Pov Indira.
"Hai, Indi," sapa Ardi, yang kebetulan bertemu di kantin kantor.
"Hai, Di," Indi menyapa sopan.
"Lama gak ketemu ya Ndi, gimana kabar kamu?" Ardi bertanya.
"Baik, Di," Indi berjalan menuju tempat duduknya. Hari ini Indi makan di kantin, karena Arya dan Dimas sedang pergi melihat lokasi proyek. Indi tidak diperbolehkan untuk ikut, karena takut kejadian dulu terulang lagi.
"Tumben ke kantin Ndi?" tanya Ardi yang duduk satu meja dengan Indi.
"Iya, ini lagi pengen aja," Indi tidak mungkin jujur, kalau selama ini dia makan siang bareng Bossnya sendiri, alias pacarnya.
Lagi makan enak-enak, terdengar gunjingan tepat di belakang Indi.
"Itu Bu Indi, keren juga ya, kemaren gosipnya sama Pak Boss. Hari ini, makan bareng sama Pak Ardi," bisik-bisik di belakang Indi, yang terdengar jelas di telinga.
"Iya iihh, kita kalah saing sama Mahmud," terdengar tawa ejekan juga.
Telinga Indi serasa panas dan seperti di tusuk-tusuk. Membuat nafsu makan hilang.
"Gak usah didengerin Ndi," Ardi yang juga mendengarnya, langsung menenangkan Indi.
"Iya Di, santai kok gue," Indi mencoba untuk tersenyum. "Gue udahan dulu ya Di, kenyang," Indi beranjak dari kursinya dan meninggalkan kantin.
Sebelum kembali ke ruangannya, Indi berniat untuk ke toilet sebentar, yang terletak tidak jauh dari kantin. Baru mau masuk ke toilet, terdengar lagi dua perempuan sedang membicarakan dirinya.
"Lo tahu gak, kemarin si Priska disuruh mengundurkan diri gara-gara gosipin sekretarisnya Boss. Padahal Priska katanya emang pernah lihat si Boss sama sekretarisnya berduaan loh," kata perempuan 1.
"Ya mereka kan Boss sama sekretaris, pasti selalu berdua dong. Kamu juga gosipin dia, apa gak takut juga suruh mengundurkan diri," kata perempuan 2.
"Buat apa takut, gue gak salah apa-apa. Emang kenyataannya gitu kok," perempuan 1 mulai nyolot. "Dia bisa dapet jabatan itu, mungkin karena ngerayu Boss kali ya," perempuan 1 tertawa sinis.
Indi langsung lari menuju lift ke ruangannya. Dia masih mencoba tenang, walaupun hatinya benar-benar sakit, dan dia ingin memangis. Sampai di ruangannya, Indi berlari sambil mengusap air matanya. Dia menabrak seseorang.
"Kamu kenapa Ndi?" suara itu langsung membuat air mata yang dia tahan, tumpah seketika. Arya membawa Indi ke dalam ruangannya. Arya dan Dimas sudah kembali dari proyek. Arya hendak mencari Indi, karena Indi tidak ada di mejanya. Dan dia malah disuguhkan pemandangan yang membuat hatinya seperti dicubit.
Di dalam ruangan privat Arya.
Arya mendudukan Indi di atas kasur yang ada dalam ruangan itu. Indi masih menangis.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Arya lembut, sambil mengusap air mata yang menetes di pipi Indi.
Indi masih menangis dan belum bisa menjawab pertanyaan Arya. Arya mengerti dan memeluk Indi erat, mencoba menenangkan Indi.
Setelah beberapa menit, Indi mulai bisa menguasai diri. Dia ambil nafas dalam dan mengurai pelukannya dengan Arya.
"Makasih," kata Indi tersenyum tipis.
"Kamu kenapa hemm?" tanya Arya lagi sambil mengusap kepala Indi.
"Ar, apa hubungan kita ini salah?" tanya Indi membuat Arya menaikkan satu alisnya. "Kita atasan dan bawahan, tapi menjalin hubungan spesial. Apa itu salah?"
"Gak ada yang salah sayang, kita di sini masih tetap profesional. Tidak mencampuradukkan masalah pribadi kita. Di kantor, aku tetap atasan kamu, dan kamu harus hormati aku. Tapi, kalau di luar kantor, kamu kekasih aku. 'Gak ada yang salah kan," Arya mencoba memberi penjelasan atas pertanyaan Indi. Dia masih belum tahu kenapa Indi tiba-tiba menangis dan menanyakan hal itu.
"Dulu, waktu kamu kasih aku kerjaan ini, apa karena kamu udah suka sama aku? Jadi aku dapetin kerjaan ini, bukan karena prestasi aku," Indi menatap ke arah Arya.
"Dulu, waktu pertama kali ketemu kamu, aku benci sama kamu. Hehehe, karena aku tipe orang yang gak suka dikritik. Dan kamu yang dulu itu benar-benar udah bikin aku naik darah. Jadi aku terima kamu bukan karena aku suka kamu, tapi karena prestasi kamu. Kamu pantas mendapatkan kerjaan ini," Arya bicara dengan santai sambil memegang tangan Indi.
"So, kenapa kamu nangis, dan kenapa kamu nanya soal itu?" Arya menatap tajam ke arah Indi.
Indi yang ditatap seperti itu langsung menunduk. Walaupun Arya lebih muda dari Indi, tapi auranya terkadang lebih dominan.
Arya yang tidak sabar mendengar jawaban dari Indi, langsung mendongakan Indi dan mencium sekilas bibir Indi.
"Kalau gak mau ngomong, aku bakalan cium kamu sampai bibir kamu bengkak," Arya tersenyum miring.
Indi langsung refleks menutup mulutnya.
"Makanya ayo jawab pertanyaanku sayang," Arya mencium punggung tangan Indi yang menutupi mulutnya.
"Iisshh, sukanya cari kesempatan," Indi akhirnya membuka mulutnya. "Tadi aku denger karyawan-karyawan kamu ngomongin aku," Indi mengatakan yang sebenarnya. Tapi tidak detailnya.
"Siapa?" tanya Arya mode dingin.
"Gak tahu namanya, 'gak kenal," kata Indi.
"Ya udah, 'gak usah kamu pikirin. Kerja lagi sana!" Arya mengusir Indi.
"Siap, Pak Boss," Indi berdiri dan hormat pada Arya.
Arya hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum.
"Lucu banget si lo Ndi, kalau bukan di kantor udah gue terkam lo," Arya membatin.
Arya memanggil Dimas dan menceritakan apa yang terjadi sama Indi. Sudah dua kali ada kejadian seperti ini. Dan itu membuat Arya geram.
"Apa gue dan Indi kelihatan ngumbar kemesraan di depan karyawan lain Dim?" tanya Arya.
"Setahu gue sih, kalian berdua benar-benar profesional, gue aja kalau 'gak dikasih tahu kayanya cuma bisa nebak-nebak kaya mereka," kata Dimas.
"Apa ada yang 'gak sengaja lihat gue sama Indi dimana gitu," Arya bertanya-tanya.
"Kalau itu mungkin aja Ar," Dimas manggut-manggut setuju.
"Tapi, gue jarang loh jalan berdua gitu sama Indi. Seringnya di rumah," Arya berpikir lagi.
"Ngapain lo di rumah?" Dimas meledek.
"Main aja Dimas, sama Evan anaknya Indi," kata Arya menajamkan kata main.
"Ya siapa tahu, setelah Evan tidur, lo berduaan terus ... " Dimas tidak menyelesaikan kalimatnya karena dilempar bolpoin oleh Arya.
"Pikiran lo perlu dicuci," Arya menatap tajam Dimas.
"Gak papa kali Ar, udah dewasa juga. Dan lagi Indi ... " belum selesai bicara lagi, Dimas dilempar mouse oleh Arya.
"Hahaha, ampun Boss," Dimas langsung melarikan diri.
"Sialan Dimas, ngeracuni otak gue aja. Hahh," Arya mengelus dadanya dan menarik nafas dalam.
Tok..tok..tok. Ruangan Arya diketuk.
"Masuk," Arya mempersilahkan masuk.
"Pak, saya bawa dokumen yang harus Bapak tanda tangani," Indi masuk dan dipenglihatan Arya itu seperti slow motion.
Arya baru kali ini melihat Indi begitu cantik dan menawan. Dia langsung menggeleng kencang, dan membuang pikiran-pikiran 'gak jelas.
"Gara-gara Dimas gue jadi gini, sial lo Dim," Arya membatin geram.
"Pak, Bapak tidak apa-apa?" tanya Indi cemas.
"Hemm, 'gak apa Ndi," Arya cepat-cepat menandatangani dokumennya.
"Makasih Pak," Indi memberikan senyuman pada Arya, yang membuat Arya kaku di tempat.
Arya mengusap kasar wajahnya.
"Dimaaaas, awas lo ya," Arya mengepalkan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
DARYATI SPd
sabar indi
2022-04-24
2