11. Dijodohkan

Melyn masih enggan untuk bangun dari tidur pagi ini saat ia mendengar suara ayahnya memanggil namanya. Namun suara ayahnya semakin keras memaksanya untuk bangun. Ia pun mengucek matanya dan beranjak dari tempat tidur dengan malas.

"Iya Ayah, ada apa?"

"Cepatlah keluar, Angga mau pamit!"

Mendengar jawaban ayahnya, Melyn keluar dari kamar dengan senang karena Angga akan segera keluar dari rumah ini. "Semoga ia telah melupakan dan segera membatalkan rencana untuk mempersunting dirinya." Batinnya dalam hati.

Angga telah menunggunya di teras rumah. Dengan senyum hangat ia menyambut kedatangan Melyn.

"Dek, saya pamit dulu yah! soalnya ada bisnisku yang akan saya tangani langsung. Mungkin tiga hari ke depan saya akan balik lagi dan setelah saya kembali harapanku adek sudah siap untuk menerima lamaranku.

Melyn hanya berdiri mematung di tempat. Ia tidak tahu harus berkata apa. Sementara itu, Angga mendekatinya lalu mencium keningnya dan berlalu pergi dengan senyum kemenangan.

Melyn masih duduk terpaku merenungi ucapan Angga. Ibu Dewi sangat sedih mellihat anaknya namun ia tak dapat memberikan pertolongan sedangkan pak Ardi sudah memberikan harapan kepada Angga untuk segera memperistri Melyn tanpa ada yang bisa menghalangi.

Melyn hanya diam seribu bahasa ketika ayahnya menyampaikan bahwa tiga hari ke depan dirinya akan di nikahkan secara adat saja tanpa ada pesta karena menurut Angga, untuk saat ini ia belum punya kesempatan untuk menggelar pesta.

Angga sudah berjanji kepada orang tua Melyn bahwa jika ia sudah tidak terlalu sibuk maka ia akan mengadakan pesta pernikahannya dengan Melyn di kampung itu. Namun untuk sementara, setelah nikah secara adat maka ia akan segera membawa Melyn ke kota dan tinggal di sana.

"Sekarang kamu istirahat dan persiapkan dirimu untuk menjadi seorang istri. Harusnya kamu senang karena tidak lama lagi kamu akan menjadi orang kaya!" ucap Pak Ardi dengan sedikit jengkel melihat wajah anaknya yang sangat murung dan tidak bersemangat.

Masih tanpa sepata kata, Melyn bangkit dari duduknya dan berjalan dengan lesu menuju ke kamar. Tubuhnya yang lemah ia hempaskan ke tempat tidur dengan kasar.

Sekilas bayangan Galy muncul dalam benaknya. Entah mengapa dia sangat merindukan sosok lelaki itu. "Tidak, tidak! Galy sudah menjadi suami orang. Biarlah cintaku ini kupendam dalam lubuk hati yang paling dalam," rintihnya dalam hati.

Ibu Dewi sangat sedih melihat anak gadisnya yang harus putus sekolah karena keegoisan ayahnya pada hal ada banyak orang di luar sana yang ingin mengecap pendidikan seperti Melyn yang punya peluang dan kesempatan, tapi semuanya akan disia-siakan oleh ayahnya. Ibu Dewi hanya mampu berdoa kepada Tuhan dan membawa segala keluh-kesah yang ada dalam hatinya.

Tiga hari kemudian, Angga sudah kembali dari kota dan ia sudah membawa segala perlengkapan pakaian yang akan digunakan untuk menikah secara adat.

Melyn hanya mengikuti perintah ayahnya. Tampak dari wajahnya bahwa ia sangat sedih dan matanya selalu berkaca-kaca. Berbeda dengan Angga, ia sangat ceria dan senyum tak pernah lepas dari bibirnya.

Melyn tampak sangat cantik setelah mengenakan beju kebaya warna putih yang dipadukan dengan rok batik warna kuning keemasan. Angga semakin tidak sabar melihat kecantikan calon istrinya. Tinggal menghitung jam, gadis itu akan menjadi miliknya.

Pernikahan secara adat yang dilaksanakan di rumah pak Ardi hanya diikuti oleh beberapa orang saja termasuk tetangga dekat. Segala yang diperlukan sehubungan dengan acara tersebut semuanya sudah disiapkan oleh Angga hingga perlengkapan konsumsi.

Beberapa tetangga yang sempat hadir merasa heran melihat wajah Melyn dan ibunya yang tampak sedih. Dalam hati mereka berpikir bahwa harusnya mereka berbahagia karena mendapatkan mantu dan suami yang kaya raya.

Tidak lama kemudian acara yang singkat itu telah selesai. Semua yang hadir pun lalu bubar dan kembali ke rumah masing-masing.

Dengan beruraian air mata, Melyn mengemasi beberapa potong pakaiannya. Hanya sedikit yang ia akan bawa karena Angga telah menyarankan sebelumnya bahwa setelah tiba di kota ia akan belanja baju yang baru untuk Melyn. Pak Ardi sangat senang mendengar semuanya itu karena ia pikir, pasti Melyn akan sangat bahagia punya suami yang akan memenuhi semua kebutuhan hidupnya.

"Kamu jangan nangis terus dong sayang, setiap saat kita akan menjenguk ayah dan ibu ke sini kok," bujuk Angga dengan berusaha selembut mungkin.

"Dengar tuh, apa kata suamimu!" seru Pak Ardi dengan semangat.

Ibu Dewi membantu anaknya untuk berkemas dengan perasaan yang sangat galau. Entah mengapa ia punya firasat yang kurang baik dengan pernikahan anaknya ini.

"Hubungi ibu setiap saat yah!" pinta Ibu Dewi ketika mengantar anaknya naik ke mobil. Melyn memeluk ibunya dengan erat sambil menangis membuat Ibu Dewi tak kuasa melihat anaknya. Naluri keibuannya mengatakan bahwa, sungguh pernikahan ini tidak akan membuat anaknya bahagia. Ibu Dewi dapat menebak karakter Angga sebagai laki-laki yang kasar dan jahat tapi uang telah membutakan mata suaminya.

Mobil Fortuner bergerak dengan pelan meninggalkan kampung tempat kelahiran Melyn. Sepanjang perjalananan Melyn hanya berdiam diri. Jika ada pertanyaan dari laki-laki yang sedang menyetir mobil yang telah berstatus sebagai suaminya, maka ia akan menjawab dengan anggukan dan geleng kepala.

Sebenarnya Angga sudah kesal dengan sikap Melyn, tapi ia berusaha menahan diri karena takut jika istrinya bertindak nekat. Akhirnya ia meluapkan kekesalannya dengan menyetir mobil sangat laju membuat kepala Melyn beberapa kali tertumbuk pada dinding mobil.

Sampai saat ini Melyn belum tahu bahwa ia akan dibawah suaminya ke kota apa karena Angga tak pernah menyebut nama kota di mana mereka akan tinggal.

Hampir enam jam mereka menempuh peejalanan baru mobil itu memasuki sebuah gang sempit dan lumayan jauh dari jalan besar. Melyn diperintahkan untuk turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah yang berukuran sangat kecil. Melyn sangat heran dengan apa yang ia saksikan. Rumah itu sangat kotor dan bau layaknya tempat pembuangan sampah. Meskipun hidung dan mulut tertutup oleh masker tapi bau ini sangat menyengat.

Melyn masih terpaku di tempat ketika Angga masuk membawa tas berisi pakaiannya dan meletakkan dalam kamar. Hanya ada satu kamar, itupun berukuran sempit.

"Kenapa bingung? Silahkan istirahat dulu di kamar!" kata Angga agak keras membuat Melyn kaget karena ia sedang melamun.

Melyn masuk ke kamar sesuai dengan perintah suaminya.

"Saya mau keluar sebentar untuk membeli makanan dan kamu diam saja di sini!" kata Angga lagi.

Melyn duduk di pinggir tempat tidur dengan lesu. Perjalanan yang jauh cukup membuat tubuhnya lelah. Ia hendak merebahkan tubuhnya namun niatnya diurungkan karena ia mendengar suamminya menelpon seseorang.

"Cepat bawa setoranmu, saya tunggu di tempat biasa!"

Hening sejenak membuat hati Melyn bertanya-tanya dalam hati tentang bisnis yang sedang dilakoni suaminya.

"Jangan banyak alasan kamu, saya sudah tidak punya uang sekarang. Sekarang juga antar setoranmu ke tempat biasa!" bentak Angga membuat Melyn gemetar karena takut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!