Sudah satu minggu Indi bekerja di perusahaan Arya. Hampir setiap hari, ada saja yang bikin si Boss marah 'gak jelas. Indi masih mencoba bersabar dengan kelakuan Bossnya.
"Ke ruangan saya," Arya memanggil Indi lewat interkom.
Tok..tok..tok
"Masuk," Indi masuk dan mendekat ke meja Arya.
"Ada apa Pak?" tanya Indi.
"Nanti malam ada jamuan makan dengan mitra perusahaan. Kamu temani saya," kata Arya sambil memeriksa dokumen.
"Biasanya Bapak sama Dimas," kata Indi mencoba menolak.
"Saya mau, kamu temani saya nanti," kata Arya melihat Indi.
"Tapi Pak, anak saya sendirian di rumah," kata Indi lagi.
"Minta penjaganya menunggu lebih lama dari biasanya. Silahkan keluar," Arya mengusir Indi.
Indi langsung keluar dan mencoba menghubungi Nina.
Call on.
"Hallo, tante," sapa Nina di telepon.
"Nin, hari ini tante pulang telat, kamu jagain Evan ya," kata Indi.
"Iya tante, Nina akan temenin Evan sampe tante pulang," kata Nina.
"Makasih ya Nin, tolong sampein ke Evan, tante pulang telat."
"Iya tante."
Call off.
Indi menutup telepon dan menghela nafas berat.
"Kenapa?" tanya seseorang mengagetkan.
"Astaga Dimas," Indi menjengit kaget.
"Kenapa sih?" tanya Dimas lagi.
"Gue harus nemenin Boss lo ke acara makan malam. Males banget gue," kata Indi manyun.
"Makan malam?" Dimas tanya lagi. "Bukannya dia ... " belum selesai ngomong, Dimas udah dipanggil Arya.
"Dimas, masuk," panggil Arya dingin.
Dimas langsung masuk mengikuti Arya yang tadi berdiri di depan pintu.
"Sejak kapan Gunung Es pindah ke situ?" Indi bicara sendiri sambil tersenyum geli.
Pov Arya.
"Kenapa Ar?" tanya Dimas.
"Lo ngapain sama Indi?" tanya Arya dingin.
"'Gak ngapa-ngapain, cuma ngobrol," jawab Dimas santai.
"Belum jam istirahat udah ngobrol. Kurang kerjaan lo?" Arya melihat tajam ke Dimas.
"'Gak Boss. Kerjaan udah numpuk. Ampun," kata Dimas memelas.
"Lo cariin gaun buat Indi, yang biasa aja," kata Arya sambil berjalan ke kursinya.
"Gaun buat apa?" tanya Dimas.
"Acara makan malam nanti," jawab Arya.
"Bukannya lo ga mau pergi ya?" tanya Dimas penasaran.
"Berubah pikiran," Arya mulai mengetik di keyboardnya, "Udah sana lo," usir Arya.
"Gue gak tahu ukuran baju Indi Boss," Dimas menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Arya tidak mengomentari keluhan Dimas. Dimas langsung keluar dan sedikit membanting pintu. Indi yang sedang konsentrasi langsung kaget dan latah.
"Eh, copot, copot," Indi membungkam mulutnya, "Kenapa lo Dim?" tanya Indi.
"Noh, Boss lo, ada aja permintaannya. Gak masuk akal pula," kata Dimas menghela nafas berat.
"Emang dia minta apa?" tanya Indi penasaran juga.
"Minta dibeliin gaun," kata Dimas jujur.
Indi langsung ngakak parah denger si Boss minta dibeliin gaun.
"Wah, parah Boss lo, gaunnya mau dipake dia?" hahahaha Indi masih tertawa.
"Engga lah, dia minta gue beliin gaun buat lo makan malam nanti," kata Dimas keceplosan.
"Gaun buat gue?" tanya Indi gak percaya.
"Eh, engga, gue salah," kata Dimas langsung nyengir ragu.
"Dimaaaassss, lo 'gak ada kerjaan ya," teriak Arya dari dalam ruangannya.
"Ketahuan kan lo, hahaha," Indi mencibir Dimas.
Dimas langsung buru-buru pergi.
Malamnya, Indi sudah merapikan dandanannya dan siap untuk berangkat. Hanya menunggu Bossnya keluar dari sarangnya, eh ruangannya.
"Pakai ini," kata Arya tiba-tiba, sambil meletakkan bungkusan di atas meja Indi.
"Apa ini Pak?" tanya Indi.
"Makan malam nanti ada dresscode-nya, dan pakaian kerjamu tidak cocok untuk ke sana," kata Arya dingin.
"Kalau gitu saya tidak usah ikut ya Pak," kata Indi ada sedikit rasa sakit karena penampilannya dikritik.
"Kamu ikut temani saya, dan pakai baju itu. Saya tunggu di lobby," Arya hendak pergi. "Kalau dalam 15 menit kamu tidak muncul juga, akan saya tarik paksa kamu," Arya pergi meninggalkan Indi yang sudah dongkol.
Setelah berdebat dengan batin sendiri, akhirnya Indi sampai di lobby, memakai gaun yang diberikan oleh Arya. Gaun hitam panjang dengan belahan samping dan kerah sabrina. Indi benar-benar tidak nyaman dengan gaun itu, tetapi dia tetap memakainya.
"Pak," panggil Indi.
Arya melihat Indi dari atas sampai bawah. Walaupun sudah punya anak, tetapi Indi tetap memperhatikan bentuk tubuhnya. Jadi jangan ditanya bagaimana terpesonanya Arya melihat Indi.
"Pak, berangkat sekarang?" tanya Indi.
Arya masih terpaku dengan Indi. Dia tidak menjawab pertanyaan Indi.
"Pak," panggil Indi lagi lebih keras.
Arya langsung terperanjat dan kembali sadar.
"Ayo berangkat," kata Arya dingin dan langsung menuju mobil.
Acara makan malam ini memang benar-benar acaranya para Boss perusahaan. Ada yang datang dengan istrinya, ada yang datang dengan sekretarisnya juga. Seperti Arya dan Indi.
"Selamat malam Bapak Arya, selamat datang," sapa seseorang yang bertugas di depan pintu.
Arya hanya menatap dingin orang itu, Indi tersenyum sopan.
"Dasar gunung es, senyum dikit kek," Indi menggerutu dalam hati.
Arya bertemu dengan beberapa rekan bisnisnya. Indi hanya mengekor kemanapun dia pergi. Lelah mengekor, Indi meminta ijin untuk mengambil minuman.
"Pak, saya ke sana ya. Mau minum," Indi menunjuk ke tempat duduk sebelah kanannya.
"Jangan jauh-jauh nanti hilang," kata Arya datar.
Indi hanya memutar bola matanya dan langsung bergegas mengambil minum. Setelah meminum orange jusnya Indi mengirimkan chat ke Nina.
Chat Indi : 'Nin gimana Evan?udah tidur?'
Tidak ada balasan dari Nina, Indi memasukkan ponselnya ke tas. Indi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Terlihat Arya sedang berbincang dengan orang yang lebih tua. Tapi Indi tidak melihat orang yang seumuran dengan Arya.
"Wah, hebat juga si Boss, ternyata paling muda diantara yang lain," kata Indi sambil tersenyum bangga.
"Permisi, Indira bukan ya?" tanya seseorang.
"Iya, saya Indira. Maaf, siapa ya?" tanya Indi lupa-lupa ingat.
"Ilham, temen almarhum suami kamu," kata Ilham pada Indi.
"Oh iya, mas Ilham. Makanya tadi kaya pernah lihat dimana gitu," kata Indi tersenyum malu.
Ilham adalah salah satu teman suami Indi. Terkadang Indi bertemu tapi karena sudah lama jadi Indi lupa.
"Di sini sama siapa?" tanya Ilham.
"Sama Boss saya mas, Pak Arya Wijaya," jawab Indi sambil melihat ke arah Arya. Dan ternyata Arya juga sedang melihat ke arah Indi.
"Oh, kerja di Wijaya sekarang. Gimana kabar anak kamu?" tanya Ilham lagi.
"Baik mas. Mas Ilham ke sini sama siapa?" tanya Indi.
"Saya sendirian, sekretaris saya sedang tidak berangkat kerja," jawab Ilham tersenyum.
Tiba-tiba Arya datang dan langsung memegang tangan Indi.
"Ayo kita pulang," kata Arya dingin.
"Udah selesai Pak?" tanya Indi polos.
"Hmm," Arya hanya berdehem dan langsung menyeret Indi.
"Mas Ilham duluan ya," kata Indi sambil mengikuti langkah Arya.
Pov Arya.
Melihat Indi sedang mengobrol dengan pria lain rasanya Arya tidak rela. Arya langsung berpamitan dengan orang yang sedang mengobrol dengannya. Aryapun langsung mendekati Indi dan memegang tangannya.
Di parkiran.
"Cepat masuk mobil," kata Arya dingin.
Indi hanya menurut dan langsung masuk ke mobil. Arya menjalankan mobilnya dan mengantarkan Indi ke rumah.
"Acaranya belum selesai kenapa pulang Pak?" tanya Indi membuka obrolan.
"Kamu rugi saya ajak pulang?" Arya malah bertanya tidak masuk akal.
"Saya rugi kenapa Pak?" tanya Indi tidak mengerti.
"Tadi kan kamu sedang mengobrol dengan pria," Arya mendengus.
"Itu teman suami saya Pak. Saya tidak begitu mengenalnya," Indi menjelaskan.
"Kenapa menjelaskan ke saya," Arya semakin dingin.
"Karena Bapak sepertinya tidak suka saya mengobrol dengan Mas Ilham," kata Indi mulai jengah dengan kelakuan Arya.
"Buat apa saya tidak suka. Terserah kamu mau ngapain aja. Itu hak kamu," kata Arya meninggi.
Indi tidak menanggapi ucapan Arya. Dia hanya diam dan menatap jendela samping mobil. Tapi kenapa ada rasa sesak di dadanya. Kata-kata Arya benar-benar membuatnya merasa aneh. Walaupun Arya pria yang dingin tapi baru kali ini ucapannya begitu mengena di hati Indi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments