Setelah memutuskan berteman dengan Arya, Indi merasa hidupnya sedikit berubah. Kini ada yang perhatian dengan dirinya. Selama ini, dia hanya fokus membesarkan Evan tanpa memikirkan dirinya sendiri.
"Selamat pagi," sapa Arya pada sekretarisnya, Indi, dengan senyum terpampang nyata di bibirnya.
"Pagi Pak," Indi menjawab dengan senyum merekah.
"Eitss, ada apa nih? Kaya' ada yang beda," Dimas yang datang bersamaan dengan Arya, menggoda Indi.
"Gak ada yang beda Dim," kata Indi melanjutkan aktifitasnya.
"Itu tadi, kenapa pada senyum-senyuman gitu," Dimas memperagakan senyuman Arya,
Indi yang melihatnya langsung tertawa.
"Lo harusnya bersyukur Dim. Boss lo yang dingin itu, udah bisa senyum," kata Indi.
"Ya gue bersyukur, cuma rada aneh aja," Dimas benar-benar penasaran. "Gue tanya langsung aja deh," Dimas masuk ke ruangan Arya.
Di dalam ruangan Arya.
"Ada apa?" Arya bertanya, tapi matanya masih menatap layar komputer.
"Kok lo masih dingin sih?" Dimas bertanya-tanya. "Tadi kayanya sama Indi lo senyum sumringah gitu."
"Itu urusan gue, mau senyum sama siapa aja," Arya membuat Dimas gemas.
"Oke fine, lo gak senyum sama gue. Lo bukan temen gue," Dimas merengek seperti anak kecil.
"Astaga bocah, gitu aja ngambek," Arya melempar bolpoin ke arah Dimas.
"Terus, ada apa nih sebenernya?" Dimas mendekat ke tempat duduk Arya.
"Gak usah deket-deket lo, gue masih normal," Arya tertawa geli.
"Sialan lo, emang gue cowo apaan," Dimas memperagakan seorang banci.
"Hahahahaha," Arya terbahak, membuat Dimas terkejut dan terharu dengan perubahan Arya.
"Bro, gue bahagia lihat lo sekarang," Dimas menepuk bahu Arya.
Selama ini, Dimas belum pernah melihat Arya tertawa seperti itu. Arya sekarang lebih hangat daripada Arya yang dulu.
"Kegiatannya apa hari ini?" tanya Arya melihat ke arah Dimas.
"Gak ada yang penting. Cuma ngecek harian ke lokasi," kata Dimas melihat ipadnya.
"Oke kalau gitu," Arya melanjutkan pekerjaannya.
"Ya udah, gue juga kerja dulu," Dimas keluar ruangan Arya.
Indi sedang sibuk menyiapkan dokumen yang harus diperiksa Bossnya, ketika ponselnya berbunyi nyaring. Ada telepon masuk.
Call on.
"Hallo," sapa Indi, begitu mengangkat teleponnya.
"Tante ... hiksss ....Evan Tante ... hikss," Indi langsung deg-degan mendengar kata Evan.
"Evan kenapa?" tanya Indi mulai panik.
"Evan kecelakaan Tante, sekarang di RS Mulia. Hiks ... Tante," di seberang telepon, Nina bicara sambil menangis.
"Ya udah, Tante ke sana sekarang," Indi menutup teleponnya.
Call off.
Indi merapikan tasnya dengan tangan gemetar, Indi masuk ke ruangan Bossnya.
"Permisi Pak, saya mau minta ijin pulang," Indi meremas kedua tangannya.
"Kamu sakit Ndi?" tanya Arya sambil melihat wajah Indi yang gelisah dan berkaca-kaca.
"Engga Pak, Evan kecelakaan. Saya ijin mau pulang cepat Pak," kata Indi mulai menitikkan air mata. Indi mencoba tetap tenang bicara dengan Bossnya.
"Ya ampun, Ndi. Ayo aku antar," Arya mengambil jasnya dan menuntun Indi keluar.
"Tapi Pak, Bapak masih harus kerja," Indi tidak mau merepotkan Arya.
"Gak apa, ayo, Evan di RS mana?" tanya Arya masuk ke lift menuju basement.
"RS Mulia Pak," Indi mengusap air matanya yang jatuh di pipinya. Pikirannya terpaku pada Evan. Bagaimana keadaannya?
Sampai di RS Mulia, Indi langsung menuju IGD menemui Nina.
"Nin, gimana Evan?" tanya Indi pada Nina, yang menunggu di depan pintu.
"Lagi ditangani dokter Tante, hikss. Maafin Nina Tan, hikss. Nina lalai jagain Evan, hikss," Nina terus menangis.
"Udah jangan nangis, doain aja Evan tidak apa-apa ya," Indi mengusap punggung Nina. Indi sendiri merasa lemas dan ingin menangis. Tapi dia mencoba kuat.
Arya masih dengan setia menemani Indi.
"Pak, makasih udah nganter. Bapak bisa balik ke kantor," kata Indi dengan tatapan sendu.
"Aku 'gak ada kerjaan penting Ndi. Aku temenin kamu," kata-kata Arya menjebolkan pertahanan Indi. Kaki Indi terasa lemas dan dia hampir jatuh.
"Indi," Arya dengan sigap memegang bahu Indi. Arya mendudukan Indi di kursi tunggu.
"Tante, Nina beliin minuman ya," Nina pergi membeli minuman hangat untuk Indi.
"Kamu gak apa Ndi?" tanya Arya.
"Gak apa Ar, makasih ya," Indi menatap pintu ruangan dimana anaknya sedang ditangani oleh Dokter.
Pintu ruangan terbuka, Indi langsung buru-buru menghampiri Dokter.
"Bagaimana kondisi anak saya Dok?" tanya Indi bergetar suaranya.
"Anak anda baik-baik saja Bu, tidak ada luka dalam. Hanya saja, dia belum sadarkan diri Bu," kata Dokter.
"Kenapa belum sadar Dok? Apa ada masalah?" tanya Indi khawatir.
"Tidak ada Bu, hanya shock saja. Sebentar lagi juga sadar. Kalau begitu saya permisi Bu," Dokter meninggalkan Indi dan Arya.
"Makasih Dok," Indi merasa lemas lagi. Arya memapah Indi masuk ke ruangan.
Indi mendekati Evan yang terbaring di tempat tidurnya. Badan Evan penuh luka lecet, dan kepalanya diperban. Indi langsung memeluk anaknya pelan.
"Sayang, kamu anak kuat Nak. Mama di sini," Indi mencium kening Evan, dan air matanya turun begitu saja.
Arya hanya melihat Indi dan merasakan kesedihan Indi.
Ponsel Arya bergetar dan dia keluar dari ruangan menerima telepon.
Call on.
"Hallo Dim," sapa Arya.
"Lo dimana? Gue cariin," tanya Dimas di seberang.
"Gue di RS Mulia," kata Arya.
"Lo kenapa, sakit?" suara Dimas sedikit khawatir.
"Gue nemenin Indi. Anaknya kecelakaan," kata Arya melihat Evan sudah sadar.
"Gue tutup dulu," Arya mematikan teleponnya.
Call off.
"Evan udah sadar?" tanya Arya dengan senyum mengembang.
"Iya Ar, baru aja," kata Indi menggenggam erat tangan Evan.
"Om Arya jengukin Evan juga?" tanya Evan senang.
"Iya dong, anak ganteng, kamu harus cepat sembuh ya," kata Arya, mengacak rambut Evan pelan.
"Evan gak ganteng lagi Om, banyak lukanya nih," kata Evan, menunjukkan lukanya pada Arya. Indi miris mendengar ucapan anaknya.
"Evan tetep ganteng kok. Malah jadi tambah keren, Evan hebat," kata Arya mengacungkan 2 jempolnya. Evan tertawa senang. Indi menahan tangisnya, mendengar interaksi Arya dan Evan.
"Mama beliin kamu makanan dulu ya sayang, kamu sama Om Arya bentar," Indi langsung keluar ruangan, setelah Evan mengangguk.
Indi tidak mau Evan melihatnya menangis. Indi memilih keluar dan menumpahkan air matanya di toilet Rumah Sakit.
"Mama pasti sedih ya Om?" tanya Evan pada Arya.
"Pasti sedih dong, kan Mama sayang sama Evan. Makanya Evan harus cepat sembuh ya, Evan harus lebih kuat," kata Arya mengusap rambut Evan. Evan mengangguk mantap.
"Evaaan," Nina masuk dan langsung memeluk Evan yang sudah sadar. "Maafin kak Nina ya Van, hiks.." Nina menangis memeluk Evan.
"Gak apa Kak, kan Evan juga salah. 'Gak nurut sama kak Nina," Evan menepuk-nepuk punggung Nina.
"Udah-udah, yang penting Evan bisa cepat sembuh," kata Arya menenangkan Nina.
"Tante Indi mana?" tanya Nina mengusap air matanya.
"Beli makanan buat Evan," kata Arya.
"Paling juga nangis di toilet," kata Nina tertawa. Evan ikut tersenyum.
"Om nyusul Mama kamu dulu ya Van. Kamu sama Nina dulu," kata Arya pada Evan. "Titip Nin," Arya langsung keluar ruangan.
Mendengar kalau Indi akan menangis di toilet, membuat perasaan Arya tidak karuan. Dengan cepat dia menyusul Indi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
arum sari prihatin
evan kecelakaan apa si thor? jatuh?
2022-06-05
2
sarif Hidayatullah
semangat thor
2022-06-02
2