Api yang besar memenuhi seluruh kabin. Armada penyelamat tiba dalam waktu kurang lebih sepuluh menit dengan cepat mengangkut orang-orang yang terluka.
"Bagaimana?" Tuan Yamada yang sedikit terluka bertanya serius pada para kepala pengamanan kapal itu.
"Kami telah menghitung jumlah korban. Kira-kira ada tiga puluh orang yang terluka. Sebelum ledakan, yang paling dekat dengan bom itu adalah menantu Anda dan salah satu kru kami," ucap ketua pengaman kapal.
Tuan Yamada menutup matanya dalam-dalam. Ia sungguh tak menyangka insiden ini terjadi di pernikahan putranya. Tentu saja kejadian ini akan menyorot perhatian publik.
Tak lama kemudian, Chiba datang menemui ayahnya.
"Papa, apa kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir memeriksa tubuh ayahnya. Ia kembali bertanya, "Bagaimana dengan mama? apa dia baik-baik saja?"
"Hei, seharusnya kau mengkhawatirkan istrimu karena dia yang paling dekat dengan bom itu," ucap Tuan Yamada.
Wajah Chiba yang penuh kekhawatiran sontak berubah menjadi datar. "Kata asistenku dia hanya pingsan. Itu tidak jadi masalah!"
"Kau ini!" Tuan Yamada hendak menghantam putranya dengan sebuah buku yang dipegangnya. Namun, ia masih menahan diri karena kepala petugas masih berada di hadapan mereka.
Tuan Yamada mengalihkan pandangannya ke kepala petugas keamanan kapal. "Bagaimana dengan kru-mu yang menyelamatkan menantuku?"
"Karena dia berada paling dekat dengan bahan peledak, cederanya paling berat dan perlu transfusi darah," ucap pria itu.
Tuan Yamada tak dapat berkata lagi selain menunjukkan wajah keprihatinan. Saat ini aparat keamanan tengah memadati kabin untuk melakukan penyelidikan. Mereka mengecek setiap CCTV. Sayangnya CCTV yang ada di kapal ini tak berfungsi dan DVR rusak. Sehingga mereka tak dapat mencari petunjuk lewat CCTV.
Di kamar, sebuah ingatan masih terjebak sesaat sebuah ledakan bom terjadi. Yang mana di saat semua orang menunjukkan keegoisan mereka masing-masing. Ada seorang pria dengan sigap datang dari tempat aman, berlari ke tempat maut hanya untuk menyelamatkan dirinya. Pria itu menariknya dalam pelukan hingga tubuhnya tak terjamah dengan partikel bom.
Ia masih mengingat sangat jelas, pria itu berbisik di telinganya, mengucapkan sebuah panggilan yang tak asing baginya. Yaitu "Ai Suru".
"Sano!"
Hana membuka matanya dengan panik dan langsung terduduk ketika ia sadar dari pingsannya. Ibu dan ayahnya menghampirinya dengan raut cemas.
"Hana sayang, kau tidak apa-apa 'kan, Nak?" tanya ibunya panik memegang kedua bahu anaknya.
Hana menatap sekeliling ruangan. Lalu ia menoleh ke tubuhnya sendiri. Tampak ia masih memakai gaun pengantin yang indah. Beberapa bagian tubuhnya dibungkus perban karena mengalami luka kecil.
"Bagaimana keadaan di luar sana, Okaa-san (ibu)?" tanya Hana penasaran.
"Sangat kacau! Aku tidak menyangka pernikahan mewah putriku akan berakhir seperti ini. Siapa yang berani-beraninya melakukan ini semua!" omel ibu Hana yang begitu kesal karena pernikahan putrinya yang begitu ia agungkan berakhir kacau.
Hana meraih tangan ibunya. "Bagaimana keadaan pria yang menolongku?" tanyanya seketika.
Ibu Hana terdiam sesaat. "Bukankah yang menolongmu ... suamimu sendiri, Tuan Muda Chiba?" tanyanya bingung.
Hana menggeleng cepat. Ia masih mengingat jelas, pria yang telah menjadi suaminya itu malah duluan kabur sesaat melihat bom yang terletak dalam kue pengantin.
"Jangan bilang Tuan Muda tidak peduli padamu! Apa dia tidak begitu tertarik dengan putriku ini?" Ibu Hana kembali bergumam kesal.
"Hei, Putri kita masih trauma. Tapi kau malah memikirkan hal lain?" tegur ayah Hana sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan istrinya.
Hana tampak tak peduli dengan ocehan ibunya. Saat ini, ia hanya ingin mengetahui kabar orang yang menyelamatkannya. Apakah orang itu terluka parah? Jika terjadi apa-apa dengan pria tersebut, ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah membuat seseorang rela memasang badan demi keselamatannya.
Sementara kembali di kabin, beberapa polisi masih memeriksa tempat kejadian. Mereka mengumpulkan para saksi yang berada di sekitar kejadian. Tiba-tiba seseorang datang sambil berseru, "Ini dia Tuan, yang membawa kuenya!"
Tuan Yamada beserta polisi menengok ke sumber suara. Orang yang berseru tadi membawa Ken yang masih berpakaian koki di hadapan mereka.
"Benarkah kau yang membawa kue itu?" tanya polisi mulai melakukan penyelidikan.
"Be-benar, ta–tapi aku ti–tidak tahu apa-apa!" ucap Ken menampilkan wajah gugup.
"Tolong jelaskan kronologi saat kau membawa kue itu!" tanya polisi kembali.
"Sebenarnya bukan saya yang bertugas membawa kue itu. Hanya saja, ketika saya sedang berjalan menuju dapur, saya melihat kue itu tergeletak begitu saja. Saya mencari seseorang di sekitar itu dan tidak menemukan siapa-siapa, karena acara sudah mau mulai, saya berinisiatif membawa kue itu," jelas Ken di hadapan Tuan Yamada yang tampak serius mendengar ceritanya.
"Apa kau tidak merasa curiga atau ada sesuatu yang ganjil dengan kue itu?" tanya polisi kembali.
Ken menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Saya tidak tahu, Tuan. Bahkan kakak saya menjadi korban peledakan bom itu. Dia menolong mempelai pengantin wanita, dan sekarang keadaannya cukup parah." Saat mengatakan kalimat itu, wajah Ken menunduk disertai mimik sedih.
Tuan Yamada tersentak mendengar ucapan Ken. "Jadi, yang menolong menantuku adalah kakakmu?"
Ken mengangguk lemah dengan tetap memasang wajah sedih tak berdaya. "Dia kru keamanan di acara ini. Kami baru mendapatkan pekerjaan tapi harus menerima kejadian sial yang menimpa kami."
Tuan Yamada tampak terpukul dan merasa bersalah mendengar penuturan Ken. Namun, tak lama kemudian seseorang dari bagian kepolisian datang menghampiri ketua mereka sambil berkata, "Kami menemukan ini di sekitar lokasi."
Sebuah surat kaleng diserahkan kepada kepala kepolisian. Kepala polisi membaca isi surat tersebut. Lalu menoleh ke arah Tuan Yamada.
"Sepertinya ... ini ulah anti fans anak Anda, Tuan." Kepala polisi menyimpulkan hal tersebut setelah membaca isi surat ancaman yang mengatakan akan menghancurkan hidup Chiba Yamada.
Tuan Yamada merebut surat tersebut dan membacanya. Ia tahu, jika anaknya memang memiliki penggemar yang sangat banyak. Namun, Chiba juga masuk dalam jajaran idola yang mempunyai haters terbanyak karena sikapnya yang sombong dan kerap menolak untuk berfoto bersama penggemarnya.
Di kawasan Asia Timur, seperti Korea, China dan Jepang terkenal akan Anti Fans yang begitu menakutkan. Mereka tak segan-segan meneror idola yang dibenci. Bahkan menyerang dan melukai idola tersebut.
Setelah membacanya. Tuan Yamada tampak berpikir keras. Cukup masuk akal jika ini adalah ulah anti fans. Karena bom yang meledak memiliki daya ledak ringan.
Ia lalu kembali fokus ke Ken yang masih berdiri di depannya.
"Masalah kakakmu, jangan khawatir. Aku akan bertanggung jawab. Tolong sampaikan ucapan terima kasihku saat ia telah pulih," ucap Tuan Yamada membungkuk.
Ken membulatkan matanya. Ia tak menyangka orang sekelas Tuan Yamada akan membungkuk di hadapannya. Dengan buru-buru ia membalasnya dengan ikut membungkuk. "Terima kasih atas perhatian, Tuan. Aku menunggu kedatanganmu menjenguk kakakku."
Setelah itu, Ken membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi. Saat langkahnya mulai menjauh dari Tuan Yamada, wajahnya yang polos berubah menjadi dingin. Ada lengkungan tipis di ujung bibirnya dengan mata yang menyorot tajam penuh arti.
Ia menghentikan langkahnya, kembali menoleh ke belakang. Sambil
membuka topi kokinya, ia berkata sendiri, "Sepertinya aku cocok jadi pemain film. Aktingku tidak kalah dengan artis-artis di layar kaca. Mungkin aku bisa menang piala Oscar sebagai Aktor terbaik."
Ken tersenyum dingin lalu kembali melangkah.
.
.
.
.
.
.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Q~🅰️ndra
wahh nih emak ngeselin yak🤦♂️
2025-02-09
1
sakura🇵🇸
ken disini belum mengenali ayahnya sendiri ya...
makin g sabar sama lanjutannya😍
2023-03-04
0
Lintang Lia Taufik
Ai Suru, deh Kak. 😁
2023-02-02
1