Di ruang tempat pertemuan, Ken dan Yu berbicara empat mata.
"Benarkah kau telah menemukan Sano?" tanya Yu sambil memegang kedua pundak Ken, mendesaknya agar segera menjawab.
Mata Ken menatap tajam ke arah Yu. "Iya, anak buahku mendapatkan informasi tentangnya. Dia bekerja di sebuah perusahaan besar Tokyo dan menjadi guru less privat piano."
"Di mana dia sekarang?"
Yu kembali mendesak sambil mengguncang tubuh Ken. Bagaimana tidak, butuh lima belas tahun ia mencari keberadaan adiknya. Segala cara ia tempuh agar bisa bertemu kembali dengan saudara kandungnya itu.
Sebelumnya, Yu tinggal bersama keluarga tercintanya di kota Fukuoka yang terletak di pulau kyushu. Namun sayang, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter memporak-porandakan hidupnya. Orangtuanya menjadi korban dalam bencana alam dahsyat di tahun itu. Menurut para tetangganya, mereka sempat melihat Sano dalam keadaan hidup. Karena pernyataan dari sejumlah orang inilah yang membuat Yu yakin Sano benar-benar masih hidup.
Ken tampak ragu-ragu untuk menjawab. Lebih tepatnya, ia tak tahu harus bagaimana mengatakan hal ini pada Yu. Sepertinya Yu menangkap ekspresi tak biasa dari wajah Ken. Ia menyipitkan matanya sambil bertanya, "Ada apa?"
"Onii-chan, Sano-san ..." Ken mengambil napas sesaat sebelum melanjutkan, "Sano-san di Rumah Sakit."
Ken menunduk tak berdaya.
"Kenapa dia ada di rumah sakit?" tanya Yu tenang meskipun dia sudah dapat menebak jika terjadi sesuatu dengan adik kandungnya.
"Dia ... melompat dari gedung apartemennya. Dan dia mengalami koma sejak lima hari yang lalu," ucap Ken dengan suara tak berdaya.
Mata Yu terbuka lebar. Dadanya seakan terpukul oleh benda berat. Dengan cepat ia memerintahkan Ken untuk ikut bersamanya ke Rumah Sakit tempat Sano dirawat.
Yuki kembali menuju kamarnya setelah dari halaman tempat latihan menembak. Saat melewati lantai dasar mansion, ia melihat Yu dan Ken menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Mereka berlalu begitu saja menuju arah pintu keluar, bahkan Ken tak sedikit pun menoleh ke arahnya meskipun keduanya saling berpapasan.
"Ada apa dengan wajah mereka?" gumam Yuki sambil menoleh kembali ke pintu keluar.
Rasa penasaran membawanya melangkah keluar tanpa sadar. Saat sudah di pintu keluar, tiba-tiba terdengar suara laki-laki yang menegurnya.
"Hei, siapa kau?"
Yuki menghentikan langkahnya. Ia menarik napas dalam sebelum membalikkan badannya. Tampak seorang pria berusia sekitar dua puluh tujuh tahun berdiri di depannya. Berbeda dengan Yu yang memiliki aura suram dan menakutkan, atau Ken yang memiliki senyum menggoda dan tatapan mesum, pria ini malah mempunyai wajah yang lembut. Tak ada ciri khas yang menampilkan jati diri sebagai seorang gangster seperti yang dimiliki Yu dan juga Ken.
"A-aku ... Yuki." Gadis itu menunduk sebagai penghormatan.
"Oh ... jadi kau gadis yang diceritakan Ken. Kau meminta Yu-sama untuk membawamu bergabung bersama kami, 'kan?" tanya pria itu sambil melangkah mendekat.
Yuki mengangguk pelan.
"Aku Hibari Miura," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Yuki menyambut uluran tangannya sambil menundukkan kepalanya. Tampaknya pria ini begitu ramah padanya.
Hibari lalu mengajak Yuki berjalan-jalan di sekitar taman mansion mereka sambil bercerita sedikit tentang seluk beluk geng Akiko.
"Aku sudah dua hari ada di sini, tapi baru kali ini melihatmu," ucap Yuki sesaat merasa akrab dengan pria itu.
"Ya, karena tugasku memang berada di luar lapangan. Seperti seorang intel," ucap Hibari sembari tertawa kecil.
Hibari menceritakan jika geng Akiko dibagi menjadi dua kelompok, yang mana kelompok pertama disebut penyerang yang diketuai oleh Ken dan selalu berada di garis depan melawan musuh. Sementara kelompok kedua adalah mata-mata yang diketuai oleh dirinya sendiri dan bertugas mencari info sedetail mungkin tentang lawan dan meng-hacker situs-situs yang mereka butuhkan.
"Yu-sama adalah sosok kakak dan orang tua bagi kami. Dia merangkul kami dengan penuh kehangatan walaupun dia tak pernah mengekspresikannya secara langsung. Geng kami bisa semaju ini karena kecerdasan Yu melumpuhkan setiap lawan. Tetapi, geng kami mempunyai misi membantu rakyat kurang mampu," tutur Hibari menjelaskan panjang lebar.
Ia menoleh ke arah Yuki yang begitu antusias mendengar penjelasannya.
"Pikirkanlah baik-baik jika ingin bergabung bersama kami. Masih ada waktu untuk kau pergi dari sini. Seorang wanita lemah sepertimu tak seharusnya berada di tengah kami," ucap Hibari memberi peringatan. Sesungguhnya ia cemas jika suatu saat Yuki akan berada dalam bahaya jika bergabung dengan mereka.
"Oh iya, satu lagi. Yu tidak menyukai wanita lemah. Dia sangat membenci wanita yang gampang mengeluarkan air mata. Kau harus kuat jika ingin berada di sisinya," lanjut Hibari sebelum pergi meninggalkannya.
Yuki bergeming sesaat, tampaknya ia sependapat dengan Hibari. Gadis sepertinya sulit untuk beradaptasi dengan mereka. Namun, jika ia tak di sini, ke mana ia akan pergi? Sementara ia tak punya pekerjaan dan tempat tinggal.
Sesampainya di salah satu Rumah Sakit terbesar di Tokyo, Yu dan Ken langsung menuju ruang ICU tempat Sano dirawat. Yu masuk ke ruangan itu dengan langkah kaki pelan dan perlahan. Matanya tak berkedip menatap sosok yang terbaring di atas ranjang dengan bantuan sejumlah alat medis.
Apakah ini benar-benar Sano? Yu melangkah mendekat. Semakin mendekat, ia kesulitan menutupi kesedihan di wajahnya. Ya, dia benar-benar Sano!
Sano Maeda.
Adik kandung dari Yu Maeda. Yu mengganti nama belakangnya dengan 'Hiroshi' untuk menutupi identitas aslinya.
Yu menatap tangan Sano, tampak sebuah tanda lahir berwarna merah tua berada di lengannya, sebagai bukti jika dia benar-benar adik kandung Yu. Wajah Sano masih tak berubah sejak lima belas tahun yang lalu. Perpaduan wajah tampan nan lembut.
Seharusnya ini menjadi momen membahagiakan, bukan? Seharusnya pertemuan antara ia dan Sano menjadi hal paling menggembirakan, 'kan?
Namun, kenapa ini menjadi momen menyedihkan? Kenapa mereka harus bertemu di momen yang seperti ini? Yang mana Sano tak sadarkan diri. Dokter telah mengatakan jika Sano mengalami kematian otak dan jika sadar tubuhnya akan mengalami lumpuh total.
Yu mengepalkan tangannya dengan kuat hingga jari-jarinya memutih, ia menggertakkan rahangnya, sorot matanya yang tajam terpancar jelas di depan tubuh Sano yang tak sadarkan diri. Ia langsung keluar dari ruangan itu, menemui Ken yang menunggunya di luar.
Ken terkejut melihat ekspresi serius dari wajah Yu. Yang mana ekspresi itu keluar jika ia hendak melawan atau menyerang musuh.
"Ayo kita ke apartemennya! Aku tidak percaya jika Sano benar-benar bunuh diri!"
Ken hanya dapat mengangguk mengikuti kehendak Yu. Berbekal kartu identitas milik Sano, mereka langsung menuju apartemen tempat pria itu tinggali. Tampak apartemen sederhana milik Sano itu masih tersegel oleh garis polisi. Yu menendang pintu apartemen itu untuk memaksa masuk.
Seorang pria pemilik apartemen itu menghampirinya dengan raut wajah menahan amarah.
"Hei, kenapa kau merusak pintu apartemenku. Apa kau tak lihat tanda larangan masuk?" omel pria itu.
Ken dengan cepat mencegatnya. "Kami adalah keluarganya!"
Orang tua itu hanya dapat terdiam saat melihat mata sangar milik Ken. Namun, ia masih mengontrol keduanya dengan ikut masuk ke dalam ruangan.
Mata Yu menelisik ke setiap sudut ruangan. Apartemen sederhana itu tertata cukup rapi. Ia lalu menuju sebuah jendela, melihat ke bawah tepatnya halaman apartemen. Tampak masih terlihat jejak darah mengering di bawah sana.
"Sano adalah anak yang baik dan ramah. Sehari-hari ia bekerja keras. Dan tiap malam dia akan pergi mengunjungi rumah anak muridnya untuk memberi less privat piano," kenang orang tua pemilik apartemen itu.
"Apa kau tau penyebab mengapa ia bunuh diri?" tanya Ken sesaat.
"Polisi menyimpulkan jika ia bunuh diri karena utang yang menumpuk."
"Sano-san terlilit utang?" Ken mengerutkan kening.
"Ya, polisi menemukan bukti banyaknya surat utang piutang atas namanya. Jika ditotal mencapai puluhan juta Yen."
Mendengar ucapan pria tua itu, membuat Yu menoleh dan kembali masuk ke ruangan. Ken sendiri tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Mengapa bisa Sano berutang sebanyak itu?" tanya Ken dengan raut masam.
Tampaknya Yu tak yakin dengan hasil penemuan polisi. Ia tak percaya adiknya bisa mempunyai utang yang menggunung. Pria itu langsung mengobrak-abrik tiap sudut ruangan, membongkar lemari kamar Sano. Setiap laci kamar diobrak-abrik seolah mencari sebuah bukti lain yang mengarahkan pada jawaban sesungguhnya tentang kenapa Sano bisa nekat melompat gedung.
Ia membuka laci meja samping ranjang Sano. Sebuah diary berwarna merah tua tergeletak di sana. Ia mengambil diary tersebut, lalu membukanya. Tampak foto mesra Sano bersama seorang gadis cantik terpampang di halaman buku itu.
Yu mengambil foto dan membalikkannya. Di belakang foto itu tertulis, "Hana, Ai shiteru yo (Hana, aku mencintaimu)!"
Rupanya gadis yang merangkul mesra Sano di foto tersebut adalah gadis yang ia cintai. Yu pun mulai membaca isi coretan tangan di buku diary milik adiknya.
.
.
.
.
.
Bersambung
benarkan alasan Sano bunuh diri karena terlilit utang? nantikan next chapter.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Asri
baca pertama udah lama
agak lupa sama ceritanya jadi malah asik
2024-06-26
0
🖤 Yay
Akibat baca jadi bisa ingat lagi nama hibari, maklum yg diingat cuma Yu, Ken dan Hana
2024-04-04
0
🐥Yay
baca lagi untuk like
2024-04-04
0