Setelah Ujian Nasional berakhir untuk tahun ini, para siswa kelas XII tidak lagi datang ke sekolah membuat Melyn merasa sangat kehilangan. Walaupun ia sudah tidak pernah bertegur sapa dengan Galy sejak ia dilabrak oleh ibunya Galy waktu itu namun setiap kali ia melihat sosok Galy di sekolah, hatinya terasa lega.
Hari ini kesibukan tampak di rumah Lily. Tenda sudah terpasang dan sebagian ruangan sudah dihiasi dengan dekorasi yang indah. Besok pernikahan Galy dan Lily akan segera digelar.
Di dalam kamar, Lily sedang mendapat perawatan wajah untuk persiapan esok harinya. Wajahnya berbinar pertanda ia sangat gembira karena besok akan melangsungkan pernikahan dengan laki-laki yang sangat tampan.
Sudah terbayang di pelupuk matanya bahwa besok akan banyak orang yang berdecak kagum menyaksikan pesta pernikahan mereka yang sangat mewah.
Sementara itu, di rumah pak Gilang juga sudah berkumpul sanak keluarga yang dekat. Galy menemui ayahnya yang sedang duduk termenung di belakang rumah. Entah apa yang sedang ia pikirkan.
Kemarin Galy sudah menyampaikan kepadanya bahwa sebentar malam ia akan kabur dari rumah. Pak Gilang sangat mengerti perasaan anaknya dan ia mendukung rencana anaknya.
Pak Gilang juga sudah menghubungi sahabatnya yang tinggal di Jakarta dan memintanya untuk mengurus segala keperluan Galy ketika ia sudah tiba di sana. Tak lupa juga ia menyarankan kepada anaknya untuk menyiapkan semua berkas-berkas yang akan digunakan untuk mendaftar di salah satu universitas yang ada di kota tersebut.
"Dari tadi saya cari-cari, eh ... rupanya ayah di sini," kata Galy.
"Apa persiapannya sudah matang nak?"
"Beres ayah, tinggal menunggu waktu saja untuk berangkat," katanya sendu. Ia sangat sedih melihat keadaan ayahnya. Sikap ibunya akhir-akhir ini yang egois membuat ayah stres.
"Sini saya isikan nomor baruku di ponsel ayah!" pintanya. Galy telah membuang nomornya dan mengganti dengan nomor yang baru. Hanya ayah yang akan bisa menghubunginya nanti jika ia sudah kabur dari rumah.
Pak Gilang menyodorkan ponselnya kepada anaknya. Dari raut wajahnya tampak jika ia sangat sedih karena sebentar lagi akan berpisah dengannya. Namun kembali ia berpikir bahwa semua ini ia lakukan demi kebaikan dan kebahagiaan anaknya.
Menjelang malam ketika semua orang sibuk mengurus segala persiapan pernikahan, Galy sudah pergi secara diam-diam. Pak Gilang berusaha tampak tenang meski dalam hati berkecamuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika orang-orang nantinya sudah tahu bahwa Galy kabur dari rumah.
Setelah jamuan malam telah siap untuk dinikmati keluarga yang telah berkumpul, ibu Murti mendekati kamar Galy untuk mengajaknya makan bersama.
"Nak Galy, ayo kita makan, nanti baru istirahat lagi biar badan kamu segar!"
Ibu Murti mendorong pintu kamar yang ternyata tidak terkunci namun ia tidak menemukan Galy di dalamnya. Ia lalu berjalan ke sana-ke mari memanggil-manggil nama anaknya namun Galy tidak menampakkan batang hindungnya.
"Papa, kamu liat Galy nggak?" tanya Ibu Murti kepada suaminya yang sedang duduk di ruang tamu bersama beberapa sanak keluarga.
"Nggak, mungkin ia sedang istirahat di kamarnya," jawab Pak Gilang dengan berupaya tampak serius.
"Dia tidak ada di kamar," sahut Ibu Murti mulai panik.
"Coba hubungi dulu lewat telepon!" saran Pak Gilang.
Ibu Murti segera meraih ponselnya dan mencoba menelpon ke nomor Galy tapi ia kembali kecewa karena nomor yang dihubungi sedang tidak aktif.
Sudah hampir dua jam mereka mencari keberadaan Galy bahkan sudah puluhan nomor temannya yang dihubungi namun tak satu pun yang tahu keberadaannya.
Pak Gilang pun masuk ke kamar Galy kemudian ia keluar membawa selembar kertas dan memperlihatkan kepada istrinya.
'Ayah dan ibu tidak usah mencariku. Aku akan pergi jauh untuk waktu yang lama. Saya kecewa dengan perjodohan ini'
Ibu Murti shok setelah membaca tulisan di kertas itu. Hingga beberapa saat ia tidak sadarkan diri.
Pak Gilang segera menghubungi pak Denis untuk menyampaikan permintaan maaf karena Galy telah melarikan diri.
Pak Denis sangat marah mendengar berita buruk itu karena ia telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk pesta yang akan digelar besok. Ia pun segera mengumpulkan kerabatnya dan mencari solusi agar pesta ini tetap berlangsung.
Lily harus menerima keputusan dari keluarga besar meski hatinya sangat terluka tapi ia juga tidak mau keluarga besarnya akan tambah malu jika pesta itu dibatalkan.
Jona adalah satu-satunya laki-laki yang bisa mengerti kepanikan keluarga itu. Ia masih ada hubungan keluarga dengan ibu Lingling. Jona menyatakan diri 'siap' untuk menggantikan Galy sebagai pengantin laki-laki setelah ia dibujuk dengan berbagai cara. Umur Jona sudah tiga puluh tahun sementara Lily masih delapan balas tahun. Jona sudah dua tahun bekerja di perusahaan pak Denis sebagai satpam. Ia terkenal ramah dan sopan. Wajahnya juga tampan dengan postur tubuh yang kekar, serta penampilan yang sangat sederhana.
Ia tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana berdua dengan ibunya karena ayahnya telah tiada. Setiap kali ibunya menyarankan agar mencari istri, ia selalu menolak karena takut jika nanti istrinya itu akan semena-mena kepada ibunya seperti yang ia biasa saksikan di sinetron.
Mendapat tawaran dari keluarga pak Denis membuatnya sempat ragu tapi setelah ia minta pendapat dari ibunya maka ia pun bersedia. Ibunya mengatakan bahwa mungkin Lily sudah menjadi jodohmu dan tidak masalah juga karena kita masih punya hubungan keluarga dari pihak almarhum ayahmu.
"Tapi bagaimana kalau Lily tidak suka sama saya dan membenciku?" tanya Jona dengan ragu kepada kedua orang tua Lily.
"Masalah itu jangan terlalu dipikirkan dulu, yang penting besok kamu siap untuk duduk bersanding dengan Lily di pelaminan. Urusan selanjutnya, di belakang persoalan," ucap Ibu Lingling dengan tegas.
Sepanjang malam itu Jona tidak bisa memejamkan matanya. Ia seperti bermimpi untuk menikah dengan anak orang kaya dan masih sangat belia. Ia berpikir bahwa selama pernikahan ini membuat ibu bahagia maka apa pun yang terjadi ia akan rela menjalaninya.
Wajah Lily sudah tidak asing baginya karena ia sering melihatnya ketika Lily berkunjung ke kantor ayahnya. Namun bagi Lily, ia masih penasaran dengan laki-laki yang telah menjadi calon suaminya. Selama ini kalau ia ke kantor ayahnya, ia terlalu cuek sehingga tidak pernah meperhatikan orang-orang yang bekerja di sana.
Hati Pak Denis dan Ibu Lingling menjadi kini menjadi lega karena pesta pernikahan anaknya akan tetap berlangsung meskipun pengantin laki-lakinya bukanlah pilihan Lily. Yang paling penting saat ini adalah pesta tetap berlangsung dan keluarga terselamatkan dari rasa malu.
Ibu Murti mengirim pesan lewat WhatsApp kepada pak Denis sebagai permintaan maafnya namun pak Denis tidak membalasnya membuat hati ibu Murti kecewa. Impiannya untuk mengerok kekayaan pak Denis sudah sirna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments