Wisanggeni terkejut dengan kehadiran Larasati yang membawa dua ekor kelinci yang sudah mati di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang tongkat penyangga dan empat buah mangga matang. Senyum manis dimunculkan oleh gadis itu, yang memperlihatkan barisan gigi putih yang tersusun rapi.
“Darimana kamu Laras.., kamu telah membuatku khawatir?” Wisanggeni langsung mendatangi Larasati, dan mengambil alih kelinci dan buah mangga dari tangan gadis itu.
“Maafkan aku Akang, aku tidak sabar menunggu Kang Wisang bersih-bersih, akhirnya mencari kesibukan.” Ucap
Larasati sambil menundukkan kepalanya.
“Ya sudah.., yang penting kamu sudah datang kembali. Ayuk.., segera masuk ke dalam gua, aku sudah membersihkannya barusan. Aku akan menguliti kelinci ini, kemudian membakarnya. Lumayan untuk makan malam kita.”
“Terima kasih kang Wisang.” dengan mata berbinar, Larasati segera masuk ke dalam gua. Sejenak dia kagum dengan kerja cepat yang dilakukan laki-laki muda itu, ruangan dalam gua itu sangat bersih dan rapi. Dia kemudian duduk, dan membaringkan badannya di sisi sebelah kanan.
“Ternyata laki-laki muda itu sangat pandai dalam mengatur dekorasi ruangan. Jika tidak melihat bagian depan, orang tidak akan percaya jika saat ini sedang berada dalam sebuah gua.” gumam Larasati mengagumi hasil kerja Wisanggeni.
*******
“Makanya sepi, ternyata Laras sudah tertidur. Aku yakin gadis ini menyembunyikan kekuatannya, karena sebagai seorang wanita sangat jarang akan bisa membunuh dua ekor kelinci dan juga pulang mengambil buah mangga.” Wisanggeni berpikir sendiri tentang Larasati.
Setelah selesai membakar kelinci, dan mengupas buah mangga dia segera menyajikannya diatas meja kecil yang
terbuat dari batu. Dia memandang gadis yang saat ini sedang tertidur nyenyak, dan dia tidak tega untuk membangunkannya meskipun hanya sekedar untuk makan malam.
Dalam kesunyian malam, Wisanggeni menikmati makan malamnya sendiri. Setelah merasa kenyang, dia kemudian duduk bersila di atas tempat tidurnya.
“Aku akan mencoba berlatih di tempat ini. Suasananya sunyi, hanya sesekali terdengar teriakan binatang. Tetapi kenapa sepertinya ada yang aneh ya? Di dalam hutan seperti ini, aku dari tadi malam belum menjumpai satupun binatang buas.”
“Tapi malah ada untungnya juga. Tidak ada satupun yang berani untuk menggangguku.”
Untuk mengisi rasa sepinya, Wisanggeni duduk bersila kemudian perlahan memejamkan matanya. Dia mencoba untuk melatih kekuatannya di tempat itu. Selama kurang lebih dua jam, Wisanggeni duduk dalam posisi yang sama, tetapi perlahan dia membuka matanya. Dia terganggu konsentrasinya karena mendengar ada seseorang yang sedang makan.
“Ternyata kamu Laras.., aku ada yang berani masuk ke gua ini?”
“Iya akang, aku sudah terbangun dari tadi. Mungkin karena lapar, dan ternyata kang Wisang sudah menyiapkan makan malam untukku.” Gadis itu lagi-lagi tersenyum manis.
“Tadi aku mau membangunkan kamu dari tidur tidak enak, makanya aku mencoba untuk mengisi kesunyian dengan melatih kembali kekuatanku.”
“Apakah kamu mendapatkan hasil kang? Sebenarnya apa yang kamu alami, kenapa kekuatan yang dimiliki bisa hilang.”
Wisanggeni menceritakan pada gadis itu, tentang kekuatannya dulu dan bagaimana tiba-tiba kekuatan yang dia miliki hilang dengan sendirinya.
“Aku sendiri dan keluargaku di padhepokan juga tidak tahu sebabnya Laras. Mungkin sudah menjadi takdir dari Ilahi, aku harus mengalami nasib seperti ini.”
“Kang Wisang tidak boleh berputus asa, atau mungkin ada sesuatu di tempat akang yang tidak kita sadari dapat menyedot kekuatan yang Akang punya. Cobalah berlatih disini akang, semoga sepinya tempat ini, dan bersihnya udara akan membuat kekuatan akang kembali lagi.”
“Aku pasti akan mencobanya, karena ini yang menjadi tujuanku saat aku memutuskan untuk keluar dari padhepokan.”
Wisanggeni dan Larasati berbincang sampai tengah malam. Ternyata Larasati dikhianati oleh teman seperguruannya, saat mereka mencari bahan-bahan untuk membuat racun. Gadis ini ternyata berasal dari padhepokan Dadap Sumilir yang terkenal dengan penghasil racun yang sudah terkenal dimana-mana.
“Mungkin saudara-saudara seperguruanku sudah menganggapku mati kang. Tetapi bagiku tidak menjadi masalah, di masa depan aku pasti akan kembali menuntut balas pada mereka semua.” Ada kilatan cahaya di mata gadis itu, kilat cahaya dendam yang sangat mendalam.
“Tapi jika kamu berpikir untuk balas dendam, ada baiknya kamu merubah identitas dirimu Laras. Hal itu perlu kamu lakukan, agar mereka tidak mengenalimu di awal, dan saat maut akan menjemput, baru kamu tunjukkan siapa sebenarnya kamu.”
“Benar idemu Kang, besok aku akan membuat topeng. Aku akan menutupi wajahku, daripada wajahku ini malah menjadi sumber malapetaka bagiku.”
*************
Pagi harinya, Wisanggeni terbangun dari tidurnya. Dia melirik ke samping, tempat Larasati tidur, tetapi gadis itu sudah tidak berada di tempat tidur. Perlahan laki-laki itu bangun, kemudian berjalan mengambil botol dan langsung meminum air putih untuk penghilang dahaga. Sambil melakukan peregangan otot-ototnya, dia segera berjalan keluar menuju mata air yang tidak jauh dari gua tersebut.
Wisanggeni tidak bisa memejamkan matanya melihat pemandangan indah yang tersaji di depannya. Sepasang kaki jenjang yang mulus dan cantik dengan kaki terendam air sebagian, terpampang jelas di depan matanya. Matanya merambat ke atas, dan sepasang pundak putih dengan hiasan lebam dan luka yang tampak sudah mulai mengering susah untuk dialihkan.
“Kang Wisang sudah bangun?” tiba-tiba suara merdu Larasati menyadarkan lamunannya. Dengan muka merah, Wisanggeni memberikan senyuman pada gadis itu.
“Iya Laras.., kamu malah sudah bangun lebih dahulu dariku. Sedang apa kamu disitu?”
“Apa Akang tidak melihat apa yang sedang aku lakukan disini? Aku saat ini sedang mandi akang, ayo kang sekalian kita mandi bareng disini!” gadis itu memanggil Wisanggeni dan mengajaknya mandi Bersama.
Tidak mau kehilangan pemandangan bagus itu, laki-laki itu sambil tersenyum segera bergabung dengan Larasati dan menceburkan kakinya di mata air itu. Kulit putih mulus, bibir cantik merah terpadu dengan beningnya air, dan hijaunya pepohonan menyajikan ilustrasi bagusnya suasana di pagi itu.
“Jangan melamun Kang Wisang, ayo kesini.” Larasati berenang menjauh dari laki-laki itu, kemudian menciprati air ke tubuh Wisanggeni.
“Hentikan Laras.., jangan ganggu aku! Tetaplah kamu berada disana, aku akan mandi disini saja.” tiba-tiba setitik kesadaran kembali menghampiri Wisanggeni. Dengan suara yang mulai serak, dia melarang gadis itu berada di dekatnya. Dengan cepat laki-laki itu mandi, dan tidak lama kemudian segera naik ke atas sambil membawa tiga ekor ikan.
Larasati terpaku memandang punggung laki-laki itu yang berjalan meninggalkannya tanpa menoleh.
“Dia memang laki-laki yang baik, tidak sedikitpun dia tertarik dengan tubuhku.” gumam Larasati sambil tersenyum. Dia tadi memang berniat untuk menguji kekuatan laki-laki itu, tetapi dia mengakui jika Wisanggeni sangat pintar mengendalikan dorongan dari dalam tubuhnya. Tidak lama kemudian, gadis itu ikut naik dan berjalan kembali ke gua.Di depan gua, Wisanggeni sedang membakar ikan yang baru saja dia tangkap. Dia tersenyum saat melihat kedatangan Larasati, kemudian menyiapkan tempat duduk untuk gadis itu.
“Duduklah disini Laras.., tunggulah sebentar lagi ikan bakar ini akan matang.”
*****************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 495 Episodes
Comments
Choirudin Sinwan
ikan bakar lagi...
2023-07-01
1
Dwie Wie
Up
2022-06-02
1
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
kok sepi sih
2022-03-25
3