Om Azka masih menatap ku. Mau tak mau aku menghampiri nya yang duduk dimeja riasku.
Sedangkan aku? Aku duduk bersila dikasurku yang sengaja tak memakai dipan.
"Om marah sama Nana gara-gara merapikan pakaian om?"
"Berhentilah memanggil saya om, saya suami mu."
Aku melihat sekilas. Dia melepaskan kaca mata nya.
"Lalu, Nana harus panggil apa?"
"Sebut saja nama. mudah kan?"
"Apa sopan memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan nama saja!", jawabku tegas.
"Aku panggil mas saja ya kalau cuma berdua, tapi di sekolah kita tetap formal."
Mas Azka mengangguk setuju.
"Makasih, sudah merapikan pakaian saya. Saya pikir, kamu bakal menempatkan saya dikamar yang berbeda." Aku menatap sekilas. Ternyata, kalau om Azka... maksudnya mas Azka tak memakai kacamata, dia terlihat lebih muda. Tampan. Batinku .
"Saya tahu, saya tampan. Tak perlu menatap saya begitu."
"Diiih...geer !"
"Kita lihat saja, siapa yang bakal lebih dulu jatuh cinta diantara kita."
Ya ampun bunda, ini laki-laki yang bunda pilihin buat aku? Kenapa bunda pacarin sih? Bikin malu aja deh.
"Hem? Jatuh cinta?",aku yang bertanya.
"Iya, pernikahan kita di dasari wasiat dari bundamu. Belum ada rasa apa-apa diantara kita. Dan...kita, manusia beragama. Pantaskah pernikahan dipermainkan?", Azka menatapku lagi.
"Jadi, maumu apa?"
"Seperti yang saya bilang tadi, siapa diantara kita yang jatuh cinta duluan. Dia yang akan mengungkapkannya. Kita buat, masing-masing dari kita untuk bisa jatuh cinta. Agar saya bisa jatuh cinta sama kamu, dan sebaliknya."
"Bagaimana caranya?"
"Pikirkan saja lah. Kamu kan juara olimpiade, selalu peringkat pertama. Masa memikirkan itu aja nggak bisa."
"Oke....!Tapi. ..."
"Tapi apa Na?", tanya Azka. Dia memanggil kata Na, seperti ia memanggil 'Nak' pada umumnya.
"Coba mulai sekarang jangan panggil Na. Terdengarnya seperti seorang ayah yang memanggil anaknya."
Huffft....sabar Azka, beginilah jika menghadapi bocah ingusan.
"Oke, Najma!"
"Begitu lebih baik!"
"Apa yang akan kamu tanyakan?"
"Em...soal hak dan kewajiban."
"Iya? Kenapa dengan hak kewajiban?", Azka melipat tangannya.
"Aku akan mengurus keperluan rumah tangga, masak cucu baju beberes, itu kewajiban ku."
"Dan hakku, meskipun aku punya pendapatan dari toko kue aku berhak lho atas nafkah dari mu mas."
"Tanpa kamu minta, saya juga bakal ngasih."
Apa dipikiran bocah ini hanya sekitar angka dan nominal uang?
"Itu kewajiban dan hak kamu. Kewajiban saya, saya tetap memberikan nafkah saya tanpa kamu minta. Dan hak saya? Saya berhak atas diri kamu."
"Mmaksudmu apa mas?"
"Kamu tahu itu, nggak mungkin kan juara kelas tak tahu kemana arah pembicaraan ku."
"Aku pikir, kamu tuh pendiem mas. Nggak tahunya mesum juga! Ya Allah bunda....kenapa sih bunda bisa sama orang kaya gini, tiga tahun pula ....?", aku berlagak menangis. Azka sebisa mungkin menahan tawanya.
"Bundamu cuma punya kesempatan tiga tahun sama saya, sedangkan kamu...selama hidupmu kamu bakal sama saya."
"Tapi...aku bukan anak gadis delapan belas tahun yang polos seperti di novel-novel online. Yang tak tahu menahu seperti apa hubungan suami istri. Oke...beri aku waktu agar aku bisa memenuhi hak kamu mas.Tapi tidak untuk sekarang!"
"Berapa lama?", tanya Azka.
"Seperti tadi, ya...kita tunggu saja sampai kita merasa saling jatuh cinta."
"Iya berapa lama? Sebulan? Dua bulan?"
"Ya...ya...nggak tahu mas."
"Kamu tahu apa hukumnya menolak permintaan suami?"
"Iya tahu, aku nggak bodoh.".
"Bagus lah kalau begitu."
"Memangnya...kamu nggak bisa apa nunggu aku siap?"
"Kenapa aku harus menunggu jika ada hakku didepan mataku?"
Mataku terbelalak. Enggak, pokoknya nggak untuk malam ini. Aku beringsut mundur.
"Oke...mungkin tidak malam ini, bisa besok kan? Toh...besok kita libur."
"Hah? Besok? Enggak... enggak."
"Enggak? Kamu nggak mau? Jadi ,kamu lebih memilih di...."
"Bu...bukan....aku cuma belum siap aja. Tolong mengerti?!", kataku mencoba memohon.
"Aku harus mengerti apa?"
"Ya...kamu harus menunggu ku sampai benar-benar siap lah."
"Kalau kamu benar-benar siap, apa kamu yang akan memulai nya?"
"Hah?!! Kok....kok gitu sih. Ya...ya enggaklah."
Aduh...kenapa aku jadi gagal begini sih. Om Azka tersenyum terus dari tadi, meleleh tau nggak.
"Kan kamu yang bilang nunggu siap, yang tahu siap apa nggak kan kamu sendiri. Kalo saya ,tak perlu diragukan!"
"Bisakah kita bicara hal lain yang gak menjurus ke arah sana?''
"Bagaimana mau bicara soal yang lainnya, kalo ini aja belum selesai."
Huffft...kaum hawa selalu tertindas!
"Sebulan?",aku mulai menawarkan. Meski itu terdengar sangat memalukan. Azka menggeleng kan kepalanya.
"Seminggu!", satu kata meluncur dari bibir nya yang seksi. Aduh, ini otak kok gini amat sih. Keluhku sendiri.
"Oke...beri aku seminggu. Tapi..."
"Mungkin obrolan ini segini dulu, kami tidur. Aku mau ke kamar mandi."
"Iya", sahutku pelan. Aku pun merebahkan diri di pinggir tembok. Biar Azka bisa di sisi satunya. Mencoba memejamkan mata agar siap mengahadapi hari esok.
Sedangkan didalam kamar mandi. Azka menyalakan kran air. Sengaja agar hanya suara air yang Najma dengar. Dia tidak tahan untuk tidak tertawa.
Najma pikir, aku akan meminta hakku hari ini juga. Apa dipikirannya aku berotak mesum?
Dengan pedenya dia bilang tahu tentang hubungan suami istri, mungkin dia lupa saat ia bertanya seperti apa rasanya berciuman kepada bundanya.
Aku saja yang hanya membaca tulisan dari Nisa bisa terus tertawa, bagaimana jika aku mendengar nya langsung. Istriku masih terlalu lugu, dia memang pandai disekolah. Tapi tidak tahu apa pun hal semacam ini. Didikan Anisa sukses membuat Najma menjadi gadis yang masih belum terjamah siap pun, selain aku!
Anisa...kenapa begini?
Aku membuka pintu kamar mandi setelah puas tertawa. Kulihat Najma sudah tertidur pulas di tepi kiri kasur dekat tembok. Ditengah kasur, terdapat dua buah guling ,mungkin maksudnya untuk dijadikan penghalang diantara kami.
Aku pun turut berbaring disampingnya. Kenapa harus tidur dilantai begini sih? Anisa bisa saja membelikan dipan, tapi kenapa dia memilih meletakkan kasur dilantai.
Aku pandangi wajah istri kecilku, cantik. Tak membosankan. Akhirnya aku pun tertidur pulas disamping nya.
Belum lama aku tertidur, sebuah hentakan tepat mengenai juniorku. Spontan aku terbangun karena rasa ngilu. Dan...pelakunya adalah istri ku sendiri.
Kakinya yang sudah menghantam ku. Mau ku maki,tapi dia tidur. Ah, sialan. Boro-boro malam pertama, belum apa-apa juga sudah kena serangan begini.Aku kembali menatap Najma. Aku baru sadar, dia tertidur masih mengenakan jilbabnya. Memang nggak risih apa?
Jilbabnya sudah berantakan. Aku mencoba melepaskan nya agar ia lebih nyaman.
Setelah berhasil melepaskan jilbabnya, aku bisa lihat secantik apa istri ku. Rambutnya tak terlalu panjang, tapi indah.
Kutepis sedikit anak rambut di sebagian dahinya, cantik. Begitu bisikku. Ditengah usapan ku di dahinya,gadisku mengigau. Memanggil bundanya. Mungkin, dia terlalu merindukan bundanya itu. Dia mendusel ke dadaku.
Aduh .. Najma, jangan membangunkan macan tidur kenapa sih. Akhirnya kusingkirkan saja guling pembatas itu, dan aku pun tertidur sambil memeluk istriku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
andi hastutty
sabar sabar jangan di terkam hahahha
2024-02-12
0
🌺zahro🌺
sabar pqk azkaa sabarrr
2023-12-17
0
Sophia Aya
duh mesranya pengantin baru 🤭
2023-05-29
1