Ibu Murti heran melihat Galy yang sudah hampir satu bulan ini begitu semangat. Tidak seperti biasanya, pulang sekolah hanya di kamar mengurung diri. "Jangan-jangan ia sudah mulai tertarik kepada Lily, anaknya ibu Lingling yang kaya-raya itu." Gumannya dalam hati sambil tersenyum penuh makna.
Ibu Murti pun mulai menyusun strategi baru lagi agar ada alasan keluarga ibu Lingling untuk datang berkunjung ke rumahnya. Ia punya pikiran yang sangat sempit untuk menikahkan anaknya di usia muda karena pikirnya untuk apa sekolah tinggi-tinggi, toh jika Galy dan Lily bisa menjadi suami-istri maka hidup mereka sudah terjamin.
Setelah Galy berangkat ke sekolah, ia bergegas mencari nomor ponsel ibu Lingling dan menghubunginya.
"Halo jeng, bisa nggak ke rumah nanti sore? Kita bikin acara kecil-kecilan soalnya lagi ada rejeki nih!" Ajaknya dengan suara yang dilembut-lembutin.
"Iya, boleh kok. Lagian kita sudah agak lama nggak pernah makan bareng." Jawab ibu Lingling dari seberang.
"Jangan lupa temani Lily yah, biar mereka semakin dekat. Kita bisa menikahkan mereka setelah tamat SMA," Serunya dengan senang.
"Iya jeng, saya sudah tidak sabar ingin nimang cucu nih."
"Ok, saya tunggu yah!"
"Siap!" Jawab ibu Lingling mengakhiri percakapannya.
Ibu Lingling hanya mempunyai satu anak yaitu Lily. Itulah sebabnya ia sangat memanjakannya. Kandungannya bermasalah sehingga ia tidak bisa lagi hamil. Hal inilah juga yang membuat ibu Murti ingin menjodohkan anaknya dengan Lily karena ia tahu Lily adalah anak tunggal.
***
Selama Galy mengenal Melyn, ia akan merasa gelisah jika dalam satu hari ia tidak melihat Melyn di sekolah, meskipun hanya melihat dari jauh hatinya sudah terobati. "Inikah yang namanya jatuh cinta?" Rintihnya dalam hati. Setiap malam ia selalu merangkai kata yang rencananya akan diungkapkan ketika berhadapan dengan Melyn namun usahanya selalu gagal.
Senyum manis milik Melyn selalu terbayang dalam angannya hingga kadang kala terbawa dalam mimpi. Hari ini ia berusaha untuk menemui Melyn pada waktu jam istirahat. Ia ingin meminta nomor ponselnya. Pikirnya ia akan berhasil mengugkapkan isi hatinya melalui SMS atau semacamnya di ponsel.
Sudah sangat sering keduanya bertemu tapi mereka hanya membahas hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran. Melyn juga merasa sangat nyaman jika berada dekat dengan Galy. Tapi tidak pernah berharap banyak karena ia tahu diri. Galy tidak akan pernah selevel dengan dirinya.
Walau dalam relung hatinya yang paling dalam ada perasaan aneh yang selalu mengalirkan getaran cinta ketika mengingat atau melihat Galy secara langsung.
Pergerakan Galy kali ini diikuti oleh Lily tanpa sepengetahuannya. Galy mengajak Lily ke kantin sekolah dan di sana mereka menikmati nasi kuning kesukaan Galy. Melyn hanya mengikut saja dengan apa yang dipesan oleh Galy. Sambil makan Galy menyodorkan kertas kosong dengan pensil untuk diisi dengan nomor ponsel Melyn.
Aturan di SMA Mentari ini sangat ketat. Para siswa tidak boleh membawa HP ke sekolah dan jika ada yang kedapatan maka HP-nya akan di sita dan tidak akan dikembalikan hingga tamat di sekolah itu.
Namun ada saja siswa yang berhasil membawa barang tersebut. Seperti halnya dengan Lily, ia sudah berhasil mengambil beberapa gambar seputar kegiatan Galy dan Melyn di kantin sekolah. Dadanya bergemuruh hebat menyaksikan kedekatan Galy dengan Melyn.
"Cie... cie... pasangan serasi," Goda Rien yang baru datang ke kantin. Rien adalah sahabat Melyn. Mereka satu kelas dan satu rumah kost tapi beda kamar.
"Ah, kamu bisa aja, kami hanya temanan doang." Ucap Melyn dengan malu-malu.
"Tapi kalian itu cocok loh. Pacaran aja!" Seru Rien lagi sambil mengunya kerupuk udang dengan gaya tomboynya yang lucu membuat Galy ikut tertawa.
Telinga Lily semakin panas mendengar celoteh dari Rien. Ingin rasanya melabrak Rien tapi ia takut dan masih punya rasa malu. Akhirnya ia berlalu dengan hati yang pedih meninggalkan kantin menuju ke kelas.
Sementara itu di rumah ibu Murti tampak ada kesibukan di dapur. Ia memberikan perintah kepada asisten rumah tangganya untuk mengerjakan ini-itu. Walau bibi Wati sudah kelelahan karena sepanjang hari terus bekerja tanpa berhenti namun ia tidak pernah mengeluh karena di mana lagi ia akan dapat pekerjaan jika ia tidak bekerja di rumah nyonya Murti.
Bagi bibi Wati, yang terpenting dalam hidupnya adalah ia akan terima gaji setiap bulan di rumah itu untuk kebutuhan anak-anaknya karena suaminya sudah meninggal setahun yang lalu. Dua orang anaknya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Tentunya mereka butuh biaya hidup sehingga bibi Wati rela bekerja dengan setia meskipun kadang kala ia mendapatkan omelan yang kasar dari tuan rumah.
Pagi-pagi buta bibi Wati sudah harus bangun di rumahnya untuk mengurus kedua buah hatinya. Setelah itu ia akan berangkat ke rumah ibu Murti untuk bekerja hingga sore hari sampai ia selesai mempersiapkan makan malam untuk keluarga tersebut. Sesuai dengan persetujuan sebelum ia diterima kerja bahwa ia tidak bisa tinggal di rumah itu karena harus mengurus kedua anaknya di rumah.
Galy sering merasa iba jika mendapati bibi Wati kena lagi omelan dari ibunya. Sifat Galy ini menurun dari ayahnya. Pak Gading adalah ayah Gali yang selalu mengajarkan kepada anaknya untuk tidak membeda-bedakan orang.
Seringkali Galy memberikan makanan kepada bibi Wati untuk dibawa pulang ke rumahnya. Namun ia pernah mendapat omelan dari ibunya karena melakukan hal itu. Akhirnya Galy selalu mencari cara agar tidak ketahuan sama ibunya.
Galy juga sering berada di dapur hanya sekedar untuk berbagi cerita dengan bibi Wati. Itulah sebabnya hubungan mereka sangat dekat.
"Selamat sore bi! Kok bibi kelihatan sangat lelah?" Tanya Galy yang datang menghampiri bibi Wati yang sedang duduk termenung di halaman belakang.
"Eh, den Galy. Bibi cuman istirahat sebentar soalnya semuanya sudah siap," Jawabnya sambil tersenyum tulus.
"Apanya yang sudah siap bi?"
"Itu, tadi bibi di suruh nyonya menyiapkan aneka makanan karena katanya sore ini akan ada tamu agung."
"Tamu agung?"
"Iya den." Jawab bibi Wati lalu bergegas ke dapur karena mendengar ibu Murti berteriak-teriak memanggil namanya.
Galy termenung dan sedikit bingung dengan pernyataan dari bibi Wati. Dalam kebingungannya ia dikejutkan oleh ibunya yang sudah berada tepat di belakangnya.
"Galy, sebentar lagi ibu Lingling bersama Lily akan tiba di sini," Ucapnya dengan semangat.
"Trus, apa urusannya dengan saya?" Kata Galy dengan wajah ditekuk.
"Aduh anak mama belum mengerti juga, kamu itu calon suaminya Lily loh, jadi harus menyambut mereka dengan baik!" Kata ibu Murti sambil menepuk-nepuk punggung anaknya.
"Ah, ibu terlalu mengada-ngada. Pokoknya sampai kapan pun Galy tidak akan setuju dengan perjodohan ini. Titik!" Ujar Galy dengan emosi. Ia meninggalkan ibunya sendirian dan masuk ke kamarnya sambil membanting pintu kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments