangeran ke lima. Itupun karena permintaan pangeran ke lima sendiri karena kucing laki-lakinya sedang birahi dan membuat ribut satu kediaman.
Chuan Yun tersentak sendiri dengan tampang bodoh.
"Tuan memikirkan apa? Ah ... atau Tuan sebenarnya sudah mulai terpikat dengan Nona Bangsawan Zi Lin?"
"Permaisuri sepertinya ingin menjodohkan kalian berdua," lanjut Si Mu.
"Si Mu, siapa yang memberi makan Bao Bao terakhir kali?" tiba-tiba Chuan Yun menanyakan hal ini lagi dengan ekspresi marah.
"Ha- hamba sungguh tidak tahu Yang Mulia."
"Tapi jelas-jelas Zi Lin ada di rumah ini saat aku pulang karena mendengar kabar Bao Bao sakit!" marah Chuan Yun lagi.
"Saat bertanya tidak ada yang menjawab. Para pelayan pun tidak menjawab,"
"Tapi jika dilihat-lihat. Nona Zi Lin ini cemburu dengan Bao Bao. Karena setiap kali ia ingin mengajak Tuanku makan bersama atau berbicara, Tuan malah sibuk menggendong atau mencubit pipi Bao Bao."
"Kalau sampai tidak ada pelayan yang berani menjawab. Bukannya sangat mungkin kalau Nona Zi Lin lah yang meracuninya?" Si Mu terus mengemukakan pemikirannya pada tuannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
bingung mau nangis apa ketawa 🤣🤣
2023-01-09
1