Bibik dan yang lain mempersiapkan kepulangan jenazah majikannya yang sangat baik itu. Bibik sudah ikut dengan Anisa sejak delapan tahun yang lalu.
Dengan perlahan, bibik membereskan kamar Anisa. Diangkat nya sajadah yang tadi dikenakan Anisa . Kamar Anisa selalu rapi, jadi bibik merasa tak ada yang perlu diberikan selain sajadah penuh darah Anisa.
Bibik mengangkat sajadah itu.Saat diangkat,bibik menemukan beberapa amplop yang ditujukan atas nama dirinya, pak Azka dan non Nana.
Bibik merasa sedih, dia tak tahan untuk tidak menangis.Bibik membaca surat yang ditujukan untuk dirinya. Mengamati setiap tulisan disurat itu, bibik terduduk disamping ranjang majikannya yang sangat baik itu. Air matanya tak sanggup ia bendung. Bagiamana ia akan menyampaikan surat itu untuk Nana dan Azka. Dia sendiri tak sanggup membayangkan nya .
Bahkan, majikannya sudah mempersiapkan wasiat ini. Anisa seolah tahu kapan ia akan pergi.
*
*
*
Nana menggeliat didalam mobil. Dia lupa jika saat ini ia sedang bersama guru pembimbing nya yang killer.
"Kami sudah bangun Na? Apakah kegiatan tadi sangat melelahkan?", tanya Pak Samsir.
"Hehehe iya pak." Nana menyahut singkat. Mobil sudah mulai memasuki komplek perumahan Nana. Dia bingung kenapa tumbasn sekali banyak mobil parkir ditepian jalan.
"Tumben ramai sekali ,ada apa?", Nana bergumam.
"Na....!", panggil pak Sam sambil menghentikan mobilnya.
"Nggak bisa masuk ke gang ya pak? Ya udah saya turun disini saja nggak apa-apa."
"Bukan ,nak!", tiba-tiba pak Samsir memeluk tubuh muridnya itu. Nana yang salah tanggap berusaha melepaskan pelukan gurunya yang lebih pantas menjadi kakeknya.
"Pak Sam. Jangan macam-macam ya pak." Nana berusaha melepaskan pelukan gurunya yang sudah ia anggap orang tua sendiri. Tapi, Nana terkejut saat mendengar isakan dari pak Sam.
"Na, kamu masih punya bapak,masih punya teman-teman yang menyayangi mu."
Aku bingung dengan ucapan pak Sam.
Ada apa ini?
Akhirnya pak Sam melepaskan pelukannya, mengusap kepala ku penuh kelembutan. Kenapa pak Sam jadi aneh seperti ini? Mobil pun kembali melaju menuju rumahku perlahan. Suasana semakin ramai. Ada rasa was-was saat ku melihat bendera kuning berkibar di depan toko kue nya. Aku memandang pak Sam yang tertunduk. Mobil bunda ada diluar pagar, tumben sekali bunda mengeluarkan mobilnya. Kenapa ramai sekali?
Pak Sam membukakan pintu mobil untuk ku. Lalu menggandeng tanganku. Kenapa pak Sam yang killer bisa semelow ini?
Aku berjalan menuju rumahku. Tatapan iba dari mereka mulai mengusik ku.
Aku masuk keruang tamu. Kulihat ada jasad yang sudah tertutup kain tergeletak dilantai. Jasad siapa ini? Aku memandang pak Sam yang merengkuh bahuku. Ada om Azka yang menangis disamping jenazah itu.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."Dijawab oleh sebagian orang yang ada didalam ruang tamu.
"Bik, bunda mana?Ini siapa?", tanyaku pada bibik yang juga sedang menangis. Bibik menghambur ke arahku.Memelukku dengan erat.
"Yang sabar ya non. Bunda sudah pergi, bunda sudah nggak akan merasakan sakit lagi." Bibik masih memelukku.
Maksudnya apa ini? Ada Tante Laila dan om Azka? Bunda? Maksudnya ?
Aku melepaskan pelukan bibik. Ku hampiri jenazah yang ada dihadapan ku. Ku buka kain yang sudah menutupi wajahnya.
Bunda....desisku....
Nggak, ini nggak mungkin. Bunda ku tidak mungkin meninggal. Pasti ini cuma mimpi!
"Bunda ...", Kuguncangkan tubuh bunda Anisa.
"Bunda, lihat aku bawa medali dan piala ini buat bunda. Doa bunda dikabulkan sama Allah bund. Ayo Bun ,bangun lihat ini."
Bibik meraih ku dalam pelukannya. Tak terasa air mataku luruh.
Aku tak tahu harus biacara apa. Mulutku terkunci mendapati kenyataan ini.
"Bunda, kalau bunda pergi nana sama siapa Bun?", aku tergugu. Entah lah, pandangan iba semakin menusuk jantung ku.
"Aku yang akan menjaga mu Na!", sahut Azka lantang. Seketika netra nya tertuju pada Azka, kekasih bundanya.
Aku mulai paham dengan nasihat pak Sam yang tadi memelukku. Banyak orang menyayanginya.
"Karena kamu sudah pulang, kita segera urus pemakaman Anisa ya Na. Kasihan Anisa."
Aku diam. Tak mengiyakan atau menolaknya.
*
*
*
Tahlilan dan mendoakan almarhumah Anisa juga sudah selesai sejak bada isya tadi. Rencananya, pengajian ini akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut.
Azka masih di rumah Anisa sampai detik ini. Aku duduk di sofa ruang keluarga.
"Non, ada yang ingin bibik berikan."
"Apa bik?"
Bibik menyerahkan sebuah amplop berwarna putih yang bertuliskan namaku.Aku buka amplop itu perlahan. Itu tulisan bunda.
Teruntuk putri bunda tersayang, Najma
Nana sayang,jika kamu baca surat ini berarti bunda sudah tidak lagi ada disamping mu. Jangan lupa doakan bunda ya nak,semoga Allah mengampuni dosa-dosa bunda.
Paragraf pertama sudah membuatku menangis.
Nana, maafkan bunda yang sudah tak bisa lagi merawat Nana. Kamu sudah dewasa.Jadilah perempuan yang tangguh. Bunda tahu, kamu pasti bisa.Maafkan bunda yang belum bisa membuat mu bahagia. Tapi, bunda ingin Nana tahu. Bunda sayang sekali padamu nak. Meskipun kamu tak lahir dari rahim bunda.
Aku menarik nafas panjang, agar aku sanggup membaca kelanjutan surat bunda.
Na, bunda punya satu permintaan untuk mu. Bunda berharap kamu mau memenuhi permintaan terakhir bunda. Bunda ingin kamu menikah dengan mas Azka.Karena bunda yakin dan akan merasa tenang jika ada orang yang sangat bunda kenal bisa menjagamu nak.
Maafkan bunda jika memaksa, tapi bunda hanya ingin seseorang yang benar-benar bisa menggantikan bunda untuk menjagamu.
Menikahi om Azka? Permintaan bunda tak masuk akal. Apa...ini yang pernah bunda katakan beberapa hari yang lalu.
Saat usianya seumuran ku, dia pun sudah menikah. Dan bunda ingin aku mengikuti jejaknya?
*Bunda berharap kamu mau ya Na. Kamu anak bunda yang penurut, kamu tahu selama ini bunda hanya ingin yang terbaik untuk mu. Dan bagi bunda, mas Azka adalah orang yang tepat untuk mu. Dia akan menjagaku dan menyayangimu. Terimalah sudah menjadi anak bunda selama lima belas tahun ini. Bunda berharap,kamu akan selalu menganggap bunda adalah bundamu selamanya. Jaga dirimu baik-baik ya Na. Jangan suka ngebut-ngebut. Bunda sayang Najma.
Bunda mu,
Anisa Rahma Gustiawa*
Kulipat kembali surat dari bunda. Menikah denga om Azka? Bahkan usia nya hampir dua kali lipat umurku?
Kulihat om Azka memandang kosong ke arah kamar bunda. Aku tahu, pria itu sangat kehilangan bunda. Seperti aku.
"Om Azka...", panggilku. Dia menoleh ke arahku. Wajahnya sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
"Iya, om pun mendapat wasiat yang sama Na dari bundamu." Dia menunduk dalam.
Bibik pun menghampiri ku. Dia mengusap bahuku.
"Bibik juga mendapatkan wasiat, bunda ingin agar bibi mengurus kalian dirumah ini. Sebagai tuan dan nyonya baru buat bibik."
Bunda sudah menyiapkan segalanya? Dia tahu dia akan segera pergi meninggalkan kami?
"Bunda sakit apa om?"
"Kanker darah stadium akhir. Om saja tak diberi tahu Na. Laila yang tadi baru memberitahu om."
Apakah mimisan yang sering bunda alami karena penyakit mematikan ini? Kenapa bunda tak mengatakan pada kami?
"Apakah kamu siap, melakukan wasiat Nisa?", tanya om Azka padaku.
Aku tercengang. Aku belum memikirkan apa pun.
"Om akan mempersiapkan semuanya. Om pulang dulu!"
Om Azka pun meninggalkan rumah kami. Sekarang aku hanya berdua dengan bibik. Bibik memelukku erat. Wanita berusia lebih dari setengah abad ini, memelukku seperti ia sedang memeluk cucunya sendiri.
"Aku nggak sendiri kan bik?", tanyaku dalam pelukannya.
"Nggak non, kami selalu bersama non."
Malam ini, bibik menemani tidur dikamar bunda. Aku ingin merasakan aroma bunda yang masih tertinggal diruangan ini. Perlahan, ku mulai menutup mataku. Aku harap ku bisa bertemu bunda, meski lewat mimpi yang semu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
andi hastutty
sedihnya 😭
2024-02-12
0
🌺zahro🌺
sedih
2023-12-17
0
Sera
mengandung bawang
2022-03-12
1