POV Azka
"Sudah pulang nak? Maaf ya kami nggak bisa ikut dipengajian tiga harinya Anisa." Kata mama Ani.
"Kami sibuk sampai magrib tadi." Lanjut papa Surya.
"Nggak apa-apa kok mah, pah."
"Kami tahu, kamu sangat sedih nak. Untuk kedua kalinya kamu gagal menikahi perempuan yang kamu cintai karena mereka meninggal."
Mama terlihat sendu.
"Apa papa Carikan saja jodoh buat kamu Ka?", tanya papa.
"Nggak perlu pah."
"Sebentar pah." Aku meninggalkan kedua orang tuaku. Aku ambil amplop berisikan beberapa lembar surat yang ditulis almarhumah Anisa. Tapi hanya satu ini yang akan ku tunjukan pada mama dan papa.
"Ini mah, pah. Bacalah. Wasiat dari Anisa." Ku sodorkan selembar kertas itu pada mama. Mereka berdua membacanya dengan penuh hati-hati. Sesekali mereka saling berpandangan. Selesai membaca, papa melipat kembali surat itu.
"Bagiamana menurut papa, mama?" tanyaku. Meski aku sudah dewasa, aku tetap ingin melibatkan mereka dalam urusan ini.
"Kami setuju." Jawab mereka kompak.
"Hah?", aku terkejut dibuatnya.
"Iya, sepertinya Anisa sudah menyiapkan ini jauh-jauh hari." Papa melipat tangannya di dada.
"Menurut mama, memang sebaiknya kalian secepatnya menikah.Anggap saja kamu memenuhi wasiat orang yang kamu kasiahi Ka. Kenapa tidak?"
"Tapi, Azka tidak terlalu mengenal Nana mah. Kami sering bertemu,tapi tak pernah berkomunikasi apa pun."
"Kamu berniat menikahi ibunya, tapi kamu nggak mau pedekate sama anaknya?" ,tanya papa.
"Nana itu beda pah."
"beda apa nya? Umumnya ABG seperti apa sih?" tanya mama padaku.
"Mah, apakah menikahi Nana adalah solusi?"
"Iya!", jawab mama dan papa kompak. Mereka ini kenapa?
"Bagaimana bisa mah?Kami tak saling kenal, tak saling mencintai...apa lagi, Nana masih ABG. Usinya saja belum genap delapan belas tahun."
"Tapi dia kan sudah punya kartu identitas, dan sah dimata hukum negara."
Papa sangat bersemangat sekali sih. Anisa, lihatlah karena ulahmu aku harus menghadapi situasi ini.
Aku bingung, mengusap tengkukku pelan. Ini baru tiga hari kamu ninggalin aku nisa, bagaimana hari-hari yang akan datang? Kenapa kamu memberikan wasiat yang sulit ku penuhi?
"Dia masih SMA?", tanya mama padaku.
"Iya, di sekolah kita."
"Owh...bagus dong.Siapa namanya tadi? Nana?", tanya papa.
"Najma Aksyaira Gustiawan pah lengkapnya."
"Najma...?", papa sempat berpikir sebentar.
"Najma bukannya nama anak yang menjadi juara olimpiade matematika itu Ka?",papa teringat nama Nana.
"Iya pah."
"Anak yang cerdas. Kamu beruntung kalau menikah sama anak sepintar Nana."
Mama mulai mendekati ku.
"Bagiamana kalau...kita berikan saja beasiswa buat Nana. Anggap aja hadiah dari kemenangannya?"
"Tapi Nana anak yang mampu mah", ujarku.
"Ya ,mama tahu. Tapi, kalau bilang ini hadiah atau beasiswa pasti dia nggak akan tersinggung lah."
"Terserah mama saja lah." Aku pasrah jika berurusan dengan mama.
"Pah, telpon orang sekolah deh. Tau kan apa yang harus papa omongin?"
"Iya mama....", ucap papa sambil beranjak dari sofa kami.
"Besok, ajak mama ke sana. Mama mau lamar Najma secepatnya buat kamu Ka.Mama tidak ingin, kamu gagal menikah lagi. Kali ini, harus berhasil. Cinta akan datang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.Percaya sama mama."
Mama pun mengikuti jejak papa meninggalkan ku di ruang keluarga kami.
Daripada aku suntuk, aku kembali saja ke kamar. Aku merebahkan diri di ranjangku.
Bayang-bayang Anisa masih menghiasai pandangan ku.
Anisa, kupikir kamu adalah tambatan terakhir ku setelah kepergian Bianca. Nyatanya,kamu juga meninggalkan aku. Bahkan menjadikan mu menantu?
Aku tersenyum kecut. Menertawakan nasibku sendiri.
Tiga tahun bersama mu , semua berakhir kembali di pemakaman. Anisa....tega sekali kamu padaku.
*****
"Non, bibi ...minta tolong. Tolong menikah lah dengan pak Azka. Bibik yakin, pak Azka orang yang tepat dipilihkan bunda buat Non Nana."
"Bik, aku masih muda. Masih ingin kuliah.Masa disuruh menikah, apa lagi menikah sama mantan kekasih bundaku sendiri. Yang benar saja bik."
Aku duduk sambil memainkan gitarku. Aku berusaha ikhlas melepas kepergian bunda. Tak ingin berlarut larut dalam kesedihan.
"Habis nikah kan masih bisa kuliah non."
"Bik, Nana kan nggak punya perasaan apa-apa sama om Azka."
"Cinta bisa datang karena terbiasa kok non."
"Hahah bibik maksa banget sih. Bibik juga tahu kan, selama bunda dan om Azka menjalin hubungan Nana tak pernah ngobrol dengan nya. Masa tiba-tiba disuruh nikah."
"Menikah saja dulu non, nanti bibik yang akan mengurus semuanya. Waktu bibik nggak banyak non?"
"Maksud bibik apa?"
"Non tahu kan, menantu bibik sudah mendekati waktu melahirkan. Jadi, bibik harap saat bibik keluar dari rumah ini Non Nana sudah menikah dengan Pak Azka. Biar bibik tenang."
"Bibik mau ninggalin Nana?", kuletakkan gitarku di meja.
"Bibik nggak bermakna begitu non, tapi menantu bibik juga yatim piatu. Nggak ada yang mendampingi nya nanti kalau melahirkan. Kan kasian non."
Kasian bibik, dia dilema.
"Memangnya, kalau menikah apa saja yang dibutuhkan bik?", aku bertanya sambil meraih gitarku kembali.
"Jad non mau menikah dengan pak Azka non? Mau penuhin permintaan bunda yang terakhir?"
Aku menarik nafas panjang.
"Insyaallah bik."
"Alhamdulillah....", bibik memeluk erat tubuhku. Bagiamana ini?
Bibik pun meninggalkan ku di teras belakang. Entah apa yang akan dia lakukan setelah ini.
Kumainkan lagu 'bunda' sebagai obat rinduku pada bunda. Aku sayang kepada kedua orang tua kandung ku ,tapi cintaku ke bunda lebih besar.
*****
[Pak Azka, non Nana mau menikah dengan bapak.]
Begitu isi chat bibik padaku. Benarkah Nana mau menjalankan wasian Anisa? Dia sama seperti ku, kami tak saling mengenal dan tak ada cinta diantara kami.
Aku tersenyum. Ku balas chat dari bibik.
[Terimakasih atas bantuannya bik]
Besok pagi, aku akan memberikan kejutan untuk nana disekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
andi hastutty
kasian juga nana
2024-02-12
0
🌺zahro🌺
seru ceritanya,semoga bisa cepat habis di baca biar bisa baca karyMu yang lain juga
2023-12-17
0
Haikal Ispandi
smngat author
aku suka karyamu
2022-09-21
0