17. Mata-mata

Siang ini ibu Murty terlihat sedang berdandan dengan rapi karena ada janji dengan pak Denis untuk betemu di sebuah penginapan yang terletak di pinggir pantai, sedangkan pak Gilang sudah berangkat ke kantor sejak pagi tadi.

Bibi Wati terus mengikuti gerak-gerik majikannya yang sangat berubah drastis. Penampilannya melebihi penampilan anak remaja yang baru saja jatuh cinta.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil Avanza berwarna hitam tinggal di depan rumah. Ibu Murti bergegas keluar rumah dan masuk ke dalam mobil tersebut. Bibi Wati tidak bisa melihat siapa-siapa yang berada dalam mobil itu karena semua kaca jendela tertutup rapat.

Bibi Wati kembali ke dapur untuk meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi karena ia penasaran dengan kelakuan majikannya. Bibi Wati heran melihat ibu Murti yang berselingkuh di belakang suaminya pada hal pak Gilang itu orangnya baik, sabar, punya usaha sendiri, dan tampan pula. Menurutnya, pak Gilang itu seorang suami yang sangat sempurna.

Sementara itu, mobil yang membawa ibu Murti sudah tiba di pantai. Di situ ada sebuah penginapan yang mereka sudah pesan sebelumnya. Baik ibu Murti maupun pak Denis memakai masker dan kacamata hitam sehingga tidak ada yang dapat mengenali keduanya.

Sekitar dua pekan terakhir ini pak Denis dam ibu Murti tidak pernah ketemuan karena ada kesibukan di kantor yang harus di selesaikan oleh Denis sehubungan dengan keuangan perusahaan yang sedang ditanganinya tidak bisa ia pertanggungjawabkan kepada istrinya. Rupanya ibu Lingling sudah mulai curiga dengan sepak terjang suaminya.

Pak Denis tidak mengetahui jika saat ini istrinya sudah menyewa seseorang yang bernama Wawan untuk menjadi mata-mata. Ibu Lingling memperlengkapi orang suruhannya itu dengan sebuah sepeda motor dan ponsel sehingga memudahkan untuk mengikuti gerak-gerik pak Denis.

Wawan memarkir kendaraannya agak jauh dari mobil milik pak Denis. Tak lupa ia mengambil setiap gambar dengan sembunyi-sembunyi, termasuk mobil itu juga ia foto kemudian masuk ke salah satu warung yang berada tidak jauh dari penginapan yang disewa oleh pak Denis dan ibu Murti.

Wawan memesan jus alpokat dan gorengan sambil terus memantau kegiatan di rumah penginapan. Sekitar tiga puluh menit ia melihat pak Denis diikuti oleh ibu Murti keluar dari rumah itu menuju ke pantai. Keduanya telah berganti kostum dengan pakaian santai tapi masker dan kaca mata hitam tetap melekat di wajah mereka. Wawan dengan lincah mamasang kemera dan terus mengikuti arah tujuan mereka. Tidak jauh dari situ di pinggir pantai keduanya duduk sambil berangkulan.

Wawan pun mencari akal agar bisa mengambil gambar mereka dengan jarak lebih dekat. Tampak keduanya saling berciuman dengan mesra tanpa disadari kegiatan yang dilakukan sudah terekam di ponsel seseorang.

"Mas, sepertinya saya sudah tidak bisa jauh-jauh dari kamu. Gimana kalau kita nikah aja?" kata ibu Murti dengan manja.

"Trus, bagaimana dengan pasangan kita masing-masing?" pak Denis balik bertanya.

"Kita ceraikan aja, gampang kan?" seru ibu Murti dengan semangat.

"Tidak segampang itu sayang. Apa kamu mau makan batu dan tinggal di kolong jembatan?"

"Makanya Mas harus rebut perusahaan ibu Lingling. Bukannya sekarang Mas yang pegang? Cepat urus berkas-berkasnya supaya perusahaan itu menjadi milikmu!"

"Oke, oke ... sabar, untuk hal ini kita harus hati-hati sayang dan tidak boleh gegabah. Toh, kita bisa ketemuan setiap saat," ucap pak Denis dengan nada menghibur. Ibu Murti menyandarkan kepalanya di bahu pak Denis dengan manja.

Cukup lama juga keduanya berada di tempat itu membuat Wawan jenuh tapi karena ini adalah tugasnya yang akan mendapat imbalan yang cukup besar nilainya maka dengan setia ia melaksanakan tugas hingga akhirnya kedua insan itu beranjak dari tempatnya dan kembali ke penginapan.

Setelah memastikan keadaan sekitar sudah aman, Wawan juga kembali ke tempatnya semula. Ia segera mengirim gambar-gambar dan video yang sudah berhasil ia dapatkan hari ini kepada ibu Lingling.

Tak lama kemudian ponselnya bergetar. Segera ia membuka dan membacanya.

"Untuk saat ini saya belum bisa ke situ karena saya sedang memeriksa laporan keuangan kantor mumpung suamiku tidak di sini. Awasi terus gerak-gerik mereka!"

"Baik Bu." Wawan kembali mengirim balasan kepada ibu Murti.

Sudah dua jam Wawan duduk di warung itu dan entah sudah berapa rupiah yang harus ia bayar karena ada banyak jenis makanan yang sudah ia habiskan. Ponselnya juga sudah panas karena dari tadi menyalah terus sedangkan pak Denis dan ibu Murti masih berada dalam rumah penginapan, entah apa yang sedang mereka lakukan.

Ketika pemilik warung datang menghampirinya dan menanyakan perihal keberadaannya, Wawan dengan tenang memberi tahu jika ia sedang menunggu seorang teman. Mungkin yang punya warung ini sudah mulai curiga karena Wawan cukup lama berada di situ.

***

Ibu Lingling sangat marah setelah memeriksa buku kas perusahaan karena ada banyak pengeluaran yang tidak jelas. Nara yang menangani bagian itu tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ibu Lingling kepadanya.

"Hei Nara, kalau kamu masih mau bekerja di sini tolong ceritakan sejujur-jujurnya apa yang menyebabkan keuangan di perusahaan kacau-balau seperti ini?" bentak Ibu Lingling membuat Nara gemeter dan matanya berkaca-kaca karena ketakutan. Ia sangat takut jika ibu Lingling sampai memecatnya karena jaman sekarang susah untuk mendapatkan pekerjaan.

"Eh, anu ... anu Bu. Tapi Ibu jangan pecat saya!" jawabnya terbata-bata karena takut dan gugup.

"Jangan membuat kemarahan saya ini memuncak. Laporkan secara jujur!" Wajah Ibu Murti memerah menahan emosi, dadanya juga sesak karena gambar dan video suaminya bersama dengan perempuan lain terus mengganggu pikirannya.

"Pak Denis yang menyuruh saya membuat laporan seperti itu Bu," kata Nara dengan ragu. Ia sudah membayangkan dirinya akan kena marah dari pak Denis nantinya karena telah mengadukan hal ini kepada ibu Lingling.

Sekarang ibu Lingling sudah paham. Ia memgambil kesimpulan bahwa suaminya telah menyalahgunakan uang perusahaan untuk urusan perempuan. "Rupanya suamiku sudah lama bermain api di belakangku. Tunggu pembalasanku Mas!" gumannya dalam hati. Ia meninggalkan ruangan itu tanpa sepata kata, meninggalkan Nara yang masih berdiri mematung.

Ibu Lingling tidak langsung pulang ke rumah. Ia sengaja singga di toko buah yang ada di dekat rumah ibu Murti. Benar saja, mobil suaminya lewat dan berhenti tepat di depan rumah ibu Murti. Wawan masih mengikuti mereka dan ia juga berhenti di toko buah.

Ibu Murti segera turun dari mobil dan bergegas masuk ke rumahnya. Rupanya mereka telah memperkirakan jam pulang kantor.

Wawan kaget karena bertemu dengan Bosnya di toko buah.

"Kamu memang pantas diandalkan. Ini gajimu yang pertama!" Ibu Lingling menyerahkan uang merah dua lembar kepada Wawan.

"Terima kasih Bu."

"Dalam hal ini kita harus bermain cantik supaya kita bisa menangkap basah mereka. Untuk sementara ini saya akan berpura-pura tidak tahu," kata Ibu Lingling dengan senyum sinis. Keduanya pun berpisah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!