15. Penyesalan

Melyn senang karena sudah punya HP baru tapi kesedihan kembali terlihat di wajahnya karena kartunya yang lama juga sudah tidak bisa digunakan pada hal nomor ponsel orang tuanya tersimpan dalam kartu itu. Rupanya Annga juga sudah merusak nomor itu karena ia tidak mau jika istrinya menghubungi kedua orang tuanya lagi.

Angga sendiri sudah mengganti nomor ponselnya dengan nomor yang baru sedangkan nomor yang lama sudah ia buang ke tempat sampah.

Melyn menangis setelah ia minta nomor orang tuanya kepada Angga dan ternyata sudah tidak ada. Kecurigaannya semakin besar kepada suaminya bahwa ia bukanlah orang yang baik.

Masih untung karena kebutuhan Melyn terjamin namun ia seperti berada dalam sebuah penjara karena tidak pernah keluar rumah dan tidak pernah bersosialisasi dengan orang lain.

Tidak terasa sudah satu tahun ia tinggal di rumah itu. Sering kali suaminya pergi dan kadang dua sampai tiga hari baru kembali. Ia selalu punya alasan jika istrinya bertanya kenapa baru pulang.

Melyn mengisi hari-harinya dengan menulis novel menggunakan ponselnya. Kisah hidupnya ia tuangkan dalam karyanya yang dibuat setiap hari untuk mengusir rasa jenuh dan juga menulis merupakan hobbynya sejak dari dulu. Saat ini sudah ada beberapa karyanya yang tamat.

Meski pernikahannya dengan Angga sudah berjalan selama satu tahun namun belum juga ada tanda-tanda untuk mempunyai buah hati. Melyn belum pernah merasakan kenikmatan selama ia berhubungan dengan suaminya, mungkin saja ini terjadi karena ia sama sekali tidak punya perasaan cinta terhadap suaminya. Ia melayani Angga hanya sebagai kewajibannya sebagai istri dan mungkin ini adalah salah satu penyebab sehingga ia belum bisa hamil.

Baru saja mata Melyn terpejam karena terlalu lelah mengetik novel pada ponselnya, ia mendengar suara mobil suaminya baru saja tiba. Ia pun mellirik jam di dinding, sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Tumben suaminya cepat pulang malam ini. Biasanya ia pulang menjelang dini hari.

Melyn bangun dengan malas untuk membuka pintu.

"Sayang, tolong bantu Mas angkat barang-barang dari mobil!"

"Baik Mas."

Melyn membuka pintu mobil dan mengangkat dos yang entah berisi apa. Ternyata dosnya sangat ringan membuat Melyn penasaran dan ingin tahu apa isinya. Ia pun membuka dos itu dan ternyata isinya adalah rambut palsu membuat ia sangat heran.

Melyn masih bingung ketika suaminya datang menghampiri.

"Bukan yang itu sayang, coba buka pintu depan!"

Melyn bergeser dan membuka pintu depan mobil. Betul juga di depan ada dua kantong plastik berisi bahan makanan. Mungkin Angga tahu kalau stok makanan di rumah sudah menipis. Ia menjinjing kantongan itu dan membawa ke dapur tapi pikirannya masih fokus dengan rambut palsu yang penuh di dos tadi. "Untuk apa sih rambut palsu itu?" tanyanya dalam hati.

"Sini sayang, ini Mas belikan kamu perhiasan. Pasti kamu akan semakin cantik jika mengenakan perhiasan emas ini," seru Angga dengan bangga.

Ia sendiri yang mengalungkan perhiasan itu di leher jenjang istrinya. Perhiasan itu pasti mahal karena isinya lengkap.

"Terima kasih Mas," sahut Melyn pelan. Dalam hati ia berguman, "untuk apa juga punya perhiasan kalau tidak pernah diajak keluar?"

Melyn tak mau banyak protes karena sudah pengalaman, jika ia banyak bertanya tentang barang-barang yang suaminya bawa pulang, maka Angga akan membentaknya. Makanya ia lebih banyak diam.

Setelah Angga selesai menikmati mie instan yang disuguhkan istrinya, keduanya lalu masuk ke kmar untuk beristirahat.

"Mas, kapan kita bisa mengunjungi ayah dan ibu di kampung?" tanya Melyn penuh harap.

"Sabar dek, kamu sendiri kan tahu kalau Mas sangat sibuk," sahut Angga lalu menarik selimut hingga tertutup sampai di kepalanya dan tak lama kemudian terdengarlah dengkurannya.

Melyn hanya bisa menarik nafas dengan penuh kekecewaan. Setiap kali ia membahas hal itu maka suaminya akan selalu menjawab dengan kalimat yang sama. Melyn bisa membayangkan betapa cemasnya kedua orang tuanya karena tidak bisa menghubungi anaknya.

Angga sudah ingkar janji kepada pak Ardi untuk selalu mengirimkan uang setiap bulan asalkan ia bisa mendapatkan Melyn menjadi istrinya.

Kini penyesalan mulai muncul dalam kehidupan pak Ardi. Ia mulai membenarkan kata istrinya kalau Si Angga itu bukan orang baik-baik. Ibu Dewi juga sudah mulai sakit-sakitan karena selalu memikirkan keadaan anaknya yang ia tak tahu di mana rimbanya. Setiap doanya ia selalu menyebut nama anaknya dan berharap akan ada mujizat sehingga bisa segera menemukan anaknya kembali dalam keadaan baik- baik saja.

Tak ada orang di kampung yang mengenal asal-usul Angga karena orang-orang yang diajak ke kota untuk dipekerjakan juga merasa bingung bahkan kebanyakan dari mereka mencari pekerjaan lain di kota karena pekerjaan yang ditawarkan oleh rekan Angga setelah sampai di kota itu tidak jelas. Menurut mereka setelah tiba di kota, tidak pernah bertemu lagi dengan Angga.

Pak Ardi hanya bisa mengurut dada dengan penuh rasa sesal. Ia selalu dibayangi wajah anak gadisnya yang punya keinginan besar untuk melanjutkan pendidikannya namun semuanya tinggal penyesalan.

Keadaan istrinya sekarang semakin membuatnya merasa bersalah. Air mata ibu Dewi seolah tak pernah kering karena siang malam ia terus meratapi anaknya membuat ia semakin pucat.

"Maafkan saya Bu, bersabarlah! Saya akan berusaha mencari keberadaan anak kita dan membawanya pulang ke rumah ini lagi," kata pak Ardi menghibur istrinya.

Ibu Dewi diam seribu bahasa. Tatapannya kosong dan dalam hati ia membantah perkataan suaminya. Sebuah janji yang mustahil akan terpenuhi.

Orang-orang di kampung juga sudah mulai mencibir karena dulu pak Ardi sangat membangga-baggakan Angga yang menjadi calon mantunya. Tapi sekarang, sudah satu tahun Angga tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya bahkan sudah lama hilang kontak.

Ada banyak praduga dari warga kampung tentang Angga. Ada yang mengatakan bahwa mungkin bisnisnya sudah bangkrut, ada juga yang bilang ini dan itu membuat hati dan telinga pak Ardi dan ibu Dewi menjadi panas. Tapi keduanya tidak bisa membantah perkataan warga kampung.

Ada juga salah satu warga yang baru pulang dari kota. Toni adalah salah satu dari orang-orang yang dulu diajak oleh Angga ke kota untuk bekerja di sana. Pak Ardi pergi menemuinya karena ia berharap, siapa tahu Toni bisa menunjukkan keberadaan Angga dengan Melyn.

"Kapan datang Toni?"

"Eh, Pak Ardi ... kemarin Om."

"Apa kamu pernah ketemu dengan Angga atau Melyn di kota?" tanya Pak Ardi penuh harap.

"Nggak Om, lagian juga dulu saya lari dari pekerjaan yang ditawarkan Angga karena pekerjaan itu sangat berbahaya," jelas Toni.

"Memangnya pekerjaan apa sih yang ia tawarkan?" tanya Pak Ardi dengan penasaran.

"Eehh ..." Toni tidak melanjugkan perkataannya karena ada sahabatnya yang naru saja datang ke rumah untuk menemuinya. Ia pun memberi isyarat kepada Pak Ardi bahwa dirinya akan menemui dulu sahabatnya yang sudah lama ia tinggalkan. Pak Ardi juga paham dengan keadaan itu sehingga ia minta diri untuk pulang ke rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!