Hampir dua hari Lily tidak sadar kan diri. Berbaring lemah di tempat tidur rumah sakit. Selama itu pula Arun dengan setia menemaninya. Sore hari nya, baru lah Arun bisa bernafas dengan lega, Lily sudah membuka matanya.
"Hun.." ucap lemah. Genggam tangan Arun di tangannya sedikit banyak sudah membuat nya merasa tenang. Akhirnya dia kembali ke dunia ini, dunia dimana ada Arun, suaminya sekaligus orang yang sangat dia cintai.
Selama Lily pingsan, dia berkeliling bersama 'dirinya' dalam dunia yang kain. Mengajak nya melihat tempat yang mungkin dia sukai. Tempat itu memang indah, tapi Lily nyata ingin kembali ke tempat nya, dimana ada Arun berada.
"Kau sudah sadar" ucap Arun tercekat. Suaranya hilang bersama haru dan syukur atas kembalinya Lily. Tepat mata Lily terbuka, Arun sudah memencet tombol untuk memanggil tim medis yang berjaga saat itu.
Tidak henti-hentinya Arun menciumi kening dan juga punggung tangan Lily. Hampir saja kecelakaan itu merenggut nyawa Lily. Arun tidak mungkin bisa kehilangan wanita yang sangat dia cintai. Wajah dan tubuh Lily sama sekali tidak terluka parah karena menggunakan seatbelt. Hanya pecahan kaca mengenai pelipisnya. Kebanyakan pecahan kaca itu, menancap di lengannya yang di angkat Lily untuk melindungi wajahnya.
Ingatan Lily akan bayi nya membuat nya tersentak. Sekuat tenaga dia mencoba untuk duduk, tapi di tahan oleh Arun.
"Hun, anak kita?" Lily mulai gelisah. Dia banyak menonton drama yang saat kecelakaan terjadi, membuat wanita mengalami keguguran. Dirabanya perutnya, semakin menjalar rasa takut dalam hatinya.
"Jawab hun, dokter bilang apa? anak kita baik-baik aja kan?" desak Lily semakin gusar.
"Sabar Hun, kau harus tenang" Arun tidak tega melihat ketakutan dan gelisah di mata Lily.
"Aku ga perduli, aku mau tau, gimana anak kita?" emosi sudah mencabik-cabik kesabaran yang dulu selau melekat pada diri Lily. Suasana panas itu akhirnya mereda saat dokter datang memeriksa.
"Selamat sore ibu Lily, saya periksa dulu ya"
Lily mengikuti kemauan dokter itu. Dia biarkan semua yang perlu dokter itu lakukan pada tubuhnya, karena setelahnya dia akan menuntut penjelasan.
"Dokter, bagaimana anak saya?" pertanyaan yang sudah sangat di pelihara Lily sejak awal. Tampak dokter Aldi, begitu yang tertulis di jas kebesaran nya yang berwarna putih merasa tidak nyaman untuk menjawab pertanyaan Lily.
"Ibu harus tenang. Saya udah jelaskan kondisi ibu pada suami ibu. Nanti saat kondisi ibu sudah jauh lebih baik, biar pak Dirgantara yang menjelaskan sebelum saya terangkan kembali. Yang terpenting untuk saat ini, ibu istirahat yang cukup biar cepat sembuh"
"Saya tidak mau dokter. Saya ingin anda menjelaskan sama saya sekarang juga. Bagaimana bayi saya?" volume suara Lily meninggi. Siapa pun tidak mengerti betapa tidak enak nya ada di posisi dia saat ini. Dia sudah mengesampingkan kesopanan karena dokter tidak menjawab pertanyaannya.
"Sabar Hun, aku mohon, jangan begini" Arun masih coba menenangkan Lily.
"Dokter, aku mau tau kondisi bayi ku sekarang juga, kalau tidak, aku akan melepas infus ini dan pergi dari sini" ancam Lily. Itu bukan sekedar ancaman. Dia akan melakukannya. Dia benci rumah sakit dari dulu.
"Baik lah, kalau itu pilih anda. Maaf bu Lily, kami tidak bisa menyelamatkan bayi anda. Anda mengalami keguguran hingga harus kami kuret sesuai persetujuan suami anda"
Bergetar jiwa dan tubuh Lily. Nanar dia menatap Arun. Kenapa dia tega membuang bayi mereka. "Hun.."
"Aku harus melakukan itu sayang, demi keselamatan mu juga, hun" Arun menahan tangan Lily yang berusaha memukuli kepalanya nya. "Hun.."
Tidak ada yang bisa di lakukan Lily lagi selain menerima kenyataan ini. Hari ketiga di rumah sakit Lily memaksa untuk pulang. Setelah dokter memeriksa dan memastikan kondisi nya sudah membaik, Arun membawa Lily pulang.
Selama Lily di rumah sakit, wanita itu meminta pada suaminya untuk tidak memberitahukan pada keluarga mereka. Selain tidak ingin membuat orang tua atau pun mertuanya khawatir, Lily butuh waktu sendiri.
Bahkan Arun yang berencana tidak masuk kerja agar bisa merawat Lily setelah pulang ke rumah pun dilarang. "Pergi lah hun. Kalau kau seperti ini aku makin ga bisa menerima kenyataan. Kau bulang aku harus ikhlas" ucap Lily saat membantu Arun memakai dasi.
Apa pun akan di lakukan Arun demi melihat sinar bahagia di mata istrinya itu lagi. Menuruti keinginan sekecil apa pun dari Lily dianggapnya adalah jalan membuat istrinya gembira.
Tinggal lah Lily dalam kesendiriannya. Hari-hari berlalu semakin membuat Lily muram. Kondisinya fisik luarnya sudah membaik. Tapi hati nya terluka bahkan sudah mati, tepat saat dokter mengatakan dia tidak bisa memiliki anak dari rahim nya lagi.
Tamparan apa yang lebih keras dari itu bagi seorang wanita? bagi seorang istri? Walau pun Arun sudah mengingatkan nya bahwa yang terpenting bagi dirinya adalah Lily. Pria itu bahkan tidak mempermasalahkan kalau mereka tidak bisa punya anak.
Jika suatu hari Lily menginginkan anak, mereka bisa mengadopsi, tidak perlu di pusingkan. Tapi itu kan pemikiran Arun. Pemikiran pria yang sangat mencintai Lily dan hanya ingin Lily bahagia. Berbeda dengan Lily yang tiap saat di desak oleh mertuanya.
Bunyi bel menyadarkan Lily dari lamunan nya yang panjang yang sudah menjadi kebiasaan nya setiap hari. Duduk termenung berjam-jam sambil melihat kearah taman bunga di samping rumah nya.
"Mama.." suara Lily tercekat. Melihat mertuanya berdiri di ambang pintu membuat tubuhnya bergetar hebat. Lily tahu tujuan mertuanya datang. Kalau lewat telepon, dia bisa menghindar, lagi pula tidak saling tatap, tapi ini mereka bertemu, wajar kalau Lily ketakutan.
"Kamu pucat begitu, kamu sakit Ly?
"Hah? eh.." buru-buru Lily mengusap dahi nya yang berkeringat. "Ga kok ma. Aku sehat, baik-baik aja. Masuk ma.."
Ema yang selalu tampil layak nya ibu-ibu sosialita, melenggok masuk dan duduk di sofa. Meletakkan tas tangan bermerek nya di atas meja, lalu lalu menarik dagu sedikit naik ke atas. "So..gimana keputusan kamu?"
Deg! ibu mertuanya begitu to the point menyatakan maksud kedatangannya. Lily tidak bisa mengelak lagi di bawah tekanan Ema. Terlebih Arun saat ini tidak ada di dekatnya untuk membela dirinya.
"Keputusan apa maksud mama?"
"Lily sayang, mama kan udah bilang berulang kali kesediaan kamu untuk mengizinkan Arun menikah lagi kalau kamu tidak bisa memberinya anak"
"Tapi ma?"
"Lily, mama mohon kamu mengerti. Mama udah tua, begitu pun papa. Kami ingin menimang cucu sebelum kami pergi dari dunia ini. Lagi pula kamu ga usah di cerai, asal kamu izin Arun menikah lagi"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
pipi gemoy
segitu gampang bilang nya si ibu mertua 😤
2023-10-21
0
Lisa Aulia
bingung juga gimana....hadeh...dasar ibu mertua...
2023-10-08
0
zhinta
beh aku klo ada mertua yg kyak gitu gemesh banget mentolo tak cucop ubun2 nya🤭
2022-09-22
0