Ketangkasan dan level kekuatan Wisanggeni terus meningkat. Hari-hari di tengah hutan, dia dan Larasati berburu binatang untuk mendapatkan mustika dari binatang yang mereka kalahkan. Tidak terasa bulan berganti bulan, dan saat ini perjalanan mereka semakin jauh memasuki hutan, dengan binatang yang memiliki level kekuatan lebih tinggi.
"Akang..., sepertinya ada orang lain di hutan ini selain kita. Lihatlah lembah dibawah sana, Akang lihat tidak, ada asap yang muncul dari bawah?" Larasati menunjuk ke lembah yang ada di bawah mereka.
"Ya, aku melihatnya. Terus..., kita lihat ke bawah kemudian bergabung dengan mereka atau kita ganggu mereka?" tanya Wisanggeni sambil tersenyum.
"Tunggu dulu, jangan tergesa-gesa. Kita selidiki dulu bagaimana level kekuatan mereka. Kita juga belum tahu, mereka itu orang jahat, atau seperti kita sedang mengumpulkan mustika binatang. Jika nanti kita sudah mengetahuinya, baru kita bisa memutuskan." Larasati melarang Wisanggeni terburu-buru.
"Baiklah.., ini hari sudah akan berganti senja. Nanti menjelang malam, kita pelan-pelan menuju kesana. Awas Laras..., geser!!" tiba-tiba laki-laki itu berteriak sambil melemparkan pisau belati ke belakang Larasati.
"Clap.." pisau belati tepat menancap di kepala seekor singa yang akan menyerang Larasati dari belakang. Gadis itu terlihat pucat, karena dia sedikit lengah, ternyata nyawa bisa terancam.
Wisanggeni segera berjalan mendekat ke arah singa yang sudah tergeletak itu. Sambil memegang pundak gadis itu, dia duduk mendekati binatang tersebut.
"Ambil nafas Laras, atur kembali nafasmu!" dengan cekatan, laki-laki itu mencabut pisau belati dan mencopot mustika dari kepala singa itu, kemudian melemparkan pada gadis yang sedang mengatur nafasnya itu.
"Terima kasih Akang.., lagi-lagi Akang menyelamatkan Laras." kata Laras sambil memasukkan mustika singa ke mulutnya.
**********************
Wisanggeni dan Larasati dengan cekatan melompat dari satu pohon ke pohon yang lain. Setelah mendapatkan tempat untuk mengintai segerombolan orang yang terdiri dari sekitar 15 orang, mereka bersembunyi di antara rerimbunan daun.
Terlihat dari tempat Wisanggeni seorang laki-laki berjalan dengan hati-hati sambil menengok kanan kiri, mendatangi sebuah tenda.
"Aaaww.., pergi kamu.., tolong!!" sayup-sayup terdengar jeritan seorang gadis dari dalam tenda tersebut.
Tanpa memberi tahu Larasati, Wisanggeni langsung melompat dan masuk ke dalam tenda tersebut. Terlihat di depannya seorang laki-laki yang membekap mulut seorang gadis, dan berusaha untuk memperkosanya.
"Diamlah..., aku akan memberimu kenikmatan sayang. Ayo nikmati sajalah.. kita akan sama-sama merasakan terbang ke surga." ucap laki-laki sambil berusaha mencium perempuan tersebut.
Perempuan itu meronta-ronta sambil menggunakan kakinya berusaha menendang laki-laki tersebut.
"Aku tidak mau..., dasar laki-laki laknat kamu. Tolong...," kembali teriakan keluar dari mulut gadis itu.
"Diam atau aku bunuh kamu!" laki-laki itu mengancam sambil menarik baju atasan yang dikenakan gadis itu.
Tampak pemandangan yang menaikkan darah ke ubun-ubun, terlihat di depan mata Wisanggeni. Matanya menatap kulit putih mulus dengan dua gundukan kenyal yang masih tertutup kain pelapis, sangat menggoda imannya.
"Clap...," pisau belati Wisanggeni tepat bersarang di punggung laki-laki itu.
"Aaww..., kurang ajar, siapa ini yang berani menggangguku?" dengan mata merah, laki-laki itu menoleh ke arah Wisanggeni, sedangkan Wisanggeni hanya tersenyum sambil tetap berdiri di depan tenda. Di belakangnya, Larasati berjaga-jaga jika ada teman dari laki-laki tersebut.
Melihat ada orang yang menyelamatkannya, perempuan itu langsung berlari dan memeluk Wisanggeni, tanpa dia sadar jika dia tidak mengenakan pakaian atas.
Wisanggeni mengambil nafas panjang saat dua gundukan kembar menyentuh dadanya, dan dengan erat perempuan itu memeluknya erat.
"Minggirlah dulu..., aku akan mengambil pisau belati ku." dengan suara serak Wisanggeni melepaskan pelukan perempuan itu. Darah dengan cepat mengalir ke ubun-ubunnya, dan dia merasakan sesuatu di bawah perut perlahan mulai membengkak.
"Ratri takut sama orang itu kang. Dia akan berbuat jahat pada Ratri." ucap perempuan itu sambil kembali memeluk erat Wisanggeni.
"Hai siapa kamu..., berani-beraninya kamu masuk ke wilayah kekuasaanku?? Mau cari mati..." teriak laki-laki itu sambil berusaha mencabut pisau yang masih menancap di punggungnya.
"Minggir dulu kamu.., jangan seenaknya main peluk laki-laki asing." sontak perempuan itu ditarik Larasati, sambil ditutup kepalanya dengan menggunakan kain.
"Maaf." ucap perempuan itu dengan lirih, dan dia baru menyadari jika dia sedang tidak mengenakan pakaian atasan.
"Terimalah serangan dariku. Ajian Tapak Ge..." belum selesai laki-laki itu akan memberikan serangan pada Wisanggeni, tiba-tiba dia sudah terpental jauh ke belakang.
Dengan cepat, Wisanggeni meloncat dan menarik pisau belati dari punggung laki-laki itu sambil memberikan pukulan maut. Baru saja laki-laki itu akan mengangkat badannya, sebuah tendangan mendarat di dadanya.
"Uhugh .. ampun kisanak.., ampuni aku. Aku mengaku salah." merasa kesakitan dan tidak bisa menandingi kekuatan Wisanggeni, laki-laki itu memohon ampun.
"Jaminan apa yang akan kamu berikan padaku, agar kamu tidak akan mengulangi lagi kelakuan bejatmu?" Wisanggeni bertanya dengan tatapan datar.
"Aku akan mengabdi padamu Kisanak, dan akan tunduk dengan semua perintahmu. Ampuni aku!" laki-laki itu terus memohon pada Wisanggeni.
"Apa manfatmu bagiku, dan sepertinya saat ini aku belum membutuhkan anak buah." jawab Wisanggeni enteng.
"Akang tidak tega membunuh laki-laki bejat ini, apa perlu Laras untuk menghabisinya?" tiba-tiba Larasati sudah berdiri di samping Wisanggeni.
Wisanggeni tersenyum dan melihat ke arah Larasati.
"Tidak semuanya harus kita selesaikan dengan membunuh. Beri dia keputusan Laras..., apakah saat ini kita sudah perlu memikirkan anak buah?" tanya Wisanggeni.
Larasati terlihat berpikir sejenak, kemudian dia tersenyum.
"Mungkin sudah saatnya Akang, lumayan kita punya orang untuk melayani dan membantu kita." sahut Larasati sambil tersenyum licik.
"Hai bagaimanapun kamu..., apakah kamu setuju untuk membantu kami??" tanya Larasati sambil menendang laki-laki yang saat ini sedang berlutut di kakinya.
"Mau Nimas..., aku mau mengabdi pada Nimas dan Tuan." ucap laki-laki itu.
"Baiklah.., sementara aku akan menerimamu untuk mengikuti kami. Tapi ingat, sekali lagi kamu mengulangi perbuatan bejatmu, maka akan aku kebiri kemaluanmu. Akan aku gunakan untuk makanan ikan di sungai." teriak Larasati.
"Baik Nimas ., aku akan menuruti apa yang dikatakan Nimas dan Tuan. Terimakasih sudah memberi saya kesempatan." laki-laki itu bersujud dan mencium tanah di bawah kakinya.
Wisanggeni kemudian mendekati laki-laki itu, dan dengan cepat mencabut pisau belati dari punggungnya. Setelah mengusap mata pisau belati dengan menggunakan kain, Wisanggeni memasukkan kembali ke sarungnya dan menyimpannya kembali ke tempat penyimpanan.
"Minum pil itu untuk mengeringkan luka-lukamu!" dengan cepat Wisanggeni melempar bungkusan pil ke laki-laki itu.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 495 Episodes
Comments
Jhonny Afrizon
pasang segel budak🤭🤭
2023-02-10
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
next
2022-03-26
1
Jimmy Avolution
Sippp...
2022-02-20
1