Dengan fokus Wisanggeni membalut luka-luka gadis yang baru saja dia tolong dengan daun-daun herbal yang dia temukan di hutan tersebut. Sesekali dia meniup luka yang sudah dia bersihkan dan dia tutup dengan ramuan, jika gadis itu mengeluh kesakitan.
“Minumlah pil ini! Tapi kita makan dulu, kebetulan tadi aku menangkap ikan, dan sudah semuanya aku bakar. Setelah makan, baru kamu bisa meminum pil ini. Jangan khawatir, pil ini untuk meredakan rasa sakit dan mengurangi demam.” Wisanggeni menyerahkan pil pada gadis muda itu.
“Terima kasih Akang. Namaku Larasati, panggil saja dengan sebutan Laras! Bolehkah aku tahu nama Akang?” gadis yang terluka itu bertanya pada Wisanggeni.
“Boleh.., namaku Wisanggeni. Panggil aku Wisang! Ayo kita segera makan, keburu ikannya dingin.” Wisanggeni segera bergeser ke pinggir tempat pembakaran ikan, dan dengan tertatih Larasati mengikutinya.
Laki-laki itu mengambil satu buah ikan dan menyerahkan pada wanita muda itu. Kemudian mengambil botol minumannya yang terbuat dari kayu.
“Makanlah dulu.., aku hanya memiliki satu buah botol. Apakah kamu keberatan jika kita minum dari satu botol yang sama?”
Setelah berpikir sejenak, karena minum dari satu tempat yang sama sama saja dengan mereka berciuman, Larasati menganggukkan kepala.
“Daripada aku minum menggunakan tangan kang, dan juga kita saat ini sedang berada di tengah hutan. Kita harus mengesampingkan rasa malu atau rasa pekewuh kita. Yang penting adalah bagaimana agar kita bisa bertahan hidup.” Gadis itu tersenyum, dan tampak deretan gigi putihnya. Dia segera mengikuti apa yang dilakukan Wisanggeni, dia segera menikmati ikan yang sudah disiapkan oleh Wisang.
“Kamu mau nambah lagi? Ini masih ada 2 ekor, aku tambah 1 ekor soalnya.” Wisanggeni menawarkan ikan lagi pada gadis itu.
“Cukup kang, makanku sedikit.”
“Jika begitu, aku akan menyimpan ikan sisa ini. Terlalu sayang untuk dibuang, siapa tahu nanti menjelang siang aku akan lapar lagi.”
Wisanggeni membungkus ikan bakar sisa itu dengan daun pisang, kemudian memasukkannya ke dalam kepis atau tempat penyimpanan barang. Kepis merupakan tempat kecil seperti tas kulit, tetapi dapat memuat barang yang sangat banyak. Semakin besar kapasitas penyimpanannya, maka akan semakin mahal harganya. Gadis itu diam-diam mengamati perilaku laki-laki muda yang telah menolongnya itu.
“Baiklah Laras.., aku harus segera pergi. Karena aku masih harus mencari tempat tinggalku selama di hutan ini. Silakan jika kamu akan melanjutkan perjalananmu!” laki-laki itu berpamitan pada gadis itu, dan baru saja dia akan melangkah pergi..,
“Tunggu kang! Apakah Akang tega meninggalkanku disini sendirian, bahkan berjalan kaki saja aku masih harus menggunakan pegangan ini.” Gadis itu menunjukkan tongkat kayu yang baru saja dibuatkan Wisanggeni untuk pegangan dan penopang saat dia berjalan.
Wisanggeni terdiam, kemudian menoleh ke arah gadis itu. Dia akan jujur pada gadis itu, bahwa dia tidak memiliki kekuatan apapun dalam tubuhnya.
“Laras…, tolong kamu jangan salah sangka padaku! Tidak ada manfaatnya kamu pergi bersama denganku. Aku ini, bahkan menjaga diriku saja aku tidak sanggup, masa aku akan membawamu ikut serta denganku.”
“Apa maksudmu akang? Aku pikir, jika kita pergi bersama, maka kita akan dapat saling membantu. Apalagi melihat kondisiku saat ini, apakah Akang tega membiarkan seorang gadis yang sedang terluka berjalan sendiri di tengah hutan?”
Gadis itu menganggukkan kepala, dan dengan mata yang menyedihkan dia menatap pada Wisanggeni. Sedangkan
laki-laki itu berpikir sejenak, paling tidak dia akan memiliki teman bicara dalam perjalanannya, akhirnya dia memutuskan untuk membawa Larasati bersamanya.
“Ayo.., berjalanlah di depanku! Aku laki-laki, harus menjaga wanita.”
***************
“Paman Narendra.., aku akan segera balik ke padhepokan Jagadklana. Tempat ini tidak memiliki daya tarik lagi, sejak kang Wisang pergi dari sini.” Rengganis berbicara dengan pengawal yang ditugaskan ayahndanya untuk menjaganya.
“Kapan Nimas akan Kembali? Apakah tidak sebaiknya, Nimas pergi mencari padhepokan atau tempat berlatih ilmu kanuragan yang lebih bagus?”
“Maksudnya apa paman?”
“Maksud saya, jika Nimas sudah pulang balik ke padhepokan, paling-paling Nimas akan segera dinikahkan dengan Jagasetra. Karena saat saya pulang kemarin, ayahnda Jagasetra beserta keluarganya sudah datang menemui ayahnda Nimas. Mereka meminta Nimas untuk dijadikan istri dari Jagasetra.”
“Apa?? Benarkah itu paman? Jika benar, Nimas tidak mau pulang paman, Lebih baik aku ikut Kang Wisang, pergi saja melanglang buana mencari pengalaman untuk hidup mandiri. Aku hanya mau menikah, jika itu dengan Kang Wisang.”
Ki Narendra memandang putri kesayangan dari padhepokan Jagadklana, dan tampak keseriusan terlihat di mata gadis itu.
“Paman melihat apa? Memangnya ada yang aneh dengan diriku?”
“Tidak ada Nimas. Jika diijinkan paman mau bertanya Nimas, apakah dibolehkan?” dengan hati-hati Ki Narendra minta ijin untuk bertanya pada gadis itu.
Rengganis menganggukkan kepala, karena dia juga penasaran tentang apa yang akan ditanyakan oleh Ki Narendra.
“Tadi Nimas bilang jika tidak akan mau menikah, jika bukan dengan Wisanggeni. Apakah Wisang juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan Nimas? Apakah Wisang sudah pernah menyampaikan sesuatu tentang perasaannya pada Nimas?”
Rengganis terkejut dengan pertanyaan yang disampaikan laki-laki paruh baya itu.
“Apakah harus perkataan secara langsung paman? Bukankah kang Wisang saja sudah diikrarkan pertunangan dengan Nimas Kinanthi, tetapi pertunangan itu gagal paman.”
Ki Narendra tersenyum mendengar perkataan Rengganis. Sejak dari kecil Rengganis memang dimanja oleh orang-orang di padhepokan. Semua keinginannya selalu dituruti, hanya saat dia berlatih ilmu kanuragan saja, dia akan merasakan sakit saat tanding.
“Benar yang Nimas sampaikan. Tetapi jika ada ucapan secara langsung, Nimas akan merasa lebih aman dan lebih mantap. Nimas juga bisa untuk menuntut janji atau perkataan yang sudah diucapkan oleh laki-laki.”
“Tetapi perlakuan kang Wisang padaku, apakah itu tidak melebihi dari hanya sekedar ucapan Paman?”
“Iya paman tahu Nimas, apa yang sering kalian lakukan. Kalian sering berpelukan, Den Wisang mencium pucuk kepala Nimas, bergandengan atau sekedar Nimas mengunjungi kamar Den Wisang kalau malam hari.”
“Aaahhh.., sudah paman, jangan disebutkan lagi! Ternyata paman tahu semuanya, berarti selama ini Paman selalu mengintip kami ya?” pipi Rengganis merona menahan malu.
“Paman bukan mengintip Nimas. Ingat Nimas… paman dan beberapa orang ditugaskan untuk menjaga dan melindungi Nimas, termasuk dari godaan dari para laki-laki hidung belang. Karena garis keturunan Jagadklana ada dalam tubuh Nimas, sebelumnya saatnya Nimas harus tetap menjaga kesucian diri.”
“Iya paman.., aku janji untuk pandai-pandai menjaga diriku. Tetapi paman setuju kan dengan pernyataanku, jika hanya Kang Wisang yang akan dapat menikahiku.”
“Paman akan setuju dengan siapapun Nimas nanti akan menikah. Tetapi ingat Nimas, akan banyak godaan dan ujian yang harus dilalui oleh laki-laki muda itu, jika dia juga memiliki keinginan untuk menikah dengan Nimas.”
“Aku akan selalu mengingat semua pesan paman. Besok pagi, temani aku menghadap paman Mahesa ya! Aku akan pamit untuk meninggalkan padhepokan ini. Dan aku sudah memutuskan, jika akan pergi mencari pengalaman di dunia luar.”
*****************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 495 Episodes
Comments
Sak. Lim
ya iya jdi pria kox ga punya hati nurani sama sekali pegi dri padepokan ja diem3 ga mencerminkan seorang pria itu sifat nya banci kaleeeng samph
2024-04-05
0
Choirudin Sinwan
botol (walau dari kayu)...? sepertinya enak diwadahi bumbung/bambu sbg tempat air minum..
2023-07-01
0
GAMES
cantik
2022-06-14
0