7. Jadi Korban

Melyn tiba di sekolah lebih bawal dari biasanya. Hari ini adalah hari pertama untuk mengikuti Ujian Semester Genap bagi kelas X dan kemas XI. Ketika ia berjalan melewati perpustakaan, tak sengaja ia mendengar nama Galy disebut-sebut oleh salah seorang kakak kelas.

Melyn sengaja memperlambat langkahnya bahkan ia berjongkok dan pura-pura membetulkan ikatan tali sepatunya agar bisa lebih lama lagi mendengar perbincangan tersebut.

"Semalam aku nggak bisa belajar," kata Nisa dengan kesal.

"Memangnya kenapa?"

"Tetangga saya si Lily itu yang baru saja tamat di sekolah ini akan menikah hari ini. Nah, semalam itu musik tidak pernah diam hingga menjelang subuh. Mana saya bisa belajar,"

"Menikah? Kok cepat bangat?"

"Biasalah ... dia itu dijodohkan sama si Galy cowok sekelasnya," ucapnya.

"Astaga! Mereka menikah di usia yang masih sangat muda," sahut Era .

"Iya, karena ibunya Galy itu gila harta, maka anaknya jadi korban."

Hampir saja Melyn tidak bisa berdiri karena lututnya gemetar. Hatinya hancur mendengar semua itu. Tak terasa air matanya mulai menetes namun segera disekanya dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk bangkit dan menuju ke kelasnya karena bel tanda masuk sudah berdering.

Perasaan cintanya kepada Galy terlalu besar meski ibunya galy telah melarangnya tapi perasaan cinta yang sudah tumbuh tidak bisa hilang begitu saja. Kabar yang didengar pagi ini membuat semua harapannya jadi sirna.

Dengan lesu Melyn masuk ke kamarnya sepulang dari sekolah. Tanpa mengganti seragamnya ia langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menangis sepuasnya. Ia tahu kalau Galy tidak mencintai Lily namun karena keegoisan orang tuanya sehingga ia terpaksa menikahi gadis itu.

Sementara itu di rumah Lily, tamu sudah berdatangan. Kini saatnya pengantin laki-laki akan memasuki gerbang. Semua mata tertuju kepada pengantin laki-laki tersebut. Pakaian adat daerah setempat melekat sempurnah di tubuhnya membuat Jona seperti pangeran yang sangat tampan. Penampilannya saat ini sangat memukau dan pastinya tidak ada tamu undangan yang percaya jika pengantin laki-laki itu adalah seorang satpam yang bekerja di kantor pak Denis.

Jona berjalan sambil menunduk karena merasa canggung. Ia terus berjalan mengikuti arahan untuk menjemput pengantin perempuan di kamarnya. Setelah pintu kamar terbuka, Lily menoleh dan tercengang melihat sang pangeran tampan telah berdiri di pintu lengkap dengan senyuman yang menawan. Tidak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa pria yang bersedia menikahinya setampan itu.

Jona segera mengulurkan tangannya dan disambut oleh Lily dengan wajah memerah karena malu. Keduanya berjalan menuju ke pelaminan sambil bergandeng tangan.

Para tamu undangan berdecak kagum melihat keserasian pengantin yang sudah duduk bersanding di pelaminan. Selama hidupnya, Jona belum pernah jatuh cinta. Bahkan hari ini yang merupakan hari bersejarah dalam hidupnya, ia belum yakin tentang cinta yang ada di dalam hatinya.

Demikian juga dengan Lily, pikirannya sedang kalut. Sesekali ia melirik ke arah Jona yang selalu tersenyum membuat hatinya tenang.

Setelah acara resepsi selesai, satu per satu para tamu mulai meninggalkan ruangan. Jona dan Lily juga sudah diarahkan ke kamar pengantin untuk berganti pakaian.

Ada rasa sungkan di antara keduanya namun Jona bisa menguasai keadaan karena ia sudah dewasa. Melihat wajah Lily yang kini sudah menjadi istrinya tampak gugup, ia mendekatinya dan mengelus rambutnya dengan lembut.

"Kamu tidak usah takut dan cemas karena saya tidak akan menyentuhmu jika kamu tidak siap. Yang terpenting hari ini saya telah menyelamatkan keluarga besar kamu dari rasa malu," katanya dengan pelan.

"Terima kasih kak atas bantuannya," jawabnya sambil terisak. Jona memeluk tubuh mungil itu layaknya seorang kakak yang sayang kepada adiknya.

Lily merasa nyaman berada dalam pelukan Jona, namun ketukan di pintu membuatnya segera melepaskan pelukannya dan dengan cepat ia menyeka air mata yang masih mengalir di pipinya.

"Kalian sudah ditunggu di ruang makan!" kata Bibi Rana setelah pintu terbuka.

"Oh, iya ... kami akan segera bergabung!" jawab Lily.

Keduanya pun segera bergabung dengan ayah dan ibu Lily di meja makan. Pak Denis lebih banyak diam. Entah apa yang masih menganggu pikirannya, sedangkan Ibu Lingling terlihat sangat bahagia karena Lily menikah dengan kerabatnya Itu berarti hartanya nanti tidak akan jatuh ke tangan orang lain.

"Ayo nak Jona, jangan malu-malu!" ajak Ibu Lingling dengan ramah.

"Térima kasih tante ... eh, mama," jawab Jona gugup.

"Lily! Kamu harus belajar menerima Jona sebagai suamimu. Ingat, keluarga kita terselamatkan karena dia. Cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya meski kalian berdua harus bersabar karena semua itu butuh sebuah proses." Kata Ibu Lingling panjang lebar.

"Iya ma," jawab Lily singkat.

Setelah manikmati makan siang, Jona pamit kepada ibu-bapa mertua untuk pulang ke rumahnya yang terletak di pinggir kota. Ia teringat sama ibunya yang sudah lebih duluan pulang.

"Jangan lupa kembali ke sini sebentar sore yah!" kata Ibu Lingling.

"Siap Bu,"

"Saya pergi dulu yah, dek!" kata Jona kepada Lily yang dijawab Lily dengan anggukan tanpa menoleh kearahnya.

Jona pulang ke rumah dengan mengendarai motor pak Denis. Selama dalam perjalanan ia selalu kepikiran dengan peristiwa yang sedang terjadi dalam hidupnya dan dirasakan seolah-olah ia sedang bermimpi.

Tiba di rumah, ibunya menyambut dengan gembira.

"Mana istrimu? Kenapa tidak di ajak?"

"Saya masih ragu untuk mengajaknya,"

Ibu Siti termenung mendengar jawaban anaknya. Ia tidak ingin anaknya akan menderita karena pernikahan ini. Dalam hati ia berdoa, semoga Tuhan akan menumbuhkan rasa cinta dalam diri Lily dan juga Jona.

Menjelang magrib, ponsel milik Jona berdering. Ia langsung meraihnya dan menjawab telepon dari mama mertua. Rupanya ibu Lingling menyuruhnya untuk segera pulang.

Jona segera bersiap lalu pamit kepada ibunya. Ada rasa sedih ketika hendak melangkahkan kaki keluar dari rumah itu. Jona merasa tidak sanggup meninggalkan ibunya seorang diri. Ia pun kembali dan memeluk ibunya sambil terisak.

"Sudahlah nak, ibu sangat mengerti perasaanmu. Pergilah menemui istrimu! Percayalah, ibu akan baik-baik saja dan kamu boleh ke sini kapan saja, ucap Ibu Siti berusaha menahan air matanya. Ia ingin terlihat tegar di hadapan anaknya.

Jona adalah anak satu-satunya yang menjadi tumpuan harapan hidupnya. Ayahnya Jona meninggal lima belas tahun yang lalu. Waktu itu Jona baru duduk di kelas dua SMP sehingga ia sangat merasakan penderitaan yang dialami oleh ibunya karena harus banting tulang untuk membiayai sekolahnya hingga lulus SMA.

Setelah lulus SMA, Jona mulai bekerja untuk meringankan beban ibunya. Apa saja yang ia bisa kerja yang penting pekerjaan itu halal maka dengan senang hati ia akan mengerjakannya. Hingga suatu hari, ibunya Lingling menawarkan untuk bekerja sebagai satpam di kantor suaminya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!