Hampir jam dua belas siang aku sampai kerumah. Tak lupa ku bawa masuk motor om Azka. Suasana rumah yang biasa sepi kini terlihat ada beberapa orang didalamnya.
"Assalamualaikum....", aku memberikan salam kepada orang-orang yang ada didalam rumahku.
"Walaikumsalam."
Ku lihat ada sebuah apa ya mamanya, mau disebut pelaminan tapi kecil sekali. Tau ah...yang jelas itu seperti dekorasi yang banyak orang pakai buat pernikahan. Apakah ini pelaminan untuk ku?
Kulihat ada seseorang yang kupikir dia perempuan, tapi... ternyata....
"Ini calon manten nya bik?", tanya orang itu kepada bibi yang sedang berjalan ke arahku.
"Non sudah pulang, mari non!", ajak bibi.
"Mari kemana bik?"
"Eh.... Non Nana poho nya, kan mau dimake up sama jeni.
"Hah? Jeni?", batinku .
"Iya non, kenalin. Jeni. JENI!"
Aku menyambut uluran tangannya. Aku harus panggil apa? mbak? Mas? ses? Aduuuuhhhh....
"Saya mau mandi, solat terus makan bik!", kataku seraya meninggalkan mereka. Bibik menguntit dibelakang ku.
''Bibik ngga denger suara mobil, parkir diluar non?"
"Nggak. Mobilnya diminta om Azka. Nana pakai motor om Azka."
Aku duduk sebentar untuk minum.
"Makan dulu aja non, kan belom beres solat Jumat."
"Iya ya bik."
Bibi mengambilkan piring untukku. Aku ambil sedikit nasi dan lauk ayam semur kesukaanku.
"Non....", panggil bibik.
"Iya. Kenapa bik?"
"Bibik udah siapin stok masakan buat seminggu kedepan. Terus stok sabun,beras dan lain-lain juga sudah bibik simpan di lemari."
Aku menghentikan aktivitas makanku.
"Bibik tega meninggalkan ku?"
"Non...bibik sayang sama Non Nana, tapi ada pak Azka yang lebih berhak menjaga Non Nana nantinya."
"Berapa lama bibik mudik? Kembali ke sini kan?"
"Insyaallah balik non. Tapi berapa lamanya, bibik belum tahu."
"Kenapa sih bunda tega banget ya bik...."
"Bunda bukan tega non, justru bunda baik banget. Sudah mempersiapkan jauh-jauh hari buat masa depan non Nana. "
Aku mengangguk setuju. Bunda memang baik, tapi kelewat baik sampai tak memberikan kesempatan untuk memilih calon pendamping untuk ku sendiri.
"Sudah Non, mandi terus solat ya. Kasian si Jeni udah nunggu dari jam sembilan lho."
"Memang siapa yang nyuruh dia kesini?"
"Mama mertua Non!"
Mulutku membentuk huruf 'O'.
"Ya udah, Nana mandi dulu deh."
Usai mandi, aku segera mendirikan empat rakaat ku. Aku berdzikir lebih lama dibanding biasanya. Berusaha untuk menghilangkan perasaan canggung menghadapi pernikahan mendadak ini.
Aku memakai kaos singlet bertali kecil dan celana pendek, setelah itu ku pakai handuk kimono.
"Sudah siap cyiin?",Jeni bertanya padaku.
Jeni berusaha mengajakku ngobrol, aku hanya menanggapi dengan anggukan atau gelengan.
"Perfect!", bisik Jeni.
Kini kulihat cermin dihadapan ku.Disana menampakkan sosok diriku yang 'aneh'. Aku sendiri tak mengenali wajahku yang dipermak Jeni sedemikian rupa.
Tok...tok....
"Non, ijab qobul sudah selesai. Kita turun yuk!", ajak bibik.
"Hah? Kok bisa sudah selesai, kan dari tadi Nana disini?"
"Iya, udah ayok pokoknya turun aja. Udah ditunggu suaminya lho", goda bibik.
"Iya , sebentar bik."
Aku bergegas memakai sandal berbahan flanel dengan motif Doraemon.
"Non?", kata bibi sambil melihat ke arah kakiku.
"Kenapa? Katanya suruh turun?"
"Kan bibik udah siapin heels non...."
"Bibik kan tahu Nana nggak bisa pakai heels, apalagi nurunin tangga. Bibik mau,liat Nana jatoh?"
"Nggak non!", bibik menggeleng pasrah.
"Pegangin Nana. Nana susah jalannya!" Lalu bibik dan jeni menggandeng ku dilengan kiri kananku.
Perlahan aku menuruni tangga. Sekilas terdengar seperti suara tawon yang baru keluar dari sarangnya.
Disaat yang bersifat, om Azka menengok ke arahku tanpa berkedip. Lalu mengarahkannya pandangan nya ke kakiku.
Apa dia juga akan protes seperti bibik tadi? Sebelum dia bertanya,aku lebih dulu menjelaskannya.
"Nana nggak bisa pakai heels", suaraku terdengar cukup keras oleh penghuni ruangan ini.
Om Azka melirikku yang saat sudah ada disampingnya. Aku menandatangani buku nikah ku.
Ahhh....buku nikah mu Nana.... pekikku dalam hati.
Lalu om Azka mengulurkan tangannya untuk ku cium. Tak lupa setelah itu,kecupan hangat mendarat tepat dikeningku.
Usai berfoto dengan pose alakadarnya dan sebagai dokumen keluarga, kami makan bersama.
"Kami pamit ya nak!", ujar Pak Bhakti, papa mertuaku.
"Iya pah."
"Azka, tolong jaga putri papa. Jangan pernah menyakiti hati gadis cantik ini."
"Iya pah."
Jawaban yang sama keluar dari mulut kami berdua.
Mertuaku pun meninggalkan rumah ini. Tukang dekorasi pun sudah selesai dengan tugasnya. Begitu pun pegawai katering yang mama mertua siapkan khusus untuk acara sederhana ini.
Rumah sudah kembali sepi. Hanya ada aku, om Azka dan bibik.
Tak terasa azan Maghrib berkumandang. Sebentar lagi, bibikpun akan meninggalkan ku dari rumah ini. Iya, membiarkan ku dengan pria asing yang awalnya akan menjadi papa tiriku.
"Saya ke mushola!", ujar Azka.
"Iya ,om!", jawabku. Dia pun melenggang pergi. Apa dia tak memikirkan nanti seperti apa ya kalau para tetangga melihat nya disini?
Ah...lebih baik aku mempersiapkan diri untuk solat magrib dirumah.
"Aku kembali menuruni tangga saat bibik sedang mengangkat beberapa kardus dan tas berisi baju.
"Memang bibik udah mau berangkat?", kuhampiri wanita berbadan gempal itu.
"Sebentar lagi non. nunggu pak Azka pulang dari mushola"
Tak berapa lama, yang ditunggu pun datang.
"Pak, saya mau pamit pulang." Bibik mengatakan hal itu setelah om Azka mendekati kami.
"Iya bik, sebentar!", Om Azka kembali menjauh dari kami. Membuka koper yang ada didepan kamar bunda. Lalu mengambil sebuah amplop yang cukup tebal.
"Ambilah bik, untuk bekal bibik dikampung."
"Ja...jangan pak Azka. Non Nana sudah memberikan gaji bahkan bonus yang banyak sama saya. Jangan ditambah lagi." Bibik menolak amplop itu.
"Tolong ambil bik, mungkin tak seberapa. Tapi anggap saja ucapan terimakasih dari saya, karena bibik selama ini menjaga Nana setelah bundanya nggak ada."
Bibik melirik ke arahku, meminta persetujuan dariku. Aku pun mengangguk setuju. Bagaimana pun, om Azka sudah menjadi penanggung jawab atas hidupku. Jangan sampai ia tersinggung dengan penolakan bibik.
"Makasih pak Azka." Akhirnya bibik menerima amplop itu.
Ponsel bibik berdering.
"Iya, tunggu sebentar."
Lalu ia kembali memasukan ponselnya ke dalam tas.
"Pak Azka, titip non Nana ya. Harap maklum jika kelakuan nya membuat pak Azka emosi. Non Nana anak baik kok pak. Dia anak yang manis ,pasti jadi penurut.Tolong bimbing non Nana ya pak. Jadikan non Nana istri yang baik." Bibik mengarahkan matanya padaku. Aku hanya mampu mengerucut kan bibirku.
"Insyaallah bik!", ucap om Azka.
Kini giliran bibik menghampiri ku. Memelukku dengan tulus.
"Non, jaga diri ya non. Sekarang non sudah berstatus sebagai istri. Batasi pergaulan dengan yang bukan mahram. Belajar jadi istri yang baik ya non?", bisiknya.
"Apakah Nana bisa bik?", bisikku ditelinga nya.
"Pasti bisa."
Kami melepas pelukan.
"Bibik berangkat ya non, pak Azka. Assalamualaikum!"
"Walaikumsalam."
Sepeninggal bibik, suara azan isya pun menggema.
Om Azka menatapku sekilas.
"Kalau saya ke mushola lagi, kamu berani dirumah sendiri?"
"Tentu saja!", jawabku singkat.
Om Azka pun berpamitan.Sedangkan aku, aku juga akan melaksanakan empat rakaat ku.
Tapi, koper om Azka menarik perhatian ku. Masa kubiarkan koper itu disitu terus?
Aku pun menarik koper itu ke kamarku. Cukup berat. Mungkin om Azka membawa semua pakaiannya yang ada dirumah mama papanya.
Kuletakkan koper itu disudut ruang kamarku. Nanti setelah solat, baru ku bereskan baju om Azka.
Aku pun sudah selesai solat. Bersiap untuk memasukan baju om Azka ke dalam lemariku yang cukup besar. Aku bukan tipikal orang yang suka mengoleksi barang tak penting. Bajuku tak terlalu banyak.
Sengaja ku buka pintu kamar ku agar om Azka mudah menemukan ku saat ia mencarinya.
Pakaian kerja om Azka masih terlihat rapi meski sudah ada didalam koper. Ku letakkan disisi kiri lemariku. Beberapa piyama dan kaos santai juga kuletakkan dibawah nya. Tak lupa ku bereskan pula pakaian dalam om azka. Aku bergidik ngeri saat memegang segitiga yang ada ditanganku. Membayangkan....???!
Ahhh....kupukul kepalaku sendiri. Ngeres amat sih nih otak!
Kupikir semua sudah selesai. Ternyata, ada sebuah amplop cukup besar dan tebal berada disaku koper.
'Teruntuk Azka'
Apakah ini wasiat bunda buat om azka? Tapi, setebal ini?
"Nana!", panggilan om Azka mengejutkan ku.
Om Azka menatapku seperti itu.
"Letakkan amplop itu ditempat semula."
"Iya om."
Aku pun menutup kembali koper om Azka. Lalu meletakkan disudut ruangan.
Om Azka menatapku dengan pandangan yang tak ku mengerti. Apa dia marah karena ku sudah membereskan pakaian nya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
andi hastutty
apa isinya yah ?
2024-02-12
0
🌺zahro🌺
apa isi amplop coklat itu
2023-12-17
0