Pov Indi.
Indi masuk ke dalam toilet Rumah Sakit, dan dia langsung menutup mulutnya, menangis terisak. Indi mencoba kuat di depan anaknya, tapi sebenarnya dia rapuh. Indi keluar toilet, setelah puas menangis dan mencuci wajahnya yang terlihat sembab.
"Indi," panggil Arya di sebelah pintu toilet.
"Arya," Indi sedikit kaget melihat Arya di sana, "Evan sama siapa?" tanya Indi mencoba tidak bertemu pandang.
"Sama Nina. Ayo, aku temenin kamu beli makanan buat Evan," kata Arya.
Indi terus mencoba mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau Arya melihat matanya yang sembab, karena menangis tadi. Arya sendiri tidak mau bertanya apa-apa. Dia menunggu Indi sendiri yang akan mencurahkan isi hatinya.
Setelah membeli makan di kantin Rumah Sakit, Indi dan Arya kembali ke kamar Evan.
"Sayang, makan dulu ya, Mama suapin," Indi menyiapkan makanannya.
"Tante, Nina pulang dulu ya. Besok Nina ke sini lagi," kata Nina berpamitan.
"Iya Nin, makasih ya. Kamu hati-hati pulangnya," Indi duduk di ranjang Evan.
Indi dengan sabar menyuapi anaknya, dan sesekali membelai lembut rambut Evan. Arya yang masih setia menemani Indi, melihat interaksi antara ibu dan anak itu. Terselip sedikit perasaan hangat, melihat perlakuan Indi kepada Evan.
Evan sudah tertidur setelah tadi minum obat.
"Kamu, gak pulang Ar?" tanya Indi.
"Ngusir nih ceritanya," Arya manyun karena merasa diusir.
"Eh, engga ngusir, tadi kan kamu masih banyak kerjaan," Indi bingung harus gimana ngomongnya.
"Aku mau nemenin kamu. Kita kan teman, harus saling suport," Arya mendekati Indi, yang masih duduk di ranjang Evan.
Indi membelai lembut kepala Evan yang diperban. Membelai setiap luka lecet, yang ada di pipi dan tangan Evan. Tangannya bergetar, matanya terasa panas. Indi mencoba menahan air matanya.
"Ya Tuhan, jagalah anakku, jangan sampai terjadi apa-apa lagi dengannya," Indi berdoa dalam hati. Satu butir air matanya lolos.
"Ndi," Arya mengusap pelan lengan Indi. "Kalau mau cerita, aku siap kok. Kita kan temen," Arya berbicara dengan lembut.
Indi menengok menatap Arya. Tatapan Indi yang sendu, membuat Arya sedikit merasakan sesak di dadanya. Arya langsung memeluk Indi. Indi kaget dan mematung. Arya menepuk pelan punggung Indi, air mata Indi lolos begitu saja. Dia menangis sesenggukan di dalam pelukan Arya.
Puas menangis, Indi mendorong pelan tubuh Arya. Arya melepaskan pelukannya. Indi menunduk, merasa malu telah menangis di depan Arya, apalagi di pelukan Arya.
"Gak usah malu karena nangis Ndi. Semua orang butuh pelepasan buat perasaannya," Arya mengusap lembut kepala Indi. Indi mendongak, dan melihat senyuman Arya.
"Makasih Ar," Indi langsung mengalihkan pandangannya, karena tidak kuat melihat senyuman Arya. Jantung Indi bereaksi berlebihan.
"Itu gunanya temen," Arya berjalan menuju sofa, dan duduk di sana.
Arya merasakan jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya, tapi dia mencoba tetap tenang.
"Kamu 'gak pulang Ar? Aku 'gak apa kok sendirian," Indi melihat Arya sedang sibuk dengan ponselnya.
"Hmm, kalau gitu aku balik ke kantor dulu aja ya Ndi. Dimas barusan chat," Arya beranjak mendekati Indi.
"Makasih ya, dan hati-hati," Indi melambaikan tangan.
Hari sudah sore, saat Arya memutuskan untuk kembali ke kantornya.
"Anaknya Indi, 'gak apa Ar?" tanya Dimas ketika Arya sampai di ruangannya.
"Gak apa, cuma lecet lumayan banyak," kata Arya sambil menatap layar komputernya.
"Indi, cewe yang keren ya Ar. Bisa ngurusin anaknya sendirian gitu," Dimas berbicara, tapi Arya sudah tidak mendengarkan. Dia sedang melamun.
"Lo hebat Ndi. Gue salut sama lo. Lo bisa begitu kuatnya di depan Evan. Tapi sebenarnya lo lemah. Apalagi kalau Evan kenapa-napa," Arya membatin memikirkan Indi.
"Ar, heloooww," Dimas melambaikan tangannya di depan muka Arya. Arya masih dalam dunianya. Dimas akhirnya menepuk pundak Arya, sampai Arya tersadar.
"Eh, kenapa Dim?" tanya Arya.
"Ngelamunin apa lo? Mikirin Indi ya?" Dimas menaik turunkan alis, meledek Arya.
"Berisik lo," Arya melemparkan bolpoin ke arah Dimas.
"Eits, santuy bro, 'gak usah ngegas," Dimas cengar cengir.
"Menurut lo gimana Dim?" tanya Arya.
"Gimana apanya?" Dimas balik bertanya.
"Ditanya malah nanya lo," Arya mulai kesal.
"Hahaha, nah lo nanya 'gak jelas," Dimas duduk di sofa, menyandarkan tubuhnya. "Kalau lo suka ya udah jalanin Ar."
"Tapi, Indi kan ...," Arya tidak menyelesaikan ucapannya.
"Janda? Punya anak juga?" Dimas tahu maksud Arya.
Arya mengangguk.
"Kalau lo mau nerima status Indi ya, why not," kata Dimas memberi pencerahan. "Lo juga udah deket kan sama anaknya Indi?" tanya Dimas.
"Gue masih ragu Dim," Arya menyugar rambutnya ke belakang.
"Terserah lo Ar, jangan sampe nyesel," Dimas menasihati Bossnya, sekaligus sahabatnya itu.
Arya merenungkan ucapan Dimas. Dimas meninggalkan Arya yang sedang bimbang.
Di rumah sakit, Indi menunggu Evan sambil menyelesaikan pekerjaannya. Tadi Indi sempat membawa laptop dan pekerjaannya ke Rumah Sakit. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00. Indi masih tetap terjaga.
Tok..tok..tok.. Pintu ruangan Evan terbuka. Evan sudah dipindahkan ke ruangan rawat. Arya masuk ke ruangan Evan. Indi masih fokus pada laptopnya, tidak mendengar ada yang mengetuk pintu.
"Malem Ndi," Arya menyapa dan membuat Indi berjengit kaget.
Indi memegang dadanya yang bertalu begitu cepat karena kagetnya.
"Malem Ar, kaget loh," Indi menengok ke arah Arya. "Ngapain malem-malem ke sini Ar?" tanya Indi tanpa basa basi.
"Gak ngapa-ngapain Ndi. Pengen ketemu kamu aja," Arya berkata santai. Indi yang 'gak santai.
"Tapi kan udah malem Ar. Kamu 'gak istirahat aja," kata Indi menenangkan jantungnya, yang entah kenapa berdetak lebih cepat.
"Kamu ngusir nih," kata Arya, duduk di sebelah Indi.
"Ya 'gak ngusir, cuma kasihan kamu. Besok kan bisa ke sini lagi," kata Indi membereskan pekerjaannya, sudah tidak ada niatan untuk menyelesaikannya.
"Aku pengen nemenin kamu Ndi," kata Arya menyandarkan tubuhnya di sofa tempat dia duduk.
"Ini orang kenapa sih, 'gak jelas banget dari tadi pagi," Indi membatin, sambil melihat ke arah Arya.
"Kenapa liatin aku gitu?" Arya memergoki Indi sedang memperhatikannya.
"Gak apa," Indi langsung buru-buru membuang muka, dan melihat ke arah lain.
"Ndi," panggil Arya.
"Kenapa?" Indi melihat ke arah Arya lagi, dan kali ini matanya bertautan dengan mata Arya. Deg..deg..deg.. Jantung Indi berdetak lebih cepat, dan sepertinya suara detakannya bisa sampai ke telinga Arya.
Arya mencoba mendekatkan wajahnya ke wajah Indi. Indi hanya diam, tersihir dengan wajah Arya yang ternyata begitu tampan. Indi memejamkan matanya, pikirannya sudah entah kemana. Arya semakin dekat dan bisa merasakan nafas Indi yang panas.
"Mah," Evan memanggil Indi.
Indi langsung beranjak dari posisinya, dan menabrak meja.
"Awww," Indi mengaduh dan berjalan ke tempat tidur Evan.
"Kenapa sayang? Ada yang sakit?" tanya Indi pada Evan.
"Evan haus Mah," Evan meminta minum pada Indi. Indi mengambilkan minum, dan membantu Evan minum.
Arya memejamkan matanya, karena malu dengan apa yang mau dia lakukan.
"Apa-apaan tadi," Arya merutuki dirinya dalam hati.
Indi melirik ke arah Arya dan tersenyum malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
arum sari prihatin
hahah, jadi ikut bayangin thor 🤣
2022-06-05
2