Pov Indira.
Ponsel Indi berdering, ketika dia sedang siap-siap untuk tidur.
Call On.
"Hallo," Indi mengangkat tanpa melihat siapa yang menelponnya.
"Gimana kaki kamu?" ternyata Arya yang menelponnya.
"Baik Pak, udah mendingan," Indi berubah gugup, tahu siapa yang menelpon.
"Kenapa Pak? Ini kan diluar jam kerja," Arya mencoba mengingatkan Indi.
"Eh, iya sorry, Arya," Indi menutup mukanya, malu sendiri.
"Kaki kamu beneran udah 'gak apa?" tanya Arya lagi.
"Iya, udah 'gak apa kok, besok bisa ke kantor," kata Indi merebahkan tubuhnya di kasur.
"Besok aku jemput aja ya, biar kaki kamu gak tambah parah kalau naik taksi," kata Arya, membuat keputusan.
"Sama aja kali, naik taksi atau dijemput juga," Indi membatin.
"Indi," panggil Arya.
"Eh, iya kenapa?" Indi tersadar.
"Besok, aku jemput jam 07.30 ya. Kamu istirahat."
"Oke Arya, selamat malam."
Call off.
Indi mematikan teleponnya dan langsung menutupi wajahnya dengan selimut. Pipinya serasa panas, dan jantungnya berdebar sangat cepat. Indi bukan pertama kalinya merasakan seperti ini. Tapi kali ini berbeda.
Besoknya, Arya benar-benar menjemput Indi. Di depan rumah, Arya tersenyum lebar karena disambut oleh Evan.
"Pagi jagoan, mau berangkat sekolah?" tanya Arya pada Evan.
"Iya Om," jawab Evan. "Om mau jemput Mama ya," kata Evan tersenyum.
"Iya, Mama kamu kan lagi sakit," kata Arya mencubit hidung Evan.
Indi melihat interaksi Arya dan Evan lalu tersenyum.
"Sayang, Mama berangkat kerja dulu ya. Kamu hati-hati berangkatnya sama kak Nina," pamit Indi pada Evan lalu mencium kening Evan.
"Titip ya Nin," kata Indi pada Nina.
"Mama, hati-hati. Om, makasih ya," Evan melambaikan tangan.
Indi tersenyum dan melambaikan tangan.
"Kamu wanita yang hebat Ndi," Arya tiba-tiba bicara seperti itu.
"Apa Ar?" Indi tidak begitu paham dengan kata-kata Arya.
"Kamu bisa membesarkan Evan sendirian dan dia jadi anak yang begitu hebat," kata Arya lagi.
"Aku selalu mencoba yang terbaik buat anakku," kata Indi, tersenyum simpul.
Perjalanan ke kantor begitu cepat. Tidak sampai 30 menit mobil Arya sudah terparkir di basement kantor.
"Pak sebaiknya saya keluar dulu, baru Bapak turun. Saya tidak mau ada yang melihat dan menjadi omongan karyawan lain," Indi mencoba menenangkan diri. Dia takut ada yang melihatnya satu mobil dengan Bossnya.
Setelah merasa aman, Indi langsung keluar dan berterima kasih pada Arya. Indi buru-buru masuk ke lift dan memencet lantai ruangannya.
Pov Arya.
"Gue baru tahu ada cewe hebat seperti Indi," kata Arya, pada diri sendiri.
Tok..tok.. Kaca mobil Arya diketuk dari luar. Arya membuka kaca mobilnya dan muncul muka Dimas.
"Pagi Boss, gak masuk?" tanya Dimas.
"Ini mau masuk. Bareng," Arya menutup kaca mobil dan keluar dari mobilnya.
"Kenapa bengong di dalam mobil?" tanya Dimas sambil tersenyum.
"Gue 'gak bengong. Lagi keinget seseorang," kata Arya santai.
"Indi?" tebak Dimas. Secara tidak sengaja, tadi Dimas melihat Indi keluar dari mobil Arya.
"Bukan urusan lo," kata Arya, meninggalkan Dimas yang terus memojokkannya.
Sampai di lantai ruangannya, senyum langsung mengembang di bibir si Boss yang biasanya dingin dan datar.
"Pagi Indi," sapa Arya. Dimas langsung melotot melihat Bossnya menyapa duluan.
"Pagi Pak," kata Indi membungkukkan badan dan tersenyum.
Seperginya Boss ke ruangan, Dimas langsung melihat Indi dengan tatapan curiga.
"Ada apa ...," belum selesai ngomong, suara menggelegar Arya memanggil Dimas.
"Dimaaass, ke ruangan saya," Dimas langsung buru-buru ke ruangan Bossnya.
Indi hanya tertawa dan geleng-geleng. Indi teringat dengan senyuman Bossnya yang tidak pernah dia tampakkan sebelumnya.
"Apa yang gue pikirin? Kerja, kerja," Indi membuang jauh-jauh pikirannya dan kembali bekerja.
"Hari ini apa kegiatan saya?" tanya Arya pada Dimas dingin.
"Kenapa dingin lagi, bukannya tadi udah senyum-senyum," Dimas bergumam dalam hati.
"Dimas," suara tegas Arya menyadarkan Dimas.
"Hari ini ada rapat makan siang sama client Pak. Lalu sorenya kita harus ke lokasi untuk mengecek kegiatan, supaya hal yang kemarin tidak terjadi lagi," kata Dimas membacakan kegiatan Arya.
"Apa kejadian kemarin sudah kamu bereskan?" tanya Arya.
"Sudah Pak. Itu karena kelalaian pekerja. Saya sudah memberi peringatan," kata Dimas.
"Kasih pekerja itu pesangon dan bilang dia tidak bekerja lagi di proyek kita," kata Arya tegas.
"Baik Pak, saya permisi," Dimas keluar dari ruangan Arya.
Si Boss kalau lagi serius bisa membuat karyawannya kagum dan ikut serius juga. Seorang Dimas yang biasanya santai menanggapi Arya, langsung ikut serius.
Tok..tok..tok.. Indi mengetuk ruangan Arya.
"Masuk," suara Arya terdengar.
Indi masuk dan berjalan perlahan. Kakinya masih sedikit sakit kalau dibawa jalan.
"Permisi Pak, ini dokumen yang harus Bapak tanda tangani. Dan ini, ada undangan makan malam dari Perusahaan Adijaya," Indi meletakkan dokumen dan menyerahkan undangannya.
Arya membaca sekilas undangannya.
"Acaranya besok. Kamu temani saya," kata Arya menatap Indi.
"Tapi, kaki saya masih sedikit sakit Pak," Indi beralasan. Sebenarnya, dia malas pergi ke acara seperti itu.
"Kalau masih sakit, kenapa masuk kerja?" Arya tiba-tiba beranjak dari kursinya.
"Ayo duduk dulu," kata Arya memapah Indi ke sofa di ruangannya.
"Udah 'gak sakit banget Pak. Tapi kalau harus berdiri lama, saya belum bisa Pak," Indi mencoba berdalih.
"Kamu banyak-banyak istirahat. Besok kamu temani saya," kata Arya tegas. Itu tandanya Indi tidak bisa menolak lagi.
"Baik Pak. Saya permisi kembali ke meja saya," Indi cepat-cepat keluar ruangan.
Pov Indi.
"Kyaaa... Apa itu tadi? Kenapa si Boss jadi aneh. Kadang lembut, kadang tegas tapi sedikit khawatir, kadang tersenyum manis," Indi menggelengkan kepalanya cepat.
"Kenapa lo, kesurupan?" tanya Dimas yang tiba-tiba datang.
"Lo ngerasain gak, si Boss sedikit lebih lembut dan gak dingin kaya biasanya?" tanya Indi.
"Itu sama lo doang, sama gue biasa aja," kata Dimas manyun.
"Gue udah merhatiin dari tadi pagi di basement," Dimas melihat ke arah Indi dengan tatapan curiga.
"Lo lihat gue keluar ..." kaget Dimas melihatnya.
"Iya gue lihat. Dan gue juga lihat senyum Arya mengembang kalau ketemu lo," Dimas bicara dengan penekanan.
"Gue 'gak tahu itu loh," Indi mencoba santai.
"Hahahaha, akhirnya gue bisa lihat lagi senyum Boss. Walaupun baru sedikit," Dimas tertawa senang. Membuat Indi bingung.
"Kenapa lo ketawa?" tanya Indi heran.
"Kayanya si Gunung Es udah sedikit mencair Ndi," kata Dimas sedikit berbisik.
"Dimas Ardian," gelegar suara Arya terdengar. Indi langsung pura-pura sibuk di mejanya. Sedangkan Dimas, mencoba tersenyum melihat Arya di depan pintu ruangannya.
"Masuk ke ruangan saya," suara Arya benar-benar membuat bulu kuduk berdiri.
Dimas mengangkat tangannya seraya berdoa, lalu ikut masuk ke ruangan Arya. Indi mengelus dadanya kaget dengan suara Arya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Ida Maulida
lucu...dan ngakak terus...bacanya
2023-08-12
1
vhieh
mulai ada rasa nih c arya sama indi❤❤.
Aku mampir thor, sambil membawa flower untukmu. Semangat thor, maaf enggak kasih like soalnya enggak ada like nya😅😅 salam dari karya Izinkan Aku Pergi(Aku Lelah)
2022-06-09
1
sarif Hidayatullah
seru thor
2022-06-02
2