Hari berganti hari dilewati Wisanggeni di atas batu tersebut. Tiga hari yang dia sampaikan pada Subali saat berpamitan ternyata hanya wacana yang dia rencanakan. Sampai hari kelima, laki-laki itu masih duduk bermeditasi. Panas, hujan, siang malam dia lalui tanpa
berkeluh kesah.
Pada hari keenam, langit tiba-tiba menghitam dan suara guntur diiringi petir menambah kengerian orang yang berada di bawah langit tanpa perlindungan. Tetapi tidak dengan Wisanggeni, dia tetap berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak tergoda mengakhiri meditasi. Hantaman dan sambaran petir dia rasakan menghantam dengan keras pada tubuhnya, tetapi sedikitpun tidak menggugurkan kemauannya.
Tepat pada tengah malam ketujuh, laki-laki itu membuka matanya. Cuaca terlihat sangat cerah, dan saat Wisanggeni melihat keatas, dengan jelas banyak bintang dan bulan sabit menerangi malam.
"Hari masih tengah malam, aku akan kembali dulu ke tempat terakhir kami berdiam." gumam laki-laki itu.
Kemudian dia dengan sekali lompat, sudah berhasil menuruni batu tempat dia bersemedi. Dia tersenyum saat teringat bagaimana susahnya saat pertama kali dia berusaha menaiki batu tersebut. Saat ini, Wisanggeni merasakan tubuhnya sangat ringan. Tiba-tiba dia mengarahkan tangannya ke pohon yang ada di depannya.
"Cetar...." pohon itu langsung kering seperti tersambar petir.
"Sepertinya kekuatanku sudah meningkat lagi levelnya. Aku harus segera mencapai kota terdekat, aku akan mengukur dan mengetahui level kekuatanku sekarang." sambil tersenyum, Wisanggeni segera berlari sambil melompat menuju tempat istirahat yang disiapkan Larasati dan Subali.
Tidak berapa lama, Wisanggeni sudah sampai di pohon berrongga yang sudah dia temukan beberapa waktu yang lalu. Dia tidak melihat keberadaan Larasati maupun Subali di tempat itu.
"Rupanya mereka sudah pergi terlebih dahulu, aku juga tidak menyangka akan membutuhkan waktu sampai tujuh hari. Semula aku hanya mengira tiga hari cukup aku mendapatkan manfaat dari tempat itu. Tetapi baru pada hari ketujuh, aku bisa menyelesaikan meditasi." Wisanggeni bergumam sendiri.
Dia kemudian menyalakan api yang masih ada di tempat itu, tampak tempat yang masih terlihat bersih dan rapi. Wisanggeni langsung duduk dengan beralaskan kayu, kemudian mengambil makanan kering dari dalam tas penyimpanannya. Setelah perutnya terisi, laki-laki itu kemudian membaringkan tubuhnya dan meluruskan semua tulang-tulangnya kembali.
************
"Subali..., ini kunci kamarmu. Aku mengambil dua kamar untuk kita beristirahat malam ini. Mulai besok, aku membebaskanmu untuk tidak mengikuti lagi kemana langkahku." Larasati menyerahkan kunci kamar, sambil mengajak Subali bicara.
Saat ini mereka sudah berada di penginapan Prasodjo, yang merupakan penginapan satu-satunya yang ada di kota ini. Setelah menempuh perjalanan dua hari penuh, akhirnya mereka berhasil memasuki kota ini, dan menemukan penginapan ini juga.
"Apa yang dimaksud oleh Nimas?? Apakah maksudnya, aku sudah tidak diperbolehkan untuk sekedar menemani Nimas melanjutkan perjalanan?" tanya Subali dengan muram.
"Iya Subali. Aku memiliki tujuan sendiri, yang tidak mungkin ada orang lain yang akan mencampuri tujuanku. Tetapi ingat, kamu masih menjadi anak buah dari Kang Wisang. Kamu bisa menunggu kedatangan kang Wisang, atau kamu kembali ke keluargamu. Pikirkan dengan matang, mana yang akan kamu pilih!"
"Tapi aku ingin ikut bersama denganmu Nimas, seperti janji yang pernah aku ucapkan." jawab Subali dengan muka muram.
"Kamu tidak pernah mengucapkan janjimu padaku Subali.., kamu mengucapkannya pada Kang Wisanggeni. Sambil menunggunya, isilah hidupmu dengan kebaikan. Kembalikan pada keluargamu, menikahlah dan jalani kehidupan seperti orang-orang yang lain." Larasati memberi nasehat pada laki-laki itu.
Subali nampak terdiam sebentar, tiba-tiba mereka mendengar keributan di meja tempat pemesanan kamar.
"Mohon maaf Kisanak..., semua kamar sudah habis dipesan. Kami sudah tidak bisa menyediakan kamar untuk Tuan-tuan." tampak pelayan yang bertugas menjawab tamu yang baru datang tersebut.
"Kami hanya membutuhkan dua kamar, tidak bisakah kamu mengaturnya untuk kami? Berapapun harga yang kamu berikan, aku akan turuti permintaanmu." orang yang baru datang itu memaksa.
"Sudah tidak ada lagi Tuan. Barusan dua kamar yang tersisa diambil oleh Tuan dan Nona yang sedang mengobrol di situ." tanpa sadar pelayan itu menunjuk ke arah Rengganis dan Subali.
Dua orang itu menoleh ke arah yang ditunjukkan pelayan. Kemudian keduanya saling bertatapan dan tersenyum. Mereka berjalan mendatangi Larasati dan Subali.
"Selamat malam Kisanak. Apakah Kisanak sudah mendapatkan kamar di penginapan ini?" dengan sopan, laki-laki yang berpenampilan rapi dan bersih bertanya pada Subali.
"Iya.., apa urusannya denganmu?" Subali langsung menjawab dengan cepat.
"Berikan kunci kamarmu pada kami! Kami akan membayar berapapun harga yang kami minta." ucap laki-laki itu.
"Mohon maaf Kisanak, kita sama-sama juga capai. Kami juga membutuhkan kamar itu, dan kami juga memiliki uang. Jadi kami tidak bisa menuruti apa yang kamu minta." Larasati langsung mengajak Subali untuk segera memasuki kamar mereka.
Tetapi baru saja mereka melangkahkan kaki, tiba-tiba ada tekanan yang menghalangi mereka untuk berjalan. Larasati tersenyum sinis, dia tidak mau meladeni permainan anak kecil itu. Dia memberi isyarat pada Subali untuk tetap meneruskan langkahnya.
Baru saja Larasati akan memasukkan anak kunci pada pintu kamar, tiba-tiba ada serangan yang mencegahnya untuk membuka pintu kamar. Merasa jengkel dengan ulah kekanak-kanakan dari dua orang tersebut, Larasati segera mengaitkan jari manis dan jempolnya secara bersamaan, kemudian dengan sembunyi menjentikkan jarinya.
"Auwww..., apa yang kamu lakukan padaku Kang?" tiba-tiba salah satu orang yang menanyakan kamar tadi berteriak.
"Aku tidak melakukan apapun Ronggo." teriak teman yang satunya.
"Terus siapa yang memukul pundak ku kalau bukan kamu?"
"Apakah kamu melihat kalau aku yang memukulmu. Aku saja dari tadi hanya diam."
Saat kedua orang itu sedang berdebat, Subali dan Larasati segera masuk ke kamarnya masing-masing, kemudian mereka menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
**********
"Bagaimana ya keadaan kang Wisang?? Sudah selesai belum dia yang sedang melakukan meditasi?" Larasati belum bisa memejamkan mata, dia teringat dengan Wisanggeni yang mereka tinggalkan di hutan.
Sebenarnya, dia dan Subali sudah berusaha mencari dimana tempatnya melakukan meditasi, tetapi mereka tidak berhasil menemukannya. Setelah lewat dari tiga hari, ternyata laki-laki itu tidak juga kembali, akhirnya dia dan Subali memutuskan untuk meninggalkannya.
"Apapun kabarmu Kang Wisang, aku harap kamu akan mengingatku. Kamu harus ingat, jika kamu pernah memiliki seorang teman wanita yang bernama Larasati." gumam Larasati.
Padahal dia memiliki harapan untuk bisa bersama dan berlatih dengan laki-laki itu. Tetapi kepergiannya tanpa berpamitan secara khusus padanya, seakan Wisanggeni sudah membuat satu batasan antara mereka. Dia hanya bisa berharap, jika suatu saat nanti, akan ada kesempatan bagi mereka untuk bertemu kembali.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 495 Episodes
Comments
Bd Budi
lanjutttt
2022-08-07
0
amore💞💞
lnjut
2022-05-12
0
Taufik Hidayat
pembaptisan
2022-05-07
0