Nenek sihir, sebutan dari Alana untuk Ema. Wanita mengerikan itu sudah pergi sepuluh menit lalu. Lily masih duduk di tempat nya semula, terkulai lemas mendengar perkataan penutup dari Ema.
"Dua bulan lagi mama akan datang kemari, jika sampai waktu itu kamu belum juga hamil, maka aku akan langsung membawa calon istri untuk Arun"
Mengingat itu, air mata kepedihan itu datang lagi. Merembes di pipinya. Mendengar langkah Alana yang mendekat, Lily buru-buru menghapus jejak air matanya. Alana membawa segelas air hangat, menyodorkan ke hadapan Lily. "Minum dulu kak"
Tangan gemetar, Lily menerima dan meminumnya. Tenggorokan nya memang butuh di basahi, terasa kering dan sakit.
"Harusnya kakak lawan tante Ema, dia ga boleh semena-mena kayak gitu terhadap kakak" ucap Alana duduk di samping Lily. Dia bisa melihat tubuh gemetar Lily, hingga Alana memutuskan untuk memeluknya.
Alana meletakkan dagu nya di pundak Lily. "Jangan nangis lagi, nanti kakak sakit"
"Al, apakah sebelum hari yang di tentukan mama Ema, kau sudah hamil?"
Pertanyaan itu tentu membuat Alana gugup. Dia tidak suka membahas hal itu. Tapi untuk mengacuhkan Lily juga dia tidak sanggup.
"Al.. jawab dong. Hanya itu yang bisa buat kakak tenang" Lily menggenggam tangan adiknya erat. Saat ini hidup mati nya ada di tangan Alana.
"Mana aku tahu kak. Doain aja biar..biar cepat..hamil" ucap nya tercekat.
Satu hal yang di sesalkan Alana, kakaknya tidak mau mengatakan pada Arun tentang kedatangan mamanya dengan segala ancaman dan juga penghinaan yang disematkan pada Lily. Kakaknya itu terus menutupi agar tidak terjadi pertengkaran antara ibu dan anak itu.
***
Sekolah Tunas Bangsa menjadi tuan rumah pertandingan basket antar sekolah satu rayon. Pertandingan persahabatan yang diikuti hampir 15 sekolah.
Alana menatap kekasih hatinya yang sedang ikut bertanding menjadi tim basket. Hanya memandangnya saja, Alana sudah merasa gembira. Ada perasaan tenang di dadanya. Pengaruh ada dan tiadanya Gara sangat besar dalam hidupnya.
"Gara...gara.." sorak sorak dari para penonton yang kebanyakkan kaum hama mengumandangkan nama Gara di GOR sekolah. Ada kebanggaan tersendiri, jika gadis lain hanya bisa menatap dan meneriakkan nama Gara tanpa ada balasan, memuja Gara dalam pikiran dan hati mereka, Alana justru pemilik pria itu. Dia bisa menyentuh dan memiliki hati dan pikirannya pria itu.
Bagi Alana, keberuntungannya terlahir di dunia ini hanya karena bisa bertemu dengan Gara diantar semua kepedihan hidupnya.
"Gara...I love you" teriak seorang gadis yang duduk di bangku baris kedua di bawah barisan Alana. Dia tahu gadis itu anak kelas dua, sekretaris OSIS yang terkenal akan kecantikannya.
"Ssssst..berisik tahu ga" umpat Dita yang dudu di samping Alana.
"Apa lo? keberatan? suka-suka gue dong. Jangan kira karena lo senior gue jadi takut sama lo" balas Jesika jumawa.
"Udah, Ta. Ga usah di tanggapi"bisik Alana menarik tangan Dita agar gadis itu kembali duduk.
Alana dan Jesika saling laga pandang, lalu dengan sombongnya Jesika membuang muka dan kembali duduk. Bukan Alana tidak dengar kabar bahwa gadis yang merupakan anak wakil Dirut Pertamina itu menyukai Gara sejak pertama kali masuk ke sekolah ini. Tapi Gara tidak pernah menggubris gadis itu, lalu untuk apa Alana mempersoalkannya?
Pertandingan pertama antara sekolah nya dengan SMA Bhinneka selesai. Tunas bangsa menang dengan skor tipis.
Dari tengah lapangan Gara mencari posisi Alana. Satu persatu bangku tribun itu menjadi pusat perhatiannya. Alan ingin melambai, tapi nyalinya ciut seketika saat mendengar kicauan beberapa gadis di bangku atas tempatnya duduk.
"Gue pengen tahu deh, ceweknya Gara itu gimana. Gue dengar B aja. Kalau emang benar itu cewek gada spesialnya sama sekali, gue mau ngerebut Gara dari dia"
Dari seragam sekolah gadis itu dan juga teman-temannya, mereka bukan lah dari sekolah tunas bangsa. Tidak heran, ketenaran Gara bukan hanya sebatas dinding sekolah mereka saja, tapi siswa dari sekolah lain juga banyak yang mengenalnya. Tampan dan juga ketua tim basket.
Dada Alana terasa nyeri mendengar ucapan gadis itu. Harusnya dia berani untuk menunjukkan dirinya, tapi diintimidasi sejak kecil oleh ayah dan ibunya membuta nyali Alana ciut. Dia malu dengan keadaannya apalagi kalau sampai ada yang tahu, dia sudah menjadi istri sirih suami orang, tapi masih percaya diri untuk menyandang status pacar Gara.
"Al, itu Gara nyariin lo" ucap Dita menyikut Alana, namun gadis itu justru menunduk menyembunyikan wajahnya di tubuh pria yang duduk di depannya.
"Malah nunduk" umpat Dita langsung mengangkat tangan, memberi sinyal pada Gara agar tahu keberadaan mereka.
Gara melihat lambaian tangan Dita dan segera berlari kecil kearah mereka.
"Aaau...Gara."
"Gara..I love you.."
"Gara cakep banget"
Suara jeritan para gadis semakin riuh memekakkan telinga. Sedikitpun Gara tidak menanggapi panggilan mereka. Terus berjalan menuju tempat Alana.
"Yuk" Gara menyodorkan tangannya pada Alana. Semua yang duduk di sekitar mereka ikut diam menyaksikan adegan itu. Seolah waktu berhenti dan hanya berpusat pada mereka.
Perasaan Alana mengembang. Tiba-tiba keberanian muncul di hatinya. Kalau Gara saja terang-terangan menunjukkan perasaannya mengakui hubungan mereka di hadapan banyak orang, lalu kenapa Alana harus takut? tidak percaya diri?
Senyum Alana mengembang. Penuh percaya diri disambutnya uluran tangan itu. Gara menggengam tangan Alana erat. Gadis itu berdiri mengikuti langkah Gara keluar dari aula itu. Gara membawanya kebelakang perpustakaan tempat mereka bisa bertemu.
"Ini, minum dulu" Alana menyerahkan sebotol air mineral yang sejak awal pertandingan tadi sudah dia pegang. Alana memang menyiapkan untuk Gara.
"Makasih sayang"
Kata sayang itu menggelitik hati nya. Gara bukan lah tipe pria yang suka mengucapkan kata cinta. Namun dibalik tidak ada sikap romantis yang dia tunjukkan, Gara tetap memperlakukan Alana lembut.
"Aku lapar. Kita jalan yuk"
"Gimana pertandingannya?" Alana pikir Gara mengajak nya ke luar aula hanya untuk sesaat, sebelum kembali lagi ke dalam sana.
"Sekolah kita udah selesai tanding. Ngapain lagi di sana, lebih baik aku nemani tuan putri jalan-jalan"
Wajah Alana memerah. Gara terlalu sempurna untuk dirinya. Dia hanya bisa berdoa agar mereka selalu bisa bersama. Alana tidak mungkin bisa hidup tanpa Gara. Hanya pria itu yang memperlakukannya seperti layaknya manusia.
Hanya butuh 10 menit untuk Gara membersihkan diri dan berganti pakaian. Kini keduanya sudah berada di jalan, melintasi jalan raya menuju salah satu mall. Gara berniat membelikan hadiah untuk Alana. Mungkin Alana lupa hari ini adalah hari bersejarah untuk hubungan mereka, tapi Gara akan selalu mengingat tanggal Alana mengatakan kesediaan untuk menjadi pacarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Ambar Wati
kalau gara tau alana udah nikah kecewa ga ya.sedih thor kasian mereka berdua
2023-10-23
0
octaviana
kok gue nyesek banget liat gara alana
selama ini gara yg slalu menjadi tumpuan dan semangatnya
2022-01-06
1
® - N@
Kasian gara, harus kecewa orang yang dicintai sudah rusak karena ke egoisan kakaknya sendiri.
ga kebayang gimana nnt reaksi nya gara pas tahu hal itu.
pengennya gara bisa menerima Alana apa adanya
2021-12-27
1