Berbagi Cinta : Satu Atap Tiga Hati
Alana Adhinata, gadis 15 tahun. Duduk di sudut ruangan, menatap wanita cantik yang tengah dirias oleh team MUA sejak tiga jam lalu. Hari ini adalah hari bahagia kakak tersayangnya, Lily Adhinata. Dia akan menikah dengan pria yang sialnya sangat dibenci oleh Alana karena sikap arogan dan dingin pria itu. Alasan kebencian itu hanya karena masalah sepele, tapi berbekas di hati Alana.
Alana membenci Arundaya Dirgantara karena sudah merebut Lily dari hidupnya dengan cara menikahi wanita itu. Dia tidak terima tentu saja!
"Hei, apa aku cantik?" tanya Lily dengan wajah cantik dan tatapan yang penuh rasa bahagia.
"Kau sempurna, Kak." Alana mencoba tegar untuk mengatakan itu, menahan air mata yang sudah mulai meremang di pelupuk mata.
Pernikahan itu harusnya terjadi satu tahun lalu, tapi karena Alana tidak setuju Lily menikah, dengan berat hati, Lily menolak lamaran Arun, pria yang sudah lama dipacarinya. Hal itulah yang membuat Arun membenci Alana. Pria itu jelas tahu kedudukan Alana dalam keluarga itu, tapi berani sekali memutuskan Lily boleh menikah atau tidak.
Malam itu, saat akan pulang dari rumah Adhinata, dengan rasa kecewa dalam hatinya setelah penolakan itu, Arun menarik Alana yang kebetulan melintas di halaman rumah.
"Dasar gadis tidak tahu diri, egois! Demi kepentingan mu, kau membuang kebahagiaan Lily. Apa kau tahu, dia sangat ingin menikah dengan ku? Hal itu membuatnya bahagia! Tapi kau dengan sifat kekanak-kanakan mu itu merusak segalanya. Aku membencimu, Alana!"
Setelahnya Arun berlalu meninggalkan Alana yang masih terkejut atas apa yang baru saja dilakukan Arun padanya.
Arun sangat mencintai Lilyana, sejak pertemuan pertama mereka di acara kampus, penyambutan mahasiswa baru waktu itu. Arun sebagai almamater kampus yang berprestasi diminta untuk memberikan kata sambutan dan motivasi untuk mahasiswa yang akan berjuang di kampus biru itu.
Sejak hari itu, Arun mendekati Lily. Gayung bersambut, Lily menerima Arun yang kala itu sudah menjadi CEO di perusahaan besar papanya, Wiga Dirgantara.
Pacaran selama empat tahun, meyakinkan Arun untuk melamar Lily. Orang tua Lily tentu saja sangat gembira mendapatkan calon mantu dari keluarga terpandang, sebesar Dirgantara.
Kegembiraan Santi dan Bima, orang tua Lily tidak bertahan lama. Impian mereka terhempas kala Lily menolak lamaran itu. Terlebih karena alasan yang tidak masuk akal, yaitu Alana tidak setuju. Hal itu membuat orang tuanya kecewa sekaligus marah atas keputusan Lily. Bahkan Santi semakin membenci putri tirinya itu.
"Dasar anak tidak tahu diri! Atas dasar apa kau merusak kebahagiaan kakakmu? Kau iri, ya? Kau harus sadar kau siapa disini!" salak Santi menyeret tangan Alana menjauh dari ruang tamu. Habis sudah kesabarannya.
Cubitan Santi di lengan dan pinggangnya membuat Alana meringis kesakitan. Santi benar-benar habis kesabaran menghadapi anak tirinya ini. Ditatapnya wajah Alana penuh kebencian. "Kau adalah petaka dalam hidupku dan keluargaku. Tidak bisakah kau mati saja?" ucapnya dengan suara bergetar.
Setiap melihat wajah Alana, Santi akan dibawa mengingat peristiwa 15 tahun lalu. Malam yang akan dia ingat bahkan sampai ke liang kubur. Asal mula kebencian yang tertanam dalam hatinya.
Malam itu, hujan gerimis menyapa tanah Jakarta. Santi baru tiba di Jakarta bersama Lily yang saat itu berusia 7 tahun. Mereka baru saja tiba setelah seminggu lamanya berada di Jogja mengurus nenek Lily yang sakit keras. Bima tidak bisa ikut dengan mereka karena pekerjaan dan juga menjalankan perusahaan yang baru saja mereka rintis.
Pintu gerbang yang tidak dikunci memudahkan mereka untuk masuk. Begitu pun pintu yang lupa dikunci dari dalam. Lily yang saat itu sudah lelah, memilih untuk merebahkan tubuhnya di sofa saat memasuki ruang keluarga.
Dahi Santi berkerut. Rumah tampak begitu sepi, sementara sang suami yang biasa pada jam segini pasti sudah menikmati berita di televisi justru tidak tampak. Baru akan memanggil pelayannya, Santi mendengar suara sahut-sahutan dari dalam kamar Mira, pelayannya. Semakin penasaran Santi menempelkan telinganya di daun pintu, menguping sesaat untuk memastikan apa yang sedang terjadi di dalam sana.
Jantungnya berdebar kencang, saat suara mendesah dan geraman hebat itu seperti suara suaminya. Santi masih menepis segala kemungkinan yang sudah mulai menjalar di pikirannya. Kakinya mulai lemas, tubuhnya bergetar saat pria itu bersuara.
"Kau begitu nikmat, Mira. Aku menyukai mu," erangnya meracu, memuji lawan mainnya. Santi meremas pinggiran gaunnya. Dia tidak perlu bukti lagi untuk meyakinkan hatinya. Cukup mendorong pintu yang jadi penghalang antara dirinya dan dua orang yang sudah mengkhianatinya itu.
Dua kali menarik napas, Santi menguatkan hatinya. Memberikan keberanian pada dirinya sendiri untuk mendorong daun pintu itu dan membuka perzinahan yang dilakukan keduanya.
Brak!
Hempasan daun pintu yang membentur tembok membuat kedua manusia yang berbaring tanpa sehelai benang pun itu tersentak.
Bima buru-buru mendorong Mira dari atas tubuhnya hingga terpelanting di lantai. "San-ti...."
Tidak ada kata yang keluar dari mulut Santi Matanya penuh dendam menatap kedua manusia yang sudah berbuat dosa itu. Perlahan kakinya melangkah, berdiri tepat di hadapan Mira yang dengan kedua tangannya menutupi bagian atas tubuhnya. Wajahnya tampak sangat ketakutan saat bersitatap dengan Santi.
"Maafkan saya, Nyonya," ucap Mira penuh rasa takut. Sujud di kaki Santi, berharap wanita itu akan memberikan belas kasih padanya.
Alih-alih mengampuni, Santi yang sudah dipenuhi amarah, menjambak rambut Mira, menyeret wanita itu ke luar dari rumah. Saat tiba di halaman Santi memaki bahkan memukuli Mira.
"Wanita sundal, pel*cur, biad*b, tidak tahu diri. Kau menjijikkan!" maki nya penuh emosi.
"Maafkan saya, Nyonya. Tapi tuan yang memaksa saya. Hari pertama nyonya pergi, tuan memperk*sa saya. Maafkan saya nyonya," ucap Mira masih sujud di kaki Santi dengan tubuh bergetar hebat. Dia sadar kalau dia salah.
Bima yang ikut melihat keluar setelah selesai memakai pakaian, membawakan satu selimut dan menutupi tubuh Mira.
"Dasar pria brengsek! Kau malah menyentuhnya di depanku!" raung Santi.
"Aku minta maaf Santi. Aku salah. Aku menyesal." Bima berlutut dihadapan Santi.
"Kau menjijikan. Ceraikan aku sekarang juga!"
"Tidak Santi. Aku tidak akan menceraikan mu. Aku mohon beri aku satu kesempatan lagi, demi Lily, demi perusahaan yang baru kita bangun."
"Lantas wanita ini?" Santi melirik jijik ke arah Mira yang masih tersungkur memohon maaf.
"Usir saja dia. Kita beri sejumlah uang biar dia tutup mulut. Kita bisa mulai lembaran baru. Aku tidak akan pernah mengulanginya lagi, aku bersumpah." Kedua tangan Bima menyatu di depan dada, memohon belas kasih Santi.
Hanya karena Lily, dan juga kehormatan keluarganya. Santi memaafkan Bima, walau bara itu masih akan selalu tersimpan dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-10-12
1
Lisa Aulia
baru mampir mudahan seru cerita nya....next
2023-10-08
1
Juan Sastra
hah,,bikin nyesek aja punya suami bejad kek gitu,,ngapain di pertahanin..
2022-09-01
1