"Aku tersesat di planet ini Momo ..." cerita Ting Er sambil terus mengusap-usap kepala Momo.
Momo menyangga dagunya tepat di lengan Ting Er seakan mau mendengarkan kisah selanjutnya.
"Ini bola hijaumu," Ting Er menunjukkan bola di tangannya dan melemparnya ke sebelah Momo.
"Temanmu Bao Bao sudah tiada. Apa kau sedih?" tanyanya sok akrab. Ting Er berusaha mengajak bicara hewan itu sambil meluahkan kekesalannya.
"Haug!"
Seakan mengerti, Momo menjenggong satu kali lalu mengambil bola hijau itu. Kemudian ia membuat suara dari hidungnya seperti anjing yang sedang khawatir.
"Kau pasti sangat marah kan. Tapi siapa yang meracuni kucing jingga itu? Lalu apa keistimewaannya sampai-sampai Chuan Yun sangat mencintainya?"
Momo memiringkan kepalanya seakan ikut mempertanyakan hal yang sama.
"Tuanmu itu sedang demam. Apa dia sering memaksakan dirinya seperti itu Momo?"
Momo tidak mendengarkan lagi. Seakan ia mengerti bahasa manusia, Momo menyendukan matanya. Kemudian memejamkan matanya masih dengan dagu yang tersandar di lengan Ting Er.
"Hah ... kau tidur juga," kesal gadis itu.
Tahu-tahu Ting Er tersenyum lepas seperti biasanya lagi.
"Baiklah! Debutku menjadi seekor kucing akan dimulai!" ucapnya dengan semangat seperti orang bodoh.
**_**
"Mohon maaf atas keterlambatannya hari ini ..." Chuan Yun menunduk empat puluh lima derajat, lalu berdiri tegap kembali dengan wajah datar.
"Yo ... ini kan adik ke tiga kita yang katanya jenius dan disiplin itu. Tapi sayangnya kemarin kalah dariku. Ah, ada apa Adik? Kenapa tiba-tiba kamu terlambat seperti ini?" Fu Jia tengah berbaring dengan posisi miring dengan kepala tegak disangga oleh tangannya sendiri. Ia membuka kipasnya dan mengipasi dirinya sendiri serta berbicara dengan nada menjengkelkan.
"Kakak pertama. Mohon maaf, Adik-" ucapan Chuan Yun dipotong oleh Zi Lin.
"Pangeran pertama, mohon ijin menjawab. Pangeran ketiga sedang kurang sehat, sehingga penjaga Si Mu sengaja untuk tidak membangunkannya tadi pagi. Namun dia atas sikap berbaktinya pada kerajaan ini, tetap memaksakan diri untuk datang untuk belajar."
Chuan Yun menatap protes Zi Lin setelah gadis itu menyanggah kakaknya demi membela dirinya.
"Putri Lin, sebaiknya tidak perlu ikut campur," Namun dengan tegas Chuan Yun menolak bantuan itu. Nadanya juga terlihat kurang ramah.
"Pasangan suami istri ini rupanya sedang bertengkar. Mengapa kamu membelanya Putri Bangsawan Zi Lin? Tidak tahukah kamu kalau kedudukanmu sangat jauh dari kami?" Fu Jia menatap tajam kepada Zi Lin.
Zi Lin hanya menunduk tak berani memberi jawaban. Ia hanya ingin menunjukkan kepada Chuan Yun, seberapa ia menyukainya.
"Sudah mari kita lupakan ini. Baru-baru ini datang sebuah kasus wabah di sebuah kota yang tidak jauh dari kota pusat kita Kota Ji Lin. Ayah meminta kita memikirkan beberapa solusi. Karena penasihat utamanya sedang sakit dua hari ini," He Xian, pangeran kedua pun membuka topik rapat mereka.
"Wabah yang seperti apa?" tanya Chuan Yun.
"Sebaiknya kita beri kesempatan berbicara dulu kepada Kakak Pertama yang memenangkan kampanye kemarin," He Xian tersenyum tak mengenakkan pada Chuan Yun.
Fu Jia tersenyum kepada He Xian seakan keduanya bersekongkol.
Sementara Ci Sen, pangeran ke lima yang lebih memihak pada Chuan Yun itu sudah meremas kertas kosong di tangannya karena ikut geregetan. Awalnya kertas itu ia bawa untuk mencatat hasil rapat hari ini.
Tiba-tiba Ci Sen berdiri dalam sekali hentakan. "Baiklah, jadi ini adalah rapat untuk menyelesaikan permasalahan rakyat atau untuk menunjukkan kekuasaan kalian di depan mimbar rapat?"
"Ci Sen ..." Chuan Yun menggeleng.
"Oh kamu mau cari ribut denganku?!" tantang balik Fu Jia. Begitu juga He Xian yang ikut-ikutan berdiri membela kakak tertuanya.
"Sudahlah. Karena kalian masih ribut, bagaimana kalau rapatnya ditunda?" potong Chuan Yun yang tak sabaran pula. Ia tak ingin berlama-lama di ruangan ini hanya untuk menyaksikan pertempuran orang-orang bodoh di sekitarnya.
"Aku hanya berpura-pura tidak tahu dan bertanya untuk keformalan saja," Chuan Yun ikut berdiri.
Keenam pangeran lainnya yang ada di dalam ruangan itu menatap Chuan Yun penuh harapan. Mereka juga lelah dengan drama yang diciptakan oleh Fu Jia dan He Xian selama ini.
Bahkan kekalahan idola mereka yang tak lain adalah Chuan Yun di lomba kampanye ketiga pangeran utama kemarin tidak membuat dukungan mereka luntur dari pada Chuan Yun.
"Apa maksudmu?" marah Fu Jia.
"Jadi ... wabah ini adalah wabah penyakit akibat nyamuk yang belum diketemukan obatnya. Para tabib istana sedang meneliti dan akan segera menemukan obatnya. Disamping itu, kasus sakit yang semakin bertambah di kota itu tidak akan masuk ke kota pusat. Mengapa? Karena tidak ada nyamuk di musim dingin. Dan memang di Kota Ji Lin musim dinginnya tidak begitu dingin seperti di kota pusat kita. Oleh karena itu nyamuk masih ada di sana, dan mereka suka tempat lembap,"
"Menurut catatan sejarah kerajaan ini ketika terjadi sebuah wabah, masyarakat akan banyak yang tewas akibat penyakitnya. Lalu mereka kebanyakan tak bisa bekerja hingga terjadi kelaparan dan penurunan ekonomi. Situasinya mirip seperti terjadi perang. Maka dari itu, menurutku kita perlu menyediakan bantuan makanan dan tabib istana sampai wabahnya mereda,"
"Tapi kau kira kerajaan kita ini sekaya apa sampai-sampai memberikan bantuan sebanyak itu. Jangan hanya teori," sanggah Fu Jia.
"Karena hanya kota Ji Lin yang musim dinginnya tidak sedingin kota lainnya, maka hanya kota Ji Lin yang terserang wabah itu. Aku jamin tidak akan menyebar. Maka dari itu, kita bisa merawat kota itu secara khusus. Bukan semua kota. Jadi tidak ada kata tidak cukup. Sekian," pungkas Chuan Yun.
Pangeran ke empat, sampai ke sepuluh, semuanya memberikan tepuk tangan untuk Chuan Yun.
Sementara Ci Sen sudah selesai mencatat inti-inti dari penjelasan dan solusi yang Chuan Yun berikan di kertas lungsetnya. Karena kertas itu sempat ia remas-remas saat merasa emosi tadi.
"Aku permisi. Setelah ini masih ada latihan pedang," Chuan Yun yang masih berdiri sejak ia menjelaskan pertama kali tadi langsung berjalan pergi meninggalkan ruangan itu.
Kemudian disusul oleh pangeran-pangeran lainnya juga para anak bangsawan. Mereka pergi begitu saja tanpa menatap mata Fu Jia dan He Xian. Juga tidak memberikan hormat atau salam untuk membubarkan rapat.
Setelah semuanya pergi dan tinggal mereka berdua saja di sana. Fu Jia menghentakkan kakinya marah. Sementara He Xian melipat kedua tangannya.
"Dia sangat sombong," kata He Xian.
Sangat jelas kedua saudara yang lebih tua ini merasa iri terhadap kepandaian Chuan Yun. Mereka juga tidak suka melihat saudara-saudaranya lebih segan kepada Chuan Yun. Karena hukumnya, kakak tertualah yang paling menonjol dan dihormati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
perang saudara itu sangat mengerikan, ya
2023-01-10
1