Pov Arya.
Sepulang dari mengantarkan Indi, Arya jadi senyum-senyum sendiri. Arini yang melihat tingkah kakaknya jadi geleng-geleng kepala.
"Lo kesambet Kak?" kata Arini sambil memegang dahi kakaknya.
"Diem lo bocah. Pijitin dong, cape nih," Arya meminta Arini memijat pundaknya.
"Ogah gue, bleeee," Arini menjulurkan lidahnya dan kabur dari Arya.
"Awas lo ya," teriak Arya. Arya tersenyum lagi. Dia jadi lebih banyak tersenyum, mengingat bisa mengobrol santai dengan Indi.
Perusahaan Wijaya.
Indi sedang membereskan meja kerjanya, saat seseorang datang dan menyapanya.
"Selamat pagi," sapa Arya sambil tersenyum.
"Eh, selamat pagi Pak," Indi membalas tersenyum tapi sedikit kaku karena kaget.
Dimas yang berada tidak jauh di belakang Arya ,langsung melihat ke arah Indi.
"Pagi semua, ada apa nih?" tanya Dimas penasaran.
"Gak usah kepo. Masuk ke ruangan!" kata Arya tegas dan dingin.
Indi hanya tersenyum melihat Dimas yang manyun.
Pov Arya.
"Hari ini apa kegiatannya?" tanya Arya semangat.
"Gak ada yang penting sih, hari ini santai," kata Dimas, sambil melihat ipadnya.
"Oke, keluar sana," Arya mengusir Dimas dn sibuk dengan layar komputernya.
"Astaga, jahat banget lo ngusir gue," Dimas mencoba memelas.
"Kerja sana lo, mau gue potong gajinya?" Arya mengancam.
"Gak mau Tuan, maaf. Permisi," Dimas langsung pergi. Arya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Ups, sejak kapan Arya bisa tersenyum tanpa alasan yang jelas begitu.
"Indi, ke ruangan saya," Arya memanggil Indi lewat interkom.
Tok..tok..tok.
Indi masuk setelah dipersilahkan.
"Ada yang bisa dibantu, Pak?" tanya Indi.
"Nanti temani saya makan siang sambil melihat tempat yang akan dijadikan proyek kita selanjutnya," kata Arya bicara dengan santai.
"Baik Pak. Apa Bapak mau request makan di restoran mana?" tanya Indi lagi.
"Gak Ndi, kamu aja yang pilih restorannya," kata Arya sambil senyum.
"Ah, hmm, baik Pak kalau begitu," Indi salah tingkah melihat Bossnya yang dingin itu tersenyum manis.
"Ya udah, kamu lanjut kerja," kata Arya lalu sibuk dengan keyboardnya.
"Permisi Pak," Indi berjalan keluar.
"Si Boss kesambet apa ya?" tanya Indi pada diri sendiri.
"Tuh kan bener apa feelingku. Ada yang gak beres sama Arya," kata Dimas tiba-tiba.
"Lo juga ngerasain Dim?" tanya Indi pada Dimas penasaran.
"Iya Ndi, si Arya lagi banyak stok senyum. Atau bener kata lo, dia kesambet," Dimas bergidik.
"Hari ini si Boss ngajakin makan siang bareng," kata Indi sambil menelpon restaurant yang akan dia booking.
"Yang bener lo Ndi?" tanya Dimas gak percaya.
"Beneran Dimas, gue baru aja booking restaurant-nya," kata Indi setelah selesai menelepon.
"Wah, beneran deh, kesambet tuh orang," kata Dimas geleng-geleng tidak percaya.
Interkom memanggil Indi.
"Suruh Dimas ke ruangan saya," kata Arya di interkom.
"Iya Pak," Indi menjawab.
Dimas langsung melangkah ke ruangan Arya.
"Ada apa Boss?" tanya Dimas.
"Nanti makan siang bareng, sekalian lihat tempat buat proyek baru kita," kata Arya.
"Iya, tadi Indi udah ngasih tahu," kata Dimas santai.
"Lo kurang kerjaan, ngobrol sama Indi?" kata Arya sewot. "Mau gue tambahin kerjaannya?" Arya menaik turunkan alisnya.
"Engga Boss, ampun. Gue pergi," Dimas langsung kabur.
"Kenapa Dim?" tanya Indi melihat muka Dimas ditekuk.
"Tuh, si Boss kambuh lagi sewotnya," kata Dimas manyun.
"Lo cari gara-gara kali," kata Indi membereskan dokumen yang akan diserahkan ke Arya. "Gue ke Boss dulu."
Tok..tok..tok.
"Masuk," kata Arya dari dalam ruangannya.
"Ini dokumen yang harus Bapak cek dan tanda tangan," kata Indi meletakkannya di atas meja.
"Saya juga sudah pesan restaurant untuk makan siang nanti Pak."
"Oke, makasih ya," Arya tersenyum tulus. Indi sampai tidak berkedip melihatnya.
"Ada lagi Ndi?" tanya Arya yang melihat Indi masih berdiri mematung.
"Ahh, ehhh, 'gak ada Pak, saya permisi," Indi cepat-cepat kabur dari ruangan.
"Nah loh, bener kan si Boss kambuh," komen Dimas, saat melihat Indi melamun.
"Engga kambuh Dim, si Boss kesurupan," kata Indi masih tidak percaya dengan yang dilihatnya.
"Kesurupan gimana? Arya mah kesurupan tiap hari, hahaha," Dimas geli dengar ucapannya sendiri.
Indi menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Dia hendak mengusir bayangan Arya yang tersenyum manis.
"Udah kerja sana lo, dimarahin si Boss lagi, kapok," Indi melanjutkan pekerjaannya.
Dimas kembali ke mejanya dengan malas.
Setelah makan siang, Indi, Arya dan Dimas pergi ke lokasi yang akan dibangun untuk proyek baru. Perusahaan Wijaya bergerak di bidang Properti dan Contractor. Jadi, tidak heran kalau Perusahaan Wijaya termasuk salah satu Perusahaan besar. Indi tidak menyangka bisa bekerja di sini.
Sesampainya di lokasi, Arya dan Dimas mengecek apa saja yang harus dipersiapkan lagi. Indi menunggu tidak jauh dari mereka berdiri.
Arya melihat ke sekeliling dan saat melihat ke arah Indi, dia langsung berteriak.
"Indi, awas," Arya langsung berlari ke arah Indi.
Indi kaget dan melihat ada benda yang mengarah jatuh di atas kepalanya. Indi tidak bisa bergerak karena shock. Arya mendorong Indi sampai terjatuh sehingga benda itu tidak mengenainya. Indi memejamkan matanya.
"Kamu 'gak apa Ndi?" suara Arya yang begitu dekat dengan telinganya, membuat Indi tersadar.
Indi membuka matanya dan melihat Arya yang juga terjatuh di sampingnya.
"Saya 'gak apa Pak," Indi gugup dan cepat-cepat berdiri, tapi kakinya ternyata terkilir. Dia hampir jatuh, tapi Arya sigap menangkapnya.
"Kenapa, ada yang sakit?" tanya Arya terlihat khawatir.
"Kaki saya sakit Pak," kata Indi meringis.
"Dim, gue bawa Indi ke Rumah Sakit dulu. Lo beresin yang di sini," kata Arya lalu memapah Indi ke mobil.
Dimas tersenyum melihat tingkah laku Arya.
Di Rumah Sakit.
Indi selesai diobati kakinya dan diperban. Arya memapah Indi untuk duduk, menunggu resep.
"Bagaimana, masih sakit?" tanya Arya.
"Udah mendingan Pak, makasih Pak," Indi mencoba menenangkan jantungnya yang tiba-tiba saja bergemuruh.
"Saya antar kamu pulang, kamu istirahat di rumah," kata Arya tegas.
"Tapi, saya masih banyak kerjaan Pak," kata Indi ingin menolak.
"Kerjaannya besok saja, tidak ada yang mendesak," kata Arya lagi.
"walaupun udah sedikit 'gak dingin tapi tetap otoriter, gak boleh nolak," Indi bergumam dalam hati.
"Ayo pulang," ajak Arya.
"Iya Pak," Indi memegang lengan Arya untuk berjalan. Kakinya terkilir lumayan parah.
Sesampainya di rumah, Evan langsung berlari keluar melihat Indi pulang.
"Mama kok udah pulang? Mama sakit?" tanya Evan khawatir.
"Kaki Mama terkilir Nak, tapi udah diobatin kok," Indi memeluk bahu Evan untuk pegangan.
"Hai, anak ganteng, gak sekolah?" sapa Arya tersenyum.
"Eh, Om Arya, Evan udah pulang sekolah Om. Makasih, udah anterin Mama Om," Evan memang anak yang cerdas.
"Ya udah, saya balik ke kantor ya Ndi. Kamu cepat sembuh," Arya pamit dan mengusap kepala Evan. "Dah Evan."
"Makasih Pak," Indi melambaikan tangan dan tersenyum.
Satu lagi sisi Arya yang baru diketahui oleh Indi. Ternyata dia perduli sama orang disekitarnya. Mungkin, dulu Arya masih belum menunjukkan sifatnya. Yang dia tonjolkan hanya sifat dinginnya. Tapi, sekarang dia lebih hangat dan diam-diam Indi merasakan sesuatu tersentuh di dalam sana.
Cepat-cepat Indi membuang pikirannya yang tidak masuk akal.
"Kenapa Mah?" Evan bertanya pada Indi karena dari tadi Indi melamun.
"Gak apa sayang, ayo masuk," Indi mengajak Evan masuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
sarif Hidayatullah
kayaknya iya
2022-06-02
2
arum sari prihatin
benih2 cinta mulai muncul kayannya 🥰
2022-05-28
3