Meski sudah hampir satu bulan Indi bekerja di perusahaan Arya, tapi terkadang Indi merasa begitu tertekan dengan sifat Bossnya yang dingin itu. Seperti pagi ini, entah kenapa Bossnya mencari-cari kesalahan semua orang yang berhadapan dengannya. Tidak terkecuali Indi.
"Kenapa laporan yang kamu buat berantakan gini Indi. Kamu bekerja di sini sudah hampir satu bulan. Masih belum bisa menyesuaikan diri, hehh?" Arya bicara dengan nada dingin.
"Perbaiki lagi dan hari ini harus selesai," kata Arya menggerakan tangannya mengusir Indi.
"Boss kenapa?" tanya Dimas ragu.
"Kamu gak ada kerjaan?" kata Arya menatap dingin Dimas.
"Saya permisi," kata Dimas langsung keluar sebelum kena bom juga.
Pov Indi.
"Astaga, berat banget orang cari uang," Indi ngedumel sendiri sambil sesekali mengusap pipinya yang basah karena air mata.
Dimas yang melewati meja Indi, langsung menghampiri, karena melihat Indi menangis.
"Lo 'gak apa Ndi?" tanya Dimas, "Lo nangis?" Dimas memperhatikan Indi.
"'Gak apa Dim, masih sabar gue. Tapi, 'gak tahu kenapa nih, air matanya 'gak mau berhenti," kata Indi sambil mengetik laporan yang tadi salah.
"Ya ampun Ndi, istirahat aja dulu. Nanti baru lanjut lagi," kata Dimas.
Dimas menatap Indi merasa kasihan. Arya memang terkadang keterlaluan. Moodnya melebihi cewe yang sedang PMS.
"Gue ke pantry bentar Dim," pamit Indi pada Dimas.
Sepeninggalnya Indi, interkom di meja Indi berbunyi.
"Ke ruangan saya sekarang," suara Boss dingin, kaya kutub utara.
Dimas menjawabnya "Indi lagi ke pantry Boss, sebentar saya panggilkan," kata Dimas.
Tidak lama, Indi mengetuk pintu ruangan Arya dan masuk.
"Ada apa Pak?" tanya Indi.
"Bagaimana, laporannya sudah selesai?" tanya Arya.
"Masih saya kerjakan Pak," jawab Indi.
"Laporan belum selesai revisi, tapi masih bisa main-main ke pantry," singgung Arya.
"Saya hanya ... " belum selesai Indi bicara, sudah dipotong.
"Sudah sana, kerjakan lagi," kata Arya mengusir Indi lagi dari ruangannya. Indi langsung menunduk dan keluar. Dimas yang tadi ikut masuk, cuma geleng-geleng kepala.
"Lo keterlaluan bro, Indi juga butuh istirahat. Dan asal lo tahu, tadi gue lihat dia nangis, gara-gara lo bentak-bentak terus," kata Dimas mencoba memberitahu.
"Dia salah, jadi gue tegur," kata Arya membela diri.
"Tapi, gak usah pake bentak-bentak kan bisa," kata Dimas lagi.
Arya tetap fokus pada layar monitornya.
Indi mengerjakan laporannya dengan teliti dan cepat. Dia tidak mau sampai nanti lembur dan Evan sendirian di rumah. Hari sudah mulai malam. Jam pulang kantor sudah lewat satu jam yang lalu. Laporan yang diminta Boss telah selesai, Indi lalu beranjak dari tempat duduknya hendak ke ruangan Arya. Tapi, baru berdiri, kepalanya terasa pusing. Indi berpegangan pada mejanya.
"Kenapa gue?" Indi menggeleng cepat mengusir rasa pusingnya. Lalu, dia berjalan ke ruangan Arya.
"Ini Pak, laporannya," kata Indi sambil meletakkan map di meja.
Arya melihat laporan yang dikerjakan Indi dengan teliti.
"Oke, semuanya bagus. Besok, tolong atur jadwal saya ... " belum selesai ngomong, Arya kaget karena Indi jatuh pingsan.
"Indi," panggil Arya sambil memapah tubuhnya ke sofa panjang.
"Indi, bangun Ndi," Arya menepuk pelan pipi Indi agar terbangun.
Dimas masuk dan kaget melihat Indi.
"Kenapa Indi?" tanya Dimas.
"'Gak tahu, tiba-tiba pingsan," kata Arya sambil menghubungi dokter.
"Lo sih terlalu keras sama bawahan. Dia kayanya tadi gak makan siang loh," kata Dimas.
Arya mengusap wajahnya kasar.
Tak berapa lama, Dokter datang dan langsung memeriksa Indi.
"Gimana Dok?" tanya Arya.
"Sepertinya Bu Indi perutnya kosong dan ditambah stress, jadi pusing, lalu pingsan. Kalau terus berlanjut akan menyebabkan asam lambung naik. Saya resepkan obat, nanti supaya diminum ya Pak," kata Dokter, lalu menyerahkan selembar kertas.
"Terima kasih, Dok," Dimas menerima resep dari Dokter dan mengantarkan keluar.
"Gue tebus resepnya dulu ya," Dimas pamit menebus obat untuk Indi.
Arya hanya diam sambil melihat Indi yang masih memejamkan mata.
"Enngg.." Indi perlahan membuka mata. Lalu tiba-tiba dia langsung duduk. "Evan, jam berapa sekarang?" tanya Indi sambil melihat jam tangannya. "Ya ampun, gue telat pulang, Evan gimana," Indi langsung berdiri, tapi tubuhnya lemas dan terduduk lagi.
"Kamu pingsan dan baru bangun, jangan langsung pergi gitu aja," kata Arya yang dari tadi melihat tingkah Indi.
"Oh, terima kasih, Pak. Maaf ngerepotin, saya pulang dulu Pak," pamit Indi sambil melangkah perlahan.
"Tunggu Indi, saya antarkan kamu," kata Arya.
"Tidak usah Pak, saya bisa sendiri," Indi membereskan barangnya dan langsung masuk ke dalam lift.
Arya hanya menatap Indi dingin.
Pov Arya.
Arya sibuk dengan keyboardnya, saat Dimas masuk ke ruangannya.
"Dimana Indi?" tanya Dimas.
"Udah pulang," kata Arya masih tetap sibuk.
"Lo 'gak anterin dia?" tanya Dimas lagi.
"Dia 'gak mau," jawab Arya.
"Lo 'gak coba maksa dia? Lo emang bener-bener cowo yang 'gak peka. Dia 'kan lagi sakit. Kenapa lo biarin dia pulang sendiri. Ini juga udah malem," Dimas benar-benar tidak habis pikir dengan Arya.
"Gue udah nawarin dan dia 'gak mau," kata Arya membela diri.
"Terserah lo Ar, gue pulang dulu," Dimas meninggalkan Arya.
Arya menghela nafas dan menyeka wajahnya kasar.
"Hah, salah mulu gue," kata Arya pada diri sendiri.
Arya bersiap-siap pulang dan melihat obat Indi tergeletak di atas meja. Arya mengambil obat itu, lalu pulang.
Pov Indira.
"Maaf ya Nin, tante pulang kemaleman," kata Indi pada Nina, sesampainya di rumah.
"'Gak apa tante, Evan juga udah tidur," Nina membereskan meja makan, yang tadi dia gunakan untuk makan malam.
"Tante pucat sekali, tante sakit?" tanya Nina.
"Tante hanya sedikit pusing, nanti juga sembuh," kata Indi, lalu masuk ke kamar Evan dan mengecup kening anaknya.
"Nina pulang ya tante. Tante jangan lupa minum obat," kata Nina berpamitan.
"Iya Nin, makasih ya," Indi mengantar Nina ke depan pintu.
Indi masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya yang terasa capek luar dalam.
"Kuatkan aku, Ya Tuhan. Aku butuh pekerjaan ini," kata Indi dan air mata mengalir begitu saja.
Indi membersihkan badannya, lalu makan dan meminum obat sakit kepala. Dia tidak mau sakit. Karena dia masih harus mengurus Evan.
Drrtt..ddrrtt.. Ponsel Indi berbunyi singkat, menandakan ada chat masuk.
Chat Boss Dingin : 'obat dari dokter untukmu, ada sama saya. besok diambil.'
Indi hanya menghela nafas membaca chat dari Bossnya. Dia akan bertahan sekuat tenaga menghadapi Bossnya yang dingin dan suka marah gak jelas. Mungkin karena memang umurnya masih muda. Walaupun Indi selalu merasa tertekan bekerja bersama Arya, tapi Indi senang bisa bekerja di perusahaannya. Karena selain menjadi sekretaris adalah keahliaannya, tetapi dia juga benar-benar membutuhkan pekerjaan itu.
Drrtt..ddrrtt.. Chat masuk.
Chat Boss Dingin : 'kamu baik-baik saja?'
Huftt..Indi membuang nafas kasar.
Chat Indi P : 'saya baik-baik saja.terimakasih'
Indi membalas singkat pesan dari Arya. Dia tidak mau Arya terus mengiriminya pesan, kalau dia tidak membalas. Indi mematikan ponselnya lalu pergi tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Riani
sekuntum bunga untukmu Thor
2022-06-18
1
Nur Adam
maap klu salah
2022-04-25
2
Nur Adam
thoor nulisj jgn kebykan pov mlu,,ckck
2022-04-25
2