Setelah melakukan pendakian yang melelahkan, Mario dan Laura tertidur dengan berpelukan tiba-tiba ponsel Mario berdering.
"Dari siapa, mas?" tanya Laura.
"Dari rumah, bentar yah aku angkat dulu." Mario beranjak dari tempat tidur, dengan hanya mengenakan boxer.
"Ya halo."
"Apa? Kenapa bisa? Sekarang bagaimana keadaannya?" tanya Mario dengan panik.
"Baiklah, saya akan segera ke sana." Putus Mario.
"Astaga," desah Mario, Mario dengan tergesa meraih pakaian yang tadi dia lepas, tanpa membersihkan diri dulu Mario bergegas memakainya.
"Ada apa?" Laura bisa melihat kekhawatiran dari raut wajah Mario.
"Dania, masuk rumah sakit. Kamu baik-baik di rumah yah." Ucap Mario, mengecup kening Laura dan pergi tanpa menunggu balasan dari Laura.
"Hati-hati." Lirih Laura.
Laura menghembuskan napasnya secara kasar, tiba-tiba perutnya sakit. Tapi dia mencoba tenang sambil mengelus perutnya.
"Apa kamu, ingin melihat dunia sekarang nak?" tanya Laura, sambil mengelus perutnya.
Laura mencoba tenang, dia terlebih dulu membersihkan diri. Setelah membersihkan diri, Laura memakai baju terusan untuk ibu hamil pemberian Antiah.
Laura mencoba menghubungi Mario, tapi tidak bisa di hubungi. Rasa mulas yang dirasakan oleh Laura belum terlalu intens, untuk mengurangi rasa sakitnya Laura mencoba untuk mengatur nafasnya.
****
Rumah Sakit tempat Dania di rawat
Sementara itu di rumah sakit, Dania sudah sadar. Dan dia tersenyum penuh arti saat tadi pelayan yang menemaninya memberi tahu bahwa Mario sedang menuju perjalanan ke rumah sakit.
"Aku tau, kamu tidak akan pernah mengabaikan ku." Gumam Dania.
****
"Jika aku tidak bisa memilikimu, maka dia juga tidak boleh." Bentak Dania, sambil memegang pecahan kaca, dan diarahkannya ke tangannya.
"Aku tau, aku bodoh. Aku terlalu cinta kamu Mario. Aku bisa menggunakan cara apapun untuk mendapatkan mu. Termasuk menyingkirkan pak tua yang selalu ikut campur." Ucap Dania, mulai mengiris nadinya. Dania terus menggumam tidak jelas.
Tak lama kemudian Dania pingsan, dan sebelum kesadarannya hilang Dania sempat mendengar pintu kamarnya di dobrak, tapi dia tidak peduli.
Hening
Hening
Teriakan Dania yang menggema hilang, diganti keheningan. Membuat mbok Sari panik.
"Mbok, ko sunyi yah? Tadi nyonya masih teriak-teriak mbok." Mala bergidik ngeri, pasalnya sang nyonya berteriak seperti orang kerasukan.
"Cepat kamu panggil Arman, Mal." Perintah mbok Sari, di jawab anggukan Mala.
Mala, dan Arman adalah penjaga rumah Mario dan Dania, yang masih muda. Dia datang dengan tergesa-gesa, dan mendekati mbok Sari.
"Ada apa mbok?" tanya Arman, dengan mengatur ritme napasnya.
"Itu kamu tolong dobrak kamar nyonya, aku takut terjadi sesuatu. Gak ada suaranya lagi." Jawab mbok Sari dengan panik.
"Baik mbok, aku akan mendobraknya."
Dengan ancang-ancang, Arman mendobrak pintu kamar sang nyonya. Satu kali, dua kali, dan pintu itu terbuka sampai-sampai Arman terhuyung, dan hampir jatuh.
"Di mana nyonya, mbok?" tanya Mala, memindai sekeliling kamar yang sudah mirip kapal pecah.
"Ini mbok, nyonya ada di kamar mandi cepat." Teriak Arman.
Saat mbok Sari dan Mala sampai, mereka sampai di buat terkejut akan apa yang mereka lihat.
"Nyonya." Pekik mbok sari dan Mala bersama.
"Cepat angkat Man malah bengong, kita bawa nyonya ke rumah sakit sebelum dia kehabisan darah." Mbok Sari memukul Arman, yang masih bengong mungkin dia begitu terkejut.
Arman mengangkat tubuh Dania, turun ke bawah diikuti oleh mbok Sari, dan Mala. Mobil melaju dengan cepat karena takut sang nyonya tidak selamat.
"Man cepet tok, lama banget sih." Omel mbok Sari.
"Sabar mbok, nanti kalo kita ngebut kita semua ikut dirawat juga di rs." Kesal Arman, dari tadi menjadi sasaran pukul mbok Sari.
"Mal, kamu jangan lupa hubungi tuan Mario." Perintah mbok Sari.
"Iya mbok." Mala merogoh ponsel, yang di simpan di saku celananya.
Kemudian mendial nomor Mario, tapi sayang tidak diangkat.
"Gak di angkat, mbok." Ucap Mala.
"Ya sudah nanti, coba lagi." Balas Mbok Sari.
Saat di dalam mobil, Dania masih setengah sadar sampai di bawa ke iGD. Dia masih bisa mendengar bagaimana paniknya ketiga pelayannya itu.
****
Lamunan Dania buyar, saat seseorang dengan kasar membuka pintu ruang rawatnya.
"Mario." Gumam Dania, tersenyum miring.
"Dania sayang, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Mario panik.
"Aku baik-baik aja, selama ada kamu di sini." Lirih Dania.
"Kenapa kamu melakukan ini? Apa kamu tidak menyayangi aku?" ucap Mario, sambil mengusap luka di tangan Dania.
Dania berkaca-kaca membuat Mario panik. "Sayang aku sayang sama kamu, maafkan aku. Apa aku menyakitimu?"
"Bohong, kamu udah bohongi aku Mario. Kamu bilang kamu akan pergi keluar kota, nyatanya kamu ke apartemen Laura. Iya kan?" bentak Dania.
"Maafkan aku Dania, Laura sedang mengandung anakku, dan sebentar lagi dia akan melahirkan. Jadi aku harus menemaninya." Jelas Mario selembut mungkin.
"Ya udah, sana temani dia. Sana pergi jangan pernah temui aku, kalo bisa ceraikan aku." Ketus Dania.
"Tidak akan." Desis Mario, menatap tajam Dania.
"Jangan pernah untuk berpikir, berpisah dariku Dania. Baiklah jika yang kamu mau itu, aku tidak akan pernah menemui Laura. Biar Jimi yang membawakan bayi itu jika dia telah lahir." Putus Mario, kemudian dia beranjak dari duduknya menuju keluar ruangan.
Sedangkan Dania tersenyum puas mendengar jawaban dari Mario.
"Sudah aku bilangin Laura, bahwa kamu akan kalah dan aku akan selalu menang." Ucap sinis Dania, di seberang telpon, dan langsung menutupnya
Ya Dania menelpon Laura, yang sedang merasakan kontraksi yang sudah mulai rutin dia rasakan.
Laura menekan dadanya yang sakit, dan mencoba terus tenang. Meski air matanya terus mengalir sedih karena Mario lebih memilih Dania.
"Kamu harus sadar diri Lau, kamu itu siapa." Pekik Laura, sambil mengerang kesakitan.
"Tolong akhh… Sakit, aku mohon tolong." Rintih Laura.
"Ibu…" teriak Laura.
Jakie yang mendengar suara gaduh dari dalam apartemen Laura begitu panik, sebab dia sudah mengetuk pintu tapi Laura tidak membukakan pintu untuknya.
Laura yang mendengar suara pintu diketuk, membuat dia berusaha untuk berjalan walau dengan pelan-pelan. Kehamilan kembar membuat kontraksinya terasa sakit.
Dengan susah payah, Laura sampai di depan pintu yang terus diketuk menjadi sebuah gedoran.
"Ya ampun, bisa-bisa rubuh apartemen ini jika yang ketuknya kasar banget." Gumam Laura.
Pintu pun terbuka, tampaklah wajah panik sang asisten ibu mertuanya.
"Nona, anda tidak apa-apa?" tanya Jakie panik.
"Perutku sakit, sepertinya aku akan melahirkan. Tolong aku tuan, sakit sekali, aduh." Laura mengaduh, dan tanpa pikir panjang Jakie masuk ke dalam dan menggendong Laura.
Jakie akan membawanya ke klinik, dimana Laura sering memeriksakan dirinya. Tak sampai sepuluh menit mereka sudah sampai Laura di bawa ke ruangan persalinan.
"Tolong hubungi, Mario." Lirih Laura.
"Dia tidak bisa dihubungi nona," ucap Jakie datar.
Laura menjerit, saat dokter memeriksa jalan lahirnya.
"Baru bukaan empat yah bu, sabar yah masih harus menunggu sampai bukaan sepuluh." terang dokter tersebut.
Lima jam sudah Laura menunggu pembukaan secara sempurna, dengan setianya Jakie berdiri di samping Laura yang tengah merintih kesakitan. Laura terus memegang tangan Jakie tak peduli kuku Laura menekan kulitnya dan mengejan mengikuti instruksi dari dokter.
Jakie diperintahkan nyonya Antiah untuk menemani menantunya tersebut, karena dia tidak tega melihat menantu malangnya berjuang sendiri.
Suara bayi melengking memenuhi seisi ruangan tersebut.
"Alhamdulilah, bayinya cantik, dan sempurna." Kata dokter, kemudian memperlihatkan bayi cantik nan mungil, yang masih berlumuran darah.
"Aduh dok, sakit." Lirih Laura, yang sudah lemas.
"Ada satu lagi nyonya, ayo dorong dia sudah kelihatan kepalanya." Ucap dokter dengan antusias.
Dengan susah payah Laura mengeluarkan anak keduanya, pegangan di tangan Jakie makin kencang sampai-sampai kukunya menancap di punggung tangan Jakie.
Jakie terus memberikan semangat, refleks dia juga mencium puncak kepala Laura. Dan setelah bayi keduanya keluar, Jakie tersadar bahwa dia dari tadi mencium Laura.
"Astaga bisa-bisanya aku mencium nona Laura, seperti suaminya saja." Batin Jakie, kemudian terkekeh dan menggeleng pelan.
"Dokter apa, nona Laura baik-baik saja?" tanya Jakie.
"Dia hanya pingsan, karena kelelahan." Terang dokter, dan Jakie pun hanya menganggukkan kepalanya saja. Dan menghela nafas dengan lega, karena kedua cucu sang nyonya sudah lahir Jak pun tak sabar untuk segera menghubungi Antiah.
bersambung…
Maaf typo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Praised93
terima kasih..
2024-05-25
0
Sania Puteri Makasar
kasian laura
2022-12-11
0
Noly Yathi
seneng bercampur sedih .lanjut.
2022-11-08
0