Setelah Indi menceritakan pada Arya, tentang apa yang dikatakan oleh Evan, Arya langsung menanyakan lagi perasaan Indi padanya.
"Jadi, sekarang gimana kamu sama aku Ndi?" tanya Arya pada saat perjalanan pulang dari kantor ke rumah Indi.
"Gimana apanya?" Indi balik bertanya untuk menutupi kegugupannya.
"Kamu masih 'gak mau nerima aku jadi pacar kamu?" tanya Arya masih fokus menyetir.
"Umur aku udah 'gak pantes buat sekedar pacaran Ar," Indi menatap ke jendela samping.
Tiba-tiba Arya menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Indi langsung menatap Arya.
"Kalau gitu ayo kita nikah," Arya dengan suara tegas, mengatakan itu.
Indi terdiam mendengar ucapan Arya. Dia tidak menyangka Arya akan mengatakan itu.
"Kenapa diem Ndi? Ayo nikah kalau itu yang kamu mau," kata Arya lagi.
"Nikah 'gak segampang itu Ar. Dan juga, kamu tahu sendiri status aku," Indi menghela nafas.
"Aku 'gak mandang status kamu Ndi. Dan aku juga akan menyayangi Evan seperti anak aku sendiri," kata Arya lagi.
Indi terdiam mendengar perkataan Arya. Dia mengusap air matanya yang telah jatuh di pipinya. Arya membawa Indi ke dalam pelukannya.
"Jangan nangis, please. Aku ikutan sedih," Arya mengusap punggung Indi. "Kita bicarain nanti lagi, sekarang pulang dulu ya."
Indi hanya mengangguk. Arya melepaskan pelukannya dan melajukan kembali mobilnya.
Setelah sampai di rumah, Indi mempersilahkan Arya untuk mampir. Indi melihat Evan masih nonton TV di ruang keluarga.
"Kok belum tidur sayang?" tanya Indi mengecup pipi Evan.
"Belum ngantuk Mah," Evan mencium balik pipi Indi.
"Kalian udah pada makan?" tanya Indi pada Nina yang masih di situ dan Evan.
"Udah Tante, Evan juga udah makan," jawab Nina.
"Ya udah, Tante ke depan dulu, ada tamu," Indi ke ruang tamu, setelah meletakkan tas kerjanya di kamar.
Indi membawakan secangkir kopi untuk Arya.
"Sorry lama Ar," Indi duduk di samping Arya.
Arya menggeser duduknya menghadap ke Indi, dan menatap intens mata Indi. Indi merasa gugup ditatap seperti itu oleh Arya.
"So, gimana kelanjutan obrolan kita?" tanya Arya sambil tersenyum manis.
"Hmm, setelah aku pikir-pikir, boleh juga kita saling mengenal lebih dalam lagi. Sebelum memutuskan untuk ke jenjang selanjutnya," Indi menjawab dengan tenang. Padahal di dalam sana, jantungnya udah bergemuruh 'gak karuan.
"Berarti kita pacaran Ndi?" Arya bertanya lagi untuk meyakinkan.
Indi hanya mengangguk, sambil tersenyum. Pipinya mungkin sudah merah karena menahan malu. Umurnya sudah tidak muda lagi, tapi dia merasa senang bisa merasakan pacaran lagi.
"Yeeayyy, wohooo," Arya jingkrak-jingkrak saking senangnya.
"Astaga, dasar bocah," Indi mengelus dada sambil geleng-geleng. "Untung sayang."
"Bocah, tapi bisa bikin bocah loh Ndi," Arya mengerlingkan matanya.
"Iisshh, mulutnya perlu sekolah," Indi menabok lengan Arya.
Evan yang mendengar teriakan Arya langsung menuju ruang tamu.
"Om Arya kenapa?" tanya Evan.
Arya langsung mendekati Evan dan menggendongnya.
"Mama kamu terima Om Arya jadi pacarnya," Arya memutar-mutar tubuh Evan di dalam gendongannya.
"Wooaahh, Om Arya mau jadi Papa Evan?" pertanyaan Evan membuat Arya berhenti dan membuat Indi kaget.
"Evan mau kalau Om Arya jadi Papa Evan?" tanya Arya pada Evan menegaskan.
"Mau Om, Evan mau Mama juga bahagia," kata Evan tersenyum riang.
Indi meneteskan air matanya mendengar ucapan Evan. Arya memeluk Evan dan membawa Indi ke pelukannya juga. Nina yang melihat kejadian itu, ikut terharu.
Satu minggu berlalu, sejak Arya dan Indi memutuskan untuk berpacaran. Arya semakin posesif dan perhatian dengan Indi dan Evan. Sebisa mungkin Arya membuktikan kalau dirinya layak untuk menjadi pendamping Indi. Setiap hari Indi diantar jemput oleh Arya. Tapi Indi masih belum mau hubungannya dengan Arya diketahui orang lain. Indi tidak mau dibilang tidak profesional.
"Selamat pagi Indi," Arya menyapa Indi yang sedang membereskan mejanya. Padahal tadi mereka berangkat bersama.
"Selamat pagi Pak," Indi membalas dengan senyuman.
"Pagi Indi," Dimas yang berada di belakang Arya ikut menyapa.
"Pagi Dim," Indi membalas.
"Gak usah nyapa Indi," Arya berkata ke Dimas dengan penekanan. Lalu menyeret Dimas ke dalam ruangannya.
Indi hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang Boss sekaligus sang Pacar.
Di dalam ruangan Arya.
"Kenapa sih Lo?" tanya Dimas menatap Arya.
"Indi milik gue, Lo jangan ganjen," Arya melirik tajam ke arah Dimas.
"Gue tahu kali. Lo udah jadian?" tanya Dimas penasaran.
Arya tersenyum mendengar pertanyaan Dimas. Lalu mengangguk malu.
"Oh my Good, seorang Arya yang dingin sudah mencair karna cinta," Dimas menutup mulutnya tidak percaya.
"Lo jangan ember ya. Indi 'gak mau ada orang lain yang tahu. Dia 'gak mau dikira 'gak profesional," Arya meminta pada Dimas.
"Beres itu mah. Yang penting traktirannya," Dimas nyengir kuda.
"Ya udah, ntar malem gue traktir. Bareng Indi dan Evan," kata Arya kemudian fokus pada keyboardnya.
"Arini ikut 'gak?" tanya Dimas.
"Lo ajak aja, dia pasti mau," Arya kembali menatap layar komputernya.
"Ya udah, gue kerja dulu," Dimas keluar dari ruangan Arya.
"Ehem, yang udah jadian," Dimas meledek Indi yang tengah sibuk membereskan dokumen.
"Ssttt, jangan berisik, nanti ada yang denger," Indi tengok kanan kiri. Takut ada yang mendengarkan obrolan mereka.
"Ya elah, di sini kan cuma ada gue, Lo sama Arya aja," Dimas tertawa.
"Gue tabok lo ya," Indi gemas dengan kelakuan Dimas.
"Ampun nyonya Boss, hahaha," Dimas langsung kabur ke mejanya.
Indi melemparkan tatapan membunuh. Dimas hanya tertawa.
Malam ini Arya mengajak Indi dan Evan makan malam di luar. Nina juga diajak sekalian. Dimas mengajak Arini karena Arya sudah mengijinkan.
"Kak Indi," Arini langsung berteriak ketika bertemu dengan Indi. Dan memeluk erat Indi serta cipika cipiki.
"Makasih ya kak, udah mau nerima kak Arya yang kaya gunung es," Arini melirik Arya, dan langsung mendapat tatapan balik dari Arya.
"Aku yang bersyukur bisa sama Arya," Indi tersenyum dan menatap Arya. Yang ditatap langsung malu-malu kucing.
"Astaga, baru kali ini lihat si Boss malu," hahaha Dimas tertawa keras.
"Mau dipotong gaji Lo Dim," Arya menatap tajam Dimas.
"Gak usah kejam kamu Ar," Indi menenangkan Arya.
"Engga sayang," Arya langsung melembut.
Hahahaha semua yang disitu tertawa.
"Om Arya takut sama Mama," Evan meledek Arya.
"Mama kamu kalau marah nakutin," Arya berbisik ke Evan. Dan langsung mendapat cubitan di pinggang dari Indi.
Arya tersenyum kuda. Dan merangkul pundak Indi.
Makan malam berjalan dengan canda tawa. Semuanya senang meledek Arya, yang menjadi pribadi yang lain semenjak mengenal Indi. Saat ini Indi merasa sangat bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments