Hana menutup mulutnya, ini pasti gara gara dia bersin, jadi ketahuan dia mencuri dengar.
"Yee, jangan ge er jadi orang. Siapa juga yang kangen, siapa juga yang ngintip. Dasar narsis, kepedean, sok ganteng pula." langsung centang biru.
" Ya kamulah yang kangen, kamu yang ngintip. Emang aku ganteng, gitu kenyataannya, kan? Udah, ngaku aja."
"Kalau kamu lagi ngintip, kelihatan kok rambut kamu."
"Oh my God. Kok ada ya, manusia se narsis anda. 😱🤧🤧"
"Aku tuh mau turun ambil minum, tapi gak jadi sebab denger ada orang pagi pagi bertamu. Aku cuma mo lihat siapa? Eh, tak tahunya manusia narsis macam anda." ketiknya dengan kesal, lalu diam diam menyelinap lagi ke dalam kamar. Randy tertawa sembari melihat balasan pesan dari Hana. Disaat bersamaan, pak Hadi keluar telah mengenakan kemeja dan menenteng tasnya.
"Pagi, pak Hadi!" sapa Randy berdiri mengangguk hormat.
"Eh, Randy. Pagi juga. Tumben pagi pagi dah datang, bapak pikir siapa tadi!" pak Hadi meletakkan tasnya di sofa lalu duduk diseberang meja bersama Randy.
"Mau nengok keadaan Hana, Pak! Cuman pengen pastikan dia baik baik saja habis kejadian semalam."
Tak lama ibu pun datang membawa dua gelas teh manis. Bu Mira menyuruh Randy untuk meminumnya, sedang ia ke kamar Hana untuk membujuk anak itu agar mau berobat.
"Udah lah, Bu. Sebentar lagi juga sembuh. Hana cuma butuh istirahat." Hana masih bersikeras tak mau diantar ke klinik.
"Kalau kamu gak mau berobat, baiklah! Tapi temui nak Randy dulu, dia tamu kamu. Gak sopan tau, ibu gak pernah ajari kamu seperti itu, apalagi pada orang yang sudah berbuat baik sama kamu. Sudah nolong kamu. Dan berterima kasihlah padanya!"
Akhirnya dengan terpaksa Hana menuruti kata ibunya untuk berobat, karena sakit kepalanya bertambah berat dan mual mau muntah saat disodori bubur buatan sang ibu. Dengan senang hati Randy bersedia mengantarnya ke klinik.
"Mana tangan kamu?" punya Randy saat mereka sedang di ruang tunggu giliran untuk dipanggil. Hana yang memakai masker wajah menoleh pada Randy disampingnya.
"Buat apa?"
"Udah, nurut aja. Mana tangan kamu?" Hana mengulurkan tangan kanannya. Randy meraih tangan itu namun Hana menariknya kembali.
"Aku cuman mau mijit tangan kamu, siapa tahu pusing kamu berkurang!"
"Gak usah, Kak!" Randy memaksa mengambil tangan itu lalu memijit telapak tangan Hana dibagian antara jari jempol dan telunjuk. Hana akhirnya hanya diam saja, sakit kepala dan mualnya sudah sangat mengganggu, tak ada daya untuk menolak.
"Kamu kalau pusing bisa pijit di bagian ini, in sya Alloh cepet sembuh!" komentar Randy tanpa diminta. Hana menurut saja sembari merasakan sensasi dari pijatan Randy yang melemaskan otot yang kaku sembari menyandarkan kepala ke tembok.
Beberapa menit kemudian nama Hana Pertiwi dipanggil oleh perawat untuk masuk ke ruangan dokter.
"Mau aku temani masuk?" tawar Randy saat Hana berdiri, yang langsung disambut gelengan oleh Hana.
"Gak perlu, aku sendiri aja!" Randy tak memaksa, ia duduk lagi ditempatnya semula.
Sepulang dari klinik, Randy segera memberikan obat berbentuk sirup yang harus diminum sebelum makan.
"Ini diminum dulu, obat pereda mualnya, nanti setengah jam lagi kamu makan habis itu minum obat lagi." titah Randy.
"Gimana sakit kepalanya, mendingan belum?" Hana mengangguk.
"Udah mendingan pusingnya, tapi masih mual. Makasih kak, udah nganter aku berobat." Randy mengangguk.
"Kalau punya maag itu harusnya jangan sampai telat makan, tuh kan sekarang jadi campur aduk sakitnya. Pusing, mual, pilek jadi satu."
Hattcihh!
Sudah berulangkali Hana bersin bersin yang membuat hidungnya mampet. Wajahnya terlihat memerah.
"Sekarang kamu istirahat aja. Setengah jam lagi jangan lupa makan terus minum obat. Aku mau berangkat kerja dulu." Hana mengantar Randy sampai di teras rumah.
"Get well soon, Hana!" Hana mengangguk samar. Sepeninggal Randy ia duduk menautkan tangannya pada kedua kaki yang ia angkat diatas kursi.
"Duuh, pagi pagi sudah diapelin aja." Hana terkejut mendengar suara itu, tetangga sebelah rumahnya, Bu Daniel yang super kepo dan ahli gibah ada didepan gerbang tersenyum penuh rasa ingin tahu.
"Disegerakan aja, Neng Hana! Dari pada nanti....!" sebelah tangan Bu Daniel membentuk setengah lingkaran di perut, yang berarti perut membesar alias hamil.
"Maaf, Bu Daniel. Saya lagi gak enak badan. Mau masuk dulu!"
"Waduhh! Jangan jangan....!"
"Jangan jangan...!" mata Bu Daniel membulat, itu yang dirinya dan ibu tak suka dengan tetangga satu ini. Suka menyimpulkan sendiri apa yang dilihatnya.
"Jangan jangan apa, Bu Daniel?" tetiba Bu Mira sudah ada dibelakang Bu Daniel yang langsung menoleh.
"Eh, Bu Mira! Baru belanja?" Bu Mira terlihat membawa keresek hitam.
"Iya, dari warungnya Bu Sri. Bu Daniel mau kemana?" Bu Daniel kebingungan mencari alasan. Dia tadi memang sengaja mengintip dari depan gerbang, karena Randy datang sepagi itu.
"Tadi saya tuh nyari kucing kesayangan yang warna telon. Tadi saya lihat jalan kesini, tapi kok gak kelihatan ya? Ya udah, saya nyari kucing saya dulu, Bu Mira."
Pusss, pusss...!
Miuuu miuuu....!
Bu Daniel ngeloyor pergi begitu saja memanggil kucingnya, Bu Mira menatapnya sembari menggeleng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Yeni Eka
warna telon tuh yg kek gimana sih?
2022-11-08
0
Ummi Alfa
Wah.... cepet sembuhnya nih kalau tiap pagi di temgokin terus sama Randy.
2022-06-09
0
Via🔥💰
siap2 di gosipin ya hana
2021-12-25
0