19. Diusir

Pak Gilang bingung dan heran melihat rumahnya ramai oleh para tetangga. Ia berjalan menerobos kerumunan warga dan alangkah terkejutnya ia ketika melihat istrinya duduk tertunduk dekat dengan pak Denis yang juga tertunduk. Bisik-bisik tetangga membuat kupingnya menjadi panas dan wajahnya merah padam.

Ibu Murty sangat malu saat tahu bahwa suaminya sudah pulang dari luar kota. Ia tidak berani mengangkat muka.

Kini pak Gilang tahu apa yang terjadi di rumahnya. Dari bisik-bisik para warga sempat ditangkap oleh pendengarannya bahwa istrinya telah tertangkap basah sedang berduaan dengan pak Denis dan melakukan hubungan terlarang.

"Ohhh, ternyata Bapak telah menusuk saya dari belakang. Mulai detik ini saya memutuskan hubungan kerja kita dan kamu "Murty" mulai saat ini juga saya tidak menganggapmu lagi sebagai istriku. Sebenarnya sudah lama saya tahu hubungan gelap kalian dan di dalam ponsel ini sudah ada bukti perselingkuhan kalian tapi saya tetap sabar. Namun kali ini, dengan disaksikan oleh banyak orang saya menyatakan bahwa kesabaranku sudah habis," Teriak pak Gilang dengan keras karena kemarahan sedang menguasainya.

Ia masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras dan merebahkan tubuhnya yang lelah. Di luar pun satu per satu warga mulai bubar.

Pak Denis mulai mengangkat muka dan mengedarkan pandangan ke sekitarnya, hanya mereka berdua yang masih berada di ruangan tersebut.

"Saya harus pergi," ucapnya dengan lemas.

"Mau ke mana?" tanya ibu Murty.

"Entahlah ..."

"Saya akan ikut kamu," kata ibu Murty sambil mengikuti pak Denis yang hendak keluar dari pintu rumah. Pak Denis tidak menanggapi perkataan ibu Murty. Ia berjalan dengan tertunduk lesu menuju parkiran mobil. Hatinya semakin galau karena tidak mendapati mobilnya di parkiran. Ia tidak tahu jika tadi istrinya sudah menelpon salah seorang karyawan kantor untuk mengambil mobil itu.

Pak Denis menendang batu yang ada di depannya dengan keras karena ia sangat kesal membuat rasa sakit yang tiada tara sehingga ia meringis. Ibu Murty datang menghampirinya dan memberikan kunci motor kepadanya.

Ibu Murty sempat masuk ke kamar untuk mengambil semua perhiasannya dan beberapa potong pakaian. Rupanya pak Gilang tidak mengunci pintu kamar sehingga istrinya masih sempat mengambil barang-barang berharga miliknya.

Dengan tergesa keduanya meninggalkan rumah itu. Pak Denis bingung karena tidak tahu hendak ke mana arah tujuannya. Di dompetnya hanya berisi uang Rp 200.000 sedang kartu ATM-nya sudah kosong.

"Kita cari kamar kost aja," kata ibu Murty di tengah perjalanan. Sudah dua jam mereka putar-putar di tengah kota membuat ibu Murty jadi bosan.

Pak Denis meminggirkan kendaraannya di pinggir jalan dan menanyakan kepada orang-orang yang ada di situ perihal rumah kost yang disewakan.

"Jalan lurus dari sini Pak sekitar seratus meter lalu belok kanan, di situ ada rumah yang dua lantai mudah-mudahan masih ada kamar yang kosong." jawab salah seorang warga.

"Terima kasih Bu,"

"Sama-sama Pak,"

Pak Denis dan ibu Murty mengikuti petunjuk yang ia dapatkan dari warga tersebut. Kebetulan di rumah itu masih ada satu kamar yang kosong dan keduanya langsung menempati kamar itu. Ukuran kamar itu sangat sempit buat mereka tetapi tidak ada pilihan lain. Wajah ibu Murty sangat kusam menerima kenyataan ini.

"Apa saya bilang Mas, coba dari dulu Mas mengurus semua berkas-berkas sehubungan dengan pengalihan kepemilikan perusahaan ibu Lingling, mungkin kita tidak akan menderita seperti ini," omelnya membuat pak Denis kesal.

"Ehh, jangan coba-coba menyalahkan saya. Kalau kamu tidak suka, silahkan keluar dari kamar ini!" bentak pak Denis membuat ibu Murty kaget. Sifat asli pak Denis mulai keluar. Selama ini sikapnya sangat manis namun kali ini sangat menakutkan.

Ibu Murty pun diam sambil memegangi perutnya yang sudah mulai keroncongan. Ia melirik ke arah pak Denis yang duduk bersandar ke dinding tembok mamun ia tidak berani lagi untuk bicara karena melihat sikap pak Denis yang kurang bersahabat.

Dengan menahan rasa lapar ia merebahkan tubuhnya di kasur yang keras. Jauh beda dengan kasur yang ada di rumahnya, sangat empuk dan bersih karena setiap dua hari sekali bibi Wati selalu mengganti sepreinya.

Akhirnya matanya tertutup juga dan ia tertidur dengan pulas bahkan ia tidak menyadari saat ia tertidur, pak Denis pergi ke luar mencari makanan. Pada tengah malam ia bangun karena perutnya semakin melilit, ia sejenak terpaku melihat pak Denis tertidur hingga mendengkur. "Apa ia tidak lapar?" gumannya dalam hati.

Ibu Murty meraih dompetnya dan ia sangat senang karena masih ada uang biru dua lembar bertengger di dalam dompet tersebut. Perlahan ia membuka pintu dan berjalan mengendap-ngendap. Ia ingat, tadi ia sempat melihat di depan ada penjual roti. Ia berharap toko itu masih buka jam-jam seperti ini. Dan benar saja, toko itu masih buka. Ia segera membeli dua bungkus roti dan minuman mineral lalu segera kembali ke rumah kos.

Setelah mengisi perutnya dengan sebungkus roti ia merasa kenyang dan kembali merebahkah tubuh untuk tidur.

Pagi hari keduanya bangun kesiangan. Ibu Murty bingung hendak berbuat apa. Di rumah kos itu tersedia dapur untuk memasak namun ia sama sekali tidak mempunyai perabot. Ia mulai lagi merengek kepada pak Denis tapi mendapat balasan yang tidak pernah ia bayangkan. Pak Denis malah menamparnya dengan keras membuatnya menangis karena kesakitan.

Pak Denis meraih kunci motor dan pergi entah ke mana. Sepanjang hari ibu Murty hanya rebahan di kamar dan berharap pak Denis akan pulang membawa makanan untuknya. Namun hingga tengah malam pak Denis tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Sehari, dua hari, seminggu, dan kini sudah hampir dua minggu pak Denis pergi meninggalkan ibu Murty sendirian. Ia pergi membawa kabur motor milik ibu Murty dan nomor ponselnya pun sudah tidak bisa dihubungi lagi.

Untuk manyambung hidup, ibu Murty mulai menjual satu per satu perhiasannya. Terkadang ia mengingat suasana rumahnya yang berlimpah dengan makanan namun segera ia tepis dari pemikirannya karena untuk balik ke rumah itu lagi adalah hal yang tidak mungkin. Harapannya untuk hidup bahagia bersama dengan pak Denis kini telah pupus. Kini ia sadar jika selama ini pak Denis hanya menjadikannya sebagai pelampiasan nafsunya. Sekarang sudah terbukti, pak Denis tega meninnggalkan ia sendirian di rumah kos dan membawa kabur motornya.

Kemewahan yang ia dapatkan dari pak Denis ternyata berasal dari hasil korupsi keuangan kantor. Pak Denis sama sekali tidak punya hak dengan perusahaan itu karena itu adalah milik ibu Lingling. Sangkahnya selama ini, istrinya tidak akan pernah tahu dengan perselingkuhannya karena ibu Lingling terlalu sibuk dengan urusannya. Namun sesuatu yang busuk, cepat atau lambat pasti akan tercium.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!