13. Ambang Kehancuran

Galy menekuni perkuliahannya di Singapura dengan serius. Namun ia tidak pernah bisa melupakan Melyn. Dalam hatinya nama itu telah terukir indah bahkan gadis itu kerap kali mengunjunginya dalam mimpi.

Akhir-akhir ini Galy selalu mimpi buruk tentang Melyn, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya doa yang selalu dipanjatkan kepada Tuhan agar Tuhan selalu menjaga Melyn dalam segala situasi apa pun yang sedang dijalani saat ini.

Setiap hari Galy sibuk dengan kegiatannya di kampus. Seringkali ia digoda oleh gadis-gadis yang cantik tapi ia tidak pernah meladeni mereka sehingga ia sempat digosipkan sebagai laki-laki yang tidak normal.

Sikap diamnya masih melekat pada dirinya dan ia lebih suka menyendiri. Tujuannya hanya satu yaitu ia ingin segera menyelesaikan perkuliahannya dan kembali ke negaranya. Galy ingin mencari keberadaan Melyn karena cinta di hatinya hanya untuk gadis itu.

Sore ini Galy pulang dari kampus, entah mengapa tiba-tiba perasaan rindu kepada ayahnya membuat ia segera meraih ponselnya.

"Halo Ayah! Apa kabar?" tanya Galy setelah ponselnya terhubung.

"Halo juga Nak! Kabar Ayah baik-baik saja, dan kamu, apa kabar?" jawab pak Gilang dengan semangat.

Anak dan ayah itu saling berbagi cerita dengan akrab. Galy sedih mendengar cerita dari ayahnya bahwa ibunya kini sangat liar dan sudah tidak peduli kepada keadaan di rumah.

"Apa Bi Wati masih kerja di situ?" tanya Galy.

"Iya Nak,"

"Saya mau ngomong sebentar."

Hening sesaat. Rupanya pak Gilang sedang menuju ke dapur untuk mencari keberadaan bibi Wati.

"Bi, nih Galy mau bicara!" kata Pak Gilang sambil menyodorkan ponselnya.

Bibi Wati menerima ponsel pak Gilang dengan senang lalu duduk di kursi yang ada di situ.

"Halo Den, Apa kabar?" sapa bibi Wati dengan riang. Ia sangat senang mendengar suara Galy yang sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri.

"Saya baik-baik aja kok Bi. Bibi yang sabar yah dan tunggu setahun lebih lagi saya akan segera pulang," sahut Galy dengan ramah.

"Tenang aja Den, Bibi akan selalu setia bekerja di rumah ini selama tenaga saya masih dibutuhkan." Bibi Wati bicara sambil menoleh kepada Pak Gilang yang masih berdiri di dekatnya. Pak Gilang menunggu ponselnya hingga Bibi Wati menutup perbincangannya dengan Galy.

"Maaf Pak, sudah lama menunggu soalnya saya sangat merindukan nak Galy jadi ngomongnya agak lama," ucap Bibi Wati sambil mengembalikan ponsel milik Pak Gilang.

Tanpa sengaja tangan pak Gilang menggenggam jemari bibi Wati saat ia menerima ponselnya. Hatinya bergetar saat tatapan mata bibi Wati bertemu dengan lirikan matanya. Demikian juga dengan bibi Wati, rasa hangat mengalir ditubuhnya karena majikannya ini menggenggam jemarinya cukup lama.

"Eh, maaf Bi! saya mau ke dalam dulu," kata pak Gilang dengan gugup.

Bubi Wati mengangguk dengan sopan lalu kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur untuk menyiapkan makan malam.

Pak Gilang masuk ke dalam kamarnya dan berbaring di tempat tidur. Ia juga heran dengan dirinya karena selalu teringat dengan kejadian tadi di dapur. Ia mulai lagi membayangkan wajah bibi Wati yang tampak sabar. Sebenarnya ia cantik dan kulitnya bersih bahkan jauh lebih cantik dan lebih muda dari ibu Murti tetapi karena pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga maka ia selalu berpakaian yang sangat sederhana.

Pak Gilang masih ingat waktu bibi Wati datang melamar pekerjaan di rumahnya. Waktu itu, istrinya memberikan banyak peraturan sebelum ia bekerja termasuk jenis pakaian yang boleh ia kenakan pada saat bekerja dan ia tidak diperbolehkan untuk menggunakan make up.

Bibi Wati langsung menyetujui persyaratan tersebut sehingga ia diterima untuk bekerja sebagai pembantu di rumah itu.

Pak Gilang tersenyum sendiri karena mengingat kejadian waktu itu. Kini ia baru menyadari bahwa pembantu itu baik dan cantik. Mungkin karena pak Gilang sudah tidak pernah mendapat perhatian dari istrinya membuat ia mulai mengangumi perempuan lain.

Semalam istrinya pulang sekitar pukul 02.00 WIB dini hari tapi pak Gilang juga sudah bosan untuk selalu menanyakan urusan apa yang membuatnya hingga kadang larut malam baru tiba di rumah. Pernah satu kali ia menanyakan soal itu dan istrinya menjawab bahwa ia sedang mengurus bisnisnya yang baru karena uang pemberian dari suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.

Terkadang pak Gilang merenungi keadaan rumah tangganya yang boleh dikata sudah berada di ambang kehancuran. Mungkin salah satu penyebabnya karena dulu mereka dijodohkan oleh orang tuanya. Mereka dulu menikah tanpa cinta dan rumah tangganya berjalan seiring waktu hingga dikaruniai tiga orang anak tapi sekarang tak satupun dari anaknya yang bisa akrab dengan ibunya.

Gina adalah anak sulung mereka menikah dengan Very yang bekerja sebagai penjual bakso. Itulah sebabnya ibu Murti sangat menentang pernikahan Gina dan mengusirnya keluar dari rumah.

Sebenarnya Gina dan suaminya tidak pergi jauh seperti perkiraan ibunya. Awalnya mereka tinggal di rumah sewaan di kota itu juga tapi sekarang mereka sudah berhasil membeli sebidang tanah dan mendirikan sebuah rumah yang berukuran sedang dari hasil berdagang bakso.

Sekarang mereka masih melanjutkan usahanya berjualan bakso dan warungnya tak pernah sepi. Pak Gilang sudah pernah berkunjung ke sana. Waktu itu Gina sedang berbelanja di toko yang ada di pinggir jalan dan kebetulan ayahnya sedang dalam perjalanan keluar kota. Ketika Gina hendak menyeberang jalan tiba-tiba mobil ayahnya lewat dan hampir saja menabraknya.

Pak Gilang langsung menginjak rem mobilnya karena kaget dan ia segera turun lalu menghampiri wanita yang masih menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya. Sungguh alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa wanita itu adalah Gina, anaknya yang sudah bertahun-tahun pergi meninggalkan rumah tanpa kabar.

Sejak saat itu, Gina sering menelpon bahkan mengundang ayahnya untuk datang di rumahnya. Jarak dari rumah Gina ke rumah orang tuanya sekitar 20 kilo meter.

Pak Gilang mengunjungi anaknya tanpa sepengetahuan istrinya. Ia biasa menghubungi anaknya pada saat istrinya tidak berada di rumah atau pada saat ia berada di luar rumah atau di kantor.

Saat ini mereka sedang mencari Gany yang entah di mana keberadaannya. Pak Gilang juga sudah menghubungi Galy agar ia mencari kakaknya lewat media sosial.

Galy dan Gina sering bercakap lewat telepon dan membahas hubungan ayah dan ibunya yang sudah tidak harmonis lagi.

Gina selalu menyemangati adiknya untuk tabah menjalani perkuliahannya agar cepat selesai dan kembali, siapa tahu hubungan kedua orang tuanya masih bisa diperbaiki.

Gina berharap agar Galy tidak menceritakan kepada siapa pun tentang keberadaannya. Gina tidak mau jika sampai ibunya tahu pasti ia akan mencampuri urusan rumah tangganya ii yang walaupun sederhana tapi Gina sudah merasakan kebahagiaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!