Keesokan harinya, Hapsoro berlari menuju senthong tempat Ki Mahesa beristirahat, dan sesampainya di depan senthong langsung mengetuk pintu dengan tidak sabar. Ki Mahesa yang sedang duduk bersila sambil melatih pernafasan, perlahan membuka matanya. Mendengar ketukan pintu tergesa-gesa, Ki Mahesa langsung turun dan membuka pintu kamar. Di depan pintu dia melihat Hapsoro yang terengah-engah dan tampak kepanikan di mukanya.
“Tuan Mahesa.., untung Tuan sudah bangun.” kata Hapsoro sambil mengulungkan dua lembar daun lontar.
“Apa ini, dan kenapa kamu berikan padaku Hapsoro?” tanya Ki Mahesa sambil mengambil uluran lontar dari Hapsoro.
“Den Wisang Tuan.., den Wisang tidak ada di kamarnya.”
Ki Mahesa mengangkat tangannya memberi isyarat agar Hapsoro diam. Beberapa saat, Ki Mahesa membaca dan memaknai kalimat demi kalimat yang dituliskan putra bungsunya di daun lontar tersebut. Setelah mengambil nafas panjang, kemudian mengeluarkannya lagi, Ki Mahesa menyerahkan satu gulung lontar kepada Hapsoro.
“Serahkan gulungan lontar ini pada Rengganis! Putra bungsuku sudah besar Haps, biarkan dia pergi untuk mencari pengalaman di dunia luar. Kita sebagai orang tua, hanya bisa mendoakan semoga kebahagiaan dan keberkahan selalu bersama langkah-langkahnya. Aku memberinya ijin.” dengan muka pasrah, Ki Mahesa memberi pesan pada pengasuh putranya itu.
“Dengan kekuatan hanya seperti itu, Tuan mengijinkan Den Wisang berada sendiri di dunia luar? Apakah saya diijinkan untuk menemaninya Tuan? Jika diijinkan, saya akan segera pergi untuk mencari Aden.”
“Jangan Hapsoro, kamu akan tetap berada di padhepokan ini! Aku percaya dan yakin, garis keturunan putraku bukan berasal dari garis darah biasa. Suatu saat kekuatan akan muncul dari dalam tubuhnya sendiri, dan pada masanya putraku akan muncul menggemparkan dunia persilatan.” Tersenyum pias, Ki Mahesa mencoba meyakinkan abdinya itu.
Hapsoro terdiam beberapa saat, dia belum bisa menerima kenyataan yang ada di depannya. Seorang Ketua Klan
mengijinkan putranya yang tidak memiliki kekuatan tanding, untuk melanglang buana sendirian. Tetapi mengingat status orang yang saat ini ada di depannya itu, mau tidak mau dia harus berusaha untuk mempercayainya.
“Lakukan perintahku segera Hapsoro! Berikan gulungan lontar pada gadis itu. Melihat kedekatannya dengan putra bungsuku, aku yakin jika Wisang akan memberi tahu tentang kepergiannya pada gadis itu.”
“Dan juga, jika beredar desas desus yang membicarakan kepergian putraku, sampaikan pada mereka jika aku memberi ijin dan restu atas kepergian Wisang.” lanjut Ki Mahesa, kemudian dia kembali masuk ke dalam kamarnya.
“Siap Tuan.., segera saya laksanakan.” dengan langkah gontai Hapsoro meninggalkan depan kamar Ki Mahesa, dan langsung berjalan menuju komplek pesanggrahan yang ditempati para penghuni wanita.
Baru saja berjalan beberapa puluh meter, Hapsoro bertemu dengan sekelompok anak muda laki-laki yang membawa busur dan anak panah.
“Mau kemana Paman, kenapa menuju pesanggrahan Wanita? Apakah Wisang saat ini sedang bermain disana?” terlontar ucapan mengejek dari Jatmiko.
“Bukan itu Jatm.., ya harus segera cari ganti ya. Kemarin kan habis diputuskan pertunangannya, ya harus cepat-cepat mencari yang baru.” Kata anak muda lainnya lagi.
“Ha..ha..ha.., benar itu.”
“Bukan seperti yang kalian pikirkan Den, saya kesini karena ada perlu dengan Nimas Rengganis. Paman pergi dulu.” Hapsoro segera meninggalkan sekelompok anak muda, dan bergegas mencari kamar Rengganis.
**************
Dengan langkah besar, Wisanggeni menyusuri jalan setapak di pinggir sungai dengan menggunakan obor kecil di tangan kanannya. Beberapa pemancing yang masih menghabiskan malam untuk mencari ikan, menyapanya dengan ramah.
"Mau kemana Ki sanak.., jika lurus nanti ketemunya hutan?? Sebelum pohon randu besar, Ki sanak belok kiri saja nanti akan ketemu desa terdekat!" salah satu pemancing memandu jalannya.
"Terima kasih paman atas petunjuknya, saya jalan dulu." sambil mengacungkan kedua telapak tangan di depan dadanya, Wisanggeni berpamitan pada tiga pemancing.
"Iya.., hati-hati di jalan Ki Sanak." sahut pemancing tersebut dengan ramah.
Wisanggeni mengikuti petunjuk arah yang diberikan oleh pemancing tadi, dan akhirnya dia ketemu dua orang yang sedang mabuk di pertigaan yang disebutkan tadi. Dia sengaja menghindari langkah agar tidak berpapasan dengan dua orang yang mabuk itu, tetapi naas mereka juga melihatnya.
"Hai.., jangan melarikan diri dariku! Tunggu, tinggalkan barang-barangmu kalau mau lewat di jalan ini!" salah satu pemabuk berteriak meminta Wisanggeni berhenti.
Laki-laki muda itu mengikuti apa yang diinginkan pemabuk itu, dia berhenti menunggu. Seperti ada angin, saat pemabuk itu datang di depannya tangannya seperti ada yang menggerakkan, dengan cepat tangannya mengangkat leher pemabuk itu kemudian membantingnya ke tanah.
"Bug.." tiba-tiba kaki kanan Wisanggeni sudah bersarang di dada pemabuk satunya dan berakhir dengan terkaparnya mereka di tengah jalan.
Wisanggeni sendiri kaget dengan apa yang baru saja dia lakukan, tetapi dia tidak mau menghabiskan waktunya untuk berpikir. Tidak mau menambah beban masalah, Wisanggeni langsung kabur mengambil jalan lurus menuju hutan.
******************
"Kinanthi..., makanlah! Apa yang kamu pikirkan, apakah kamu masih memikirkan ucapan yang disampaikan oleh mantan tunanganmu?" dengan lembut Laksmi mengajak Niken Kinanthi untuk menikmati makanannya. Dari tadi pagi, gadis itu tidak mau menyentuh makanan sedikitpun.
Niken Kinanthi menatap Laksmi dengan sedikit rasa khawatir.
"Aku egois ya Laksmi?? Ayah pasti akan marah dengan keputusan yang sudah aku ambil ini, tetapi aku tidak akan meningkatkan kekuatanku di Perguruan Silat Merah jika aku masih terikat dengan pertunangan itu. Apalagi dari para sesepuh di Klan Suroloyo juga banyak yang memberi tahuku untuk membatalkan pertunanganku itu." Niken Kinanthi meletakkan kepalanya di pundak Laksmi. Dengan penuh kasih Laksmi mengelus rambut saudara sepupunya itu, sebagai saudara yang lebih tua dia harus mengayomi adik perempuannya itu.
"Sudah tidak penting untuk dipikirkan lagi masalah itu Niken. Nasi sudah menjadi bubur, ingat kan nasehatku saat kamu bertanya padaku? Tapi ternyata kamu lebih mengikuti sarang dari Ki Lukito daripada dariku." dengan tersenyum Laksmi mengingatkan Niken Kinanthi.
"Sekarang saatnya kamu tata hatimu, jadilah perempuan yang tegar yang tidak gampang patah semangat! Makanlah, lupakan semuanya karena kamu harus segera datang ke perguruan Silat Merah! Tidak semua orang memiliki keberuntungan untuk masuk dan belajar di perguruan itu, bersyukurlah kamu menjadi satu yang terpilih disana." lanjut Laksmi sambil mendekatkan piring yang berisi nasi dan lauk ke arah Niken Kinanthi.
Setelah diam sebentar mencerna perkataan dari Laksmi, akhirnya gadis itu mengambil piring. Perlahan dia mulai menyuapkan nasi ke mulutnya yang kecil, sambil sesekali minum air dari bumbung. Laksmi yang setia menemaninya dan duduk disampingnya tersenyum melihat saudaranya itu.
"Laksmi.., Niken Kinanthi..., segeralah bersiap-siap. Sebelum malam kita harus sudah melanjutkan perjalanan ke Perguruan Silat Merah!" Ki Lukito datang meminta mereka untuk segera bersiap-siap.
"Baik Ki.., biar Niken menghabiskan makanannya dulu."
**********************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 495 Episodes
Comments
Raysonic Lans™
ceritanya bau 2 btth
2023-06-18
0
Fitrian Syahroni
salut dengan Ki Mahesa
2023-03-18
0
GAMES
bagus
2022-06-14
0