Satu tahun pernikahan mereka, tanda-tanda kehamilan Lily pun belum ada. Bukan tidak berusaha, semua hal yang dia tahu dapat mempercepat kehamilan sudah dia lakukan. Mulai dengan mengkonsumsi makanan sehat, olah raga, juga sudah dia kerjakan. Tak sampai disitu, usahanya juga dibarengi dengan doa dan Lily juga puasa demi permohonan, tapi tetap saja Tuhan belum mengabulkan permohonannya.
Berbeda dengan Arun, pria itu menyikapinya dengan santai. Bagi dia, selama bersama Lily, itu sudah cukup. Kalau masalah anak, Arun lebih open minded. Dikasih syukur, belum dikasih, ya, bersabar.
Masalahnya, bukan Arun yang didesak oleh Ema, mamanya, tapi Lily. Arun yang anak tunggal menjadi sangat ditunggu keturunannya, sebagai ahli waris keluarga Dirgantara.
Desakan dari mertuanya untuk segera hamil membuat Lily kian hari tampak semakin depresi.
"Kamu jangan pikirkan omongan mama. Biarin aja. Aku gak mau, Hun, kamu jadi sakit gara-gara omongan mama," ucap Arun kembali membenamkan wajahnya di ceruk leher Lily. Tidak lama terdengar dengkuran halus dari pria itu yang sudah terbuai mimpi. Pertarungan mereka begitu menguras tenaga Arun. Dia begitu perkasa hingga Lily kadang sangat susah mengimbangi gerakan Arun.
Dia ingin membahagiakan suaminya. Dia tahu Arun memiliki n*fsu yang menggebu-gebu, jadi Lily memutuskan mencari informasi berhubungan dengan kegiatan suami istri di atas ranjang. Awalnya Lily akan merasa jijik dan geli, tapi untuk suaminya, Lily pun mau melakukan gaya-gaya yang dianggapnya aneh. Tapi makin kemari, justru Lily merasa ketagihan dan piawai dalam menaklukkan batang kebesaran Arun yang selalu menjadi kesukaannya.
"Hun, nanti pulang cepat ya, jangan lupa kita mau ke rumah mama," ucap Lily membenarkan letak dasi suaminya.
"Iya bawel," sahut Arun mencubit pipi Lily sembari tersenyum. "Tapi bisa gak, sih, kita gak usah pergi aja? Aku lebih suka kita di rumah berdua, pelukan dan berc*nta hingga pagi," ucap Arun di telinga Lily, mencium dan menggelitik wanita itu bersamaan.
"Geli, Hun." Lily menangkup wajah pria itu, membuat mata mereka saling tatap. "Aku gak mau mengecewakan mama. Ini hari ulang tahunnya."
Arun memutar bola matanya dan menghembuskan napasnya berat. "Baiklah, Tuan putri." Arun menyudahinya kalimatnya dengan ciuman mesra dan lama sebelum berpisah dengan istrinya.
Sejam sesudah Arun berangkat kerja, Lily berniat mencari kado untuk mertuanya, dan orang yang tepat untuk menemaninya adalah Alana. Penuh semangat Lily mengirim pesan, kalau nanti dirinya akan menjemputnya sepulang sekolah.
"Ga, nanti pulang sekolah aku balik sama kakakku, ya," ucap Alana riang, memasukkan ponselnya dalam tas.
"Yah, belalang tempur sedih dong gak ngantar kamu pulang." Gara pura-pura menunjukkan wajah sedihnya.
"Bilang sama belalang tempur, besok 'kan bisa pulang bareng lagi. Tapi gak boleh ya, di naikin cewek lain."
"Aku senang kalau melihat wajah mu seceria ini Al," ucap Gara merapikan helai rambut Alana dan menyelipkan di balik telinga gadis itu. Angin yang berhembus membuat beberapa helai rambut lurus Alana menjuntai hingga wajahnya.
"Kadang aku cemburu, rasanya hanya Kak Lily yang bisa membuat mu sebahagia ini." Kali ini ucapan Gara serius. Alana sudah menceritakan semua hal tentang dirinya, bagaimana posisinya di dalam keluarga itu.
Dia ingin Gara mengetahui jati dirinya sebelum mereka benar-benar pacaran. Kalau karena latar belakangnya membuat Gara malu menjadikan nya pacar, maka sebaiknya mereka berhenti di awal.
Tapi nyatanya Gara menerima semuanya. Justru semakin membuat pria itu mengasihi Alana karena merasa hidup begitu tak adil bagi gadis itu.
"Kau dan kakakku memiliki tempat yang berbeda di hatiku. Tapi percayalah kalian berdua lah orang paling aku cintai di dunia ini"," ucap Alana jujur. Kepolosan tampak dari sinar matanya yang membuat Gara ingin memeluk gadis itu.
"Jangan, masih banyak anak-anak." Alana menahan tubuh Gara yang maju mendekat padanya.
Bunyi ponsel menandakan kalau Lily sudah ada di depan sekolah seperti janji mereka tadi. "Yuk, Kak Lily udah sampai, tuh."
Sepasang kekasih itu berjalan bergandengan menelusuri koridor kelas menuju gerbang keluar. Masih ada satu dua siswa yang berjalan untuk pulang. "Hai cantik, sendiri aja nih," goda Gara saat Lily keluar mobil menyambut mereka."
"Hai juga Romeo. Iya nih, makanya aku mau pinjam Juliet kamu nemani aku belanja. Boleh, kan?" sahut Lily tersenyum.
"Iya, Kak. Jagain cinta aku, ya," ucap Gara melepas pegangan tangannya dan menyerahkan tangan Alana pada Lily.
Alana masih melirik kaca spion, melihat Gara yang masih ada di tempatnya, memandangi kepergian mereka hingga mobil Lily berbelok baru lah Gara pergi.
"Dia pria yang baik" suara Lily melepaskan Alana dari kaca spion. Gadis itu hanya memberikan senyum atas perkataan Lily.
Atas saran Alana, Lily memutuskan untuk menghadiahi mertuanya sebuah gelang berlian yang indah. Lily yakin mertuanya pasti suka.
***
Suasana rumah mewah itu tampak sedikit berbeda. Ulang tahun kali ini, Ema ingin suasana lebih hangat hingga meminta pelayan mendekorasi ruang makan dengan ornamen ungu, warna kesukaannya.
Usai makan malam, Lily menyerahkan hadiah ulang tahun, yang di terima Ema dengan gembira. "Terimakasih, tapi sebenarnya, mama menginginkan kabar gembira dari mu sebagai kado ulang tahun mama. Mama ingin cucu"
"Ma, jangan begitu. Jangan membuat Lily semakin tertekan" potong Arun yang tidak ingin melihat Lily semakin terpuruk.
"Apa mama salah? mama dan papa mu sudah tua, kami ingin melihat pewaris Dirgantara sebelum kami mati" nada suara Ema meninggi. Dia begitu kesal melihat anaknya yang selalu membela Lily.
Ema yakin, ini semua salah Lily. Dia lah yang tidak sempurna hingga sampai saat ini tidak bisa hamil.
"Mama berhak menginginkan cucu. Kami juga sudah berusaha, tapi kalau Tuhan belum ngasih, kami mau bilang apa?" Arun terus pasang badan. Sementara Lily hanya menunduk mendengar pertengkaran suami dan ibu mertuanya.
"Banyak cara lain. Kalau memang Lily tidak bisa memberimu anak, kalian bercerai saja, dan kau bisa menikah lagi"
Brak! Arun menggebrak meja, berdiri tiba-tiba hingga menjatuhkan kursi nya.
"Lebih baik aku tidak punya anak dari pada haus bercerai dengan Lily. Sampai kapan pun aku tidak akan mau berpisah dengan Lily" amarah Arun sudah tidak terbendung lagi.
"Kamu jangan bicara kasar pada mama mu. Hormati dia. Kamu ini kenapa jadi begitu berani bicara dengan nada tinggi pada mama mu. Sudah lah, jangan di bahas lagi"
Ema yang tidak menyangka akan menerima perlakuan kasar dari putra yang paling dia cintai itu, pergi meninggalkan ruang makan. Lily jadi serba salah. Di bangkit dan mengejar ibu mertuanya. Arun sempat menarik tangan Lily, tapi di tepis oleh istrinya itu.
"Ma, maaf kan aku. Karena aku mama dan Arun jadi bertengkar" ucap Lily duduk di samping Ema.
"Mama cuma ingin punya cucu. Ly, berjanjilah kalau memang kau tidak bisa memberikan keturunan buat keluarga ini, izinkan Arun menikah lagi"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Katiza binti pma sahabuddeen Katiza
Up iup up
2024-03-24
0
Katiza binti pma sahabuddeen Katiza
Up ul
2024-03-24
0
Lisa Aulia
dibalik kesempurnaan pasti ada sedikit kekurangan...mungkin ini karma...karena Bu Santi selalu menindas Alana...
2023-10-08
0