Pulang dari rumah mertua nya, Lily hanya diam di samping Arun, menatap jalanan bersama pikirannya yang berkecamuk. Satu dua kali Arun melirik ke arah istrinya. Bukan nya dia tidak tahu apa yang kini bergelut dalam pikiran Lily, dan ini semua salah ibu nya.
"Sayang, udah sampai" bisik Arun mengusap puncak kepala Lily, menyadarkan dari lamunan panjang gadis itu.
"Eh..iya" ucap nya melayangkan pandangan. Dia sudah sampai di depan rumah mereka. Rumah yang penuh cinta Arun persembahkan untuk nya sebagai hadiah pernikahan mereka. Rumah yang harus nya jadi sarang cinta, kebahagiaan dan juga masa depan yang cerah, kini malah terlihat suram penuh kabut air mata.
Kenapa Tuhan tidak menatap kesedihannya. Bukan kah orang bilang sang pencipta itu melihat umat nya dari atas sana, lalu mengapa dirinya berduka, dan Tuhan seolah tampak berpangku tangan?
Helaan nafas berat menjadi pengiring Lily mendorong pintu mobil.Tidak hanya tubuhnya yang lelah karena tidak cukup tidur, tapi juga pikirannya lelah. Kalau bisa, dua menit saja dia ingin berteriak sekeras mungkin, melepas himpitan di dada.
Kehangatan menjalar di kulitnya saat Arun menyelusup tangan nya pada punggungnya. "Jangan pikirkan yang membuat sedih, kalau kau mencintaiku, maka bergembira lah. Aku akan sedih jika melihat mu sedih" bisik Arun mencium kening Lily. Gadis itu hanya mengangguk.
Tapi dari semua perilaku lembut Arun, dia tidak akan mengerti akan perasaan seorang istri sekaligus menantu yang di harapkan memberi keturunan. Dia juga ingin menjadi seorang ibu, lalu bagaimana? bukan nya dia sudah berusaha?
Malam nya dia tidak bisa terpejam. Kepalanya pusing, dan rasa mual yang sudah seminggu ini menerjangnya silih berganti kini menyerang nya malam ini, biasanya hanya datang di pagi hari.
Masih menahan desakan untuk membuang isi perut nya, Lily melirik suaminya yang sudah terlelap. Kembali lagi dorongan itu menerjang, tidak punya pilihan Lily bangkit menuju kamar mandi, membungkuk di wastafel dan mulai memuntahkan isi perutnya. Hanya air liur dan rasa nyeri yang ada. Dia ingat, hari ini juga dia makan hanya dua suap itu pun pas di rumah mertuanya.
"Kenapa hun?" Arun sudah berdiri di sampingnya sambil mengucek matanya.
"Ga papa hun, cuma masuk angin"
"Besok pagi kita ke rumah sakit ya"
"Ga perlu lah hun. Lagian besok kamu kerja. Udah yuk balik tidur"
***
Tumisan sayur kangkung di wajan yang tadi sudah di masak Lily, begitu saja dia tinggalkan, karena rasa mual nya datang lagi. Kali ini lebih hebat menghantam hingga oyong.
"Ibu duduk saja dulu, biar saya yang teruskan " ucap Inah membantu Lily duduk di kursi makan.
"Nah, saya ke rumah sakit dulu ya. Pusing banget"
"Ibu bawa mobil?" tanya Inah khawatir. Air lemon yang tadi dia buat di suguhkan pada Lily untuk mengurangi rasa mual nya.
"Makasih Nah. Iya, masih sanggup kok. Lagian saya juga mau sekalian belanja mingguan. Udah pada habis kan isi kulkas"
Rasa pusing dan mual yang dialami Lily pagi tadi nyatanya sudah hilang, hingga dia memutuskan untuk belanja ke swalayan lebih dulu. Semua kebutuhan dapur dari ikan, sayur, bumbu dan juga susu dan selai juga sudah di beli semua. Dalam perjalanan, Lily menimbang, apa dirinya masih perlu mampir ke rumah sakit. Tapi dari pada dia harus tersiksa lagi jika satu waktu rasa mual itu menyerang, Lily memutuskan untuk periksa saja.
Dari dokter umum yang sempat memeriksa by pertama kali ke rumah sakit, merujuk Lily ke dokter kandungan yang sedikit membuatnya merasa aneh.
"Ibu silahkan berbaring" pinta perawat yang membantu sang dokter.
Hanya butuh beberapa menit untuk dokter itu memeriksa, lalu setelah nya dokter berkulit putih itu meminta nya untuk duduk agar bisa menjelaskan pada Lily mengenai kondisi nya.
"Selamat ibu, saat ini ibu sedang mengandung. 5 Minggu" terang dokter cantik itu.
Serasa tidak percaya atas apa yang di sampaikan oleh dokter Leann. Tidak ada kata yang bisa mengekspresikan perasaan haru, bahagia dari Lily, jiwa nya melayang hingga berulang kali di panggil oleh dokter kandungan itu tidak di jawab oleh nya.
"Bu.." dokter Leann bahkan harus menyentuh lengan Lily yang terpaku.
"Be-benarkah saya sedang hamil dok?" Lily harus memastikan berita yang sudah dia tunggu-tunggu ini. Ada janin di rahimnya. Tangan nya bergerak menuju perut ratanya merasakan ada kehidupan di dalam sana.
Dokter Leann hanya mengangguk sembari tersenyum sebagai tanda mengiyakan pertanyaan Lily.
Kini baru lah Lily menyesal. Baru tadi malam dia tidak percaya akan kebaikan Tuhan padanya, mengumpat dan mengatakan ketidakadilan dalam hidupnya, pagi ini dia mendapat kabar dirinya tengah hamil.
Hingga pulang dari rumah sakit, Lily masih tidak percaya, antara sadar dan tidak, dia menyeret langkah nya menuju mobil di parkiran rumah sakit.
Kegembiraan yang meliputi hatinya begitu besar. Perlahan senyum di bibir nya mengembang. Dia harus memberitahukan pada Arun kabar gembira ini.
Pikirannya melayang, mood nya kembali riang. Sesampainya di rumah nanti, dia akan memberitahukan kabar gembira ini pada suaminya. Namun seketika hal itu di rasa kurang tepat, kurang spesial. Dia ingat sebentar lagi Arun akan ulang tahun.
"Ini akan jadi kado istimewa buat Arun" cicitnya tersenyum.
Untuk mengiringi bahagianya, Lily berniat memutar lagu, dia ingin bernyanyi berteriak sangkin gembira nya selama perjalanan pulang ini. Ponsel yang seingatnya tadi dia letak di dashboard mobil ternyata tidak ada. Sibuk merogoh tas mencari ponsel, Lily jadi tidak fokus hingga tanpa sadar mobil keluar jalur, dia tidak sempat menyingkir. Niat ingin mengerem, justru panik hingga Lily menginjak gas maju ke depan dengan kecepatan tinggi, dan tepat dari depan, satu truk berisi kelapa sawit melaju juga dengan kecepatan tinggi. Lily tidak bisa mengelak lagi, banting stir justru menabrak bagian depan truk.
Untung tidak dapat di raih, malang tidak dapat di tolak, yang terakhir di dengar nya adalah sayup-sayup suara orang yang berteriak, dan dalam pandangan yang mengabur, dia melihat orang menggotong nya keluar dari dalam mobilnya yang sudah penyok.
Tubuhnya nya terasa ringan. Lily berada di sebuah tempat yang semuanya berwarna putih, dingin dan juga sepi. Tak jauh dari pandangannya, seorang gadis menangis membelakangi nya. Lama Lily mengamati gadis itu yang seolah sangat dia kenal.
Bergegas Lily mendekati, namun gadis yang duduk menyandar pada pohon yang besar itu berhenti bersuara. Tangan nya terulur ingin menyentuh pundak wanita berambut panjang itu, namun sebelum tangannya sampai, gadis itu berbalik melihat kearahnya.
Lily terbelalak. Tercekat melihat apa yang dia lihat. Wanita itu adalah dirinya, menangis dengan pilu serta wajah bersimbah darah. Dia mengangkat tangannya menunjukkan pada Lily gumpalan menyerupai janin kecil yang terbujur kaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Lisa Aulia
ternyata kegembiraan itu hanya sesaat...baru aja aku mau bilang Alhamdulillah..tp ujung2 nya innalilahi....
2023-10-08
0
Fhebrie
sy ga bs terusin baca thor sampe sini ga habis aku bacanya sdh ga tega
2022-08-05
1
Yen Margaret Purba
ga adil sih yah
2022-08-03
1