Kegelisahan masih saja menghantui Lily. Duduk di depan televisi dengan tayangan seputar selebriti ternyata tidak mampu menghibur nya. Sebelum dia bertemu Alana dan mendengar jawaban dari adik nya itu, Lily tidak akan bisa tenang sedikitpun.
Sudah pukul 2 siang, Alana belum juga pulang yang semakin membuat hati nya kacau. Sebelum pukul lima sore dia harus sudah sampai di rumah. Dia tidak ingin Arun tahu kalau dia pergi ke rumah orang tuanya tanpa seizin suami.
Orang yang di tunggu-tunggu sebenarnya baru tiba di komplek perumahan itu. "Makasih ya Ga" ucap nya sumringah, menyerahkan helm yang setiap hari Alana pakai pada Gara. Dia ingat, pertama kali Gara mengajaknya pulang bareng, Alana sempat menolak dengan alasan tidak ada helm. Hanya butuh lima belas menit untuk Gara kembali pada Alana dengan sebuah helm Snoopy di tangannya.
"Aku heran, kenapa sih setiap aku ngantar pasti kamu selalu bilang makasih. Al, aku ini pacar kamu, sudah sewajarnya nganterin kamu pulang. Jadi ga usah bilang makasih segala.
"Iya, aku tahu. Tapi udah kebiasaan sih" sahutnya cengengesan.
"Ya udah, jalan sana"
"Bye.." ucap seraya melambai ke arah Gara yang di balas senyum oleh pemuda itu. Gara memang hanya mengantar Alana sampai simpang rumah nya. Itu sudah menjadi perjanjian antara mereka sebelum pacaran. Didak boleh sampai diketahui oleh orang tua Alana. Selama bisa bersama Alana, Gara tidak masalah kalau hubungan mereka harus di rahasiakan.
Langkah Alana berhenti di depan gerbang berwarna hitam yang menjulang tinggi. Rumah yang seharusnya menjadi tempat nya bertumbuh dengan gembira dan penuh bahagia nyatanya menjadi tempat yang menyakitkan dan membuatnya tidak nyaman.
Ada gemuruh di hati. Tidak tahu mengapa, sejak siang tadi, hati nya tidak tenang. Mengikuti pelajaran pun Alana tidak bisa berkonsentrasi. Perasaannya mengatakan akan terjadi hal besar pada nya, yang membuat air mata dan luka di hatinya kian menganga.
Perlahan Alana memasuki rumah. Pintu depan tidak di kunci menandakan anggota rumah ada di lantai satu.
Mungkin ibu lagi nonton..
Nyatanya bukan Santi yang dia dapati diruang televisi, melain kan kakaknya. Pekik gembira serta merta keluar dari mulut Alana, berlari menghambur ke pelukan Lily.
"Kakak di sini? aku kangen" ucap nya memeluk erat tubuh Lily.
"Aku juga kangen. Baru sebulan ga ketemu kan?"
"Iya sih. Tapi aku udah kangen lagi. Kakak sendiri? nginap di sini kan?" cerca Alana. Mobil Abang ipar nya tidak ada di depan, jadi tebakan Alana, Lily datang untuk menginap karena Arun lagi di luar kota. Sama seperti hari-hari sebelumnya.
Alana sudah memikirkan apa saja yang akan mereka lakukan nanti. Oh..dunianya kembali bersinar asal ada Lily di sampingnya.
"Al, kakak ke sini ada perlu sama kamu" ucap Lily mengurai pelukan mereka. Lily ingin mengunci setiap gerakan Alana, tidak ingin lepas dari pengamatannya.
"Ada apa kak?" Alana mengerutkan kening. Firasat nya bilang ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi.
Belum sempat Lily buka bicara, kedua orang tua mereka ikut bergabung. Duduk tepat di depan kedua nya yang semakin membuat Alana bingung. Biasanya dia tidak pernah di ikut sertakan dalam masalah keluarga, karena memang dia tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga Adhinata.
Sebelum bicara, Lily lebih dulu melihat ke arah ibu dan ayahnya, untuk meminta dukungan. Saat ibu nya mengangguk pelan, Lily memiliki keberanian untuk bicara.
"Al.." Lily menggenggam erat tangan Alana di pahanya. Seolah dia takut kalau gadis itu akan kabur sebelum menyetujui permohonan gila nya itu.
"Aku mengalami kecelakaan dua bulan lalu, hingga.."
"Kakak kecelakaan? kakak baik-baik aja kan?" potong Alana panik. Mencoba menilik bagian tubuh Lily.
"Aku baik. Kamu ga usah khawatir. Al, dengerin aku ngomong dulu. Please jangan potong ya. Biar sampai selesai. Akan ada waktu aku yang mendengarkan tanggapan mu"
Alana hanya mengangguk. Dia akan menjadi pendengar yang baik seperti yang Lily inginkan.
"Setelah kecelakaan itu, dokter memvonis ku untuk tidak bisa punya anak lagi" Alana ingin kembali membuka mulutnya, tapi dia ingat peringatan kakak nya tadi hingga kembali menutup mulutnya.
"Parah nya, mertuaku mendesak ku agar segera hamil dan memberi keturunan untuk keluarga Dirgantara, kalau sampai tahun ini aku tidak bisa punya anak, maka ibu mertuaku minta agar aku bercerai dengan Arun. Aku ga mau Al, aku ga mau pisah dengan Arun. Dia kebahagiaan ku, hidup mati ku" Isak Lily mulai terdengar. Hati Alana mencelos. Iba dan merasa kasihan. Tapi dia bisa apa?
"Kakak sabar ya" tidak sadar Alana ikut menangis melihat air mata Lily.
"Justru itu, kami menunggu mu pulang, ingin menyampaikan sesuatu padamu" suara tegas Santi menggema. Membuat Alana menatap ke arah ibunya.
"Maksudnya Bu?"
"Ayah dan ibu sudah memutuskan, kau akan membantu kakak mu. Menyelamatkan rumah tangga nya"
Alana sungguh tidak mengerti. Memang nya apa yang bisa Alana lakukan untuk menyelamatkan rumah tangga kakak nya?
"Maksudnya gimana ibu?"
"Alana dengarkan ayah. Kalau kau benar-benar sayang pada kakak mu, kau harus menikah dengan Arun"
Diluar sangat cerah, malah cahayanya masih terik, tidak ada petir yang akan menandakan hujan akan turun, tapi kenapa dia seperti baru saja di sambar petir?
"Al.." suara lembut Lily menyadarkan nya dari pusaran kebingungan. Alana mendengar suara panggilan Lily, dia menoleh, tapi nalar nya sudah raib. Dia tidak sedang dalam keadaan fokus.
"Tolong kasihani aku. Bantu lah aku Al. Hanya kau harapan ku" ucap Lily, menggoyangkan lengan Alana yang seperti sudah tidak bernyawa lagi.
"Alana, kau dengar kan apa kata ayah dan Kakak mu? Selama ini Lily sangat menyayangi mu melebihi dirinya sendiri, sekarang dia ada dalam masalah yang pelik, apakah hati mu tidak terketuk untuk menolongnya?" hardik Santi mendominasi.
"Tapi aku masih ga ngerti Bu, bagaimana bisa aku menikah dengan bang Arun dan menyelamatkan rumah tangga kak Lily"
"Alana, dengar kan kakak. Kakak mohon, kau mau menikah dengan Arun, menggantikan ku mengandung anak nya. Pinjam kan aku rahim mu"
"Kakak, ini gila. Aku ga mau" Alana melepaskan tangannya dari genggaman Lily. Perasaan Alana hancur, tega sekali keluarganya menumbalkan nya seperti itu.
"Kau ga mau? dasar anak tidak tahu diri. Susah payah kami membesarkan mu. Apa yang tidak kamu berikan padamu, kau di sekolah kan. Tidak bisakah kau berkorban untuk kakak mu?"
"Tapi aku masih sekolah bu" Alana mulai mengeluarkan air mata tanpa suara. Kebiasaan Alana saat menangis tidak bersuara walau sedikit pun. Alasannya hanya satu, dia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan orang lain. Di hapusnya dengan telapak tangan air mata yang tertumpah.
"Al, kau masih bisa tetap sekolah. Nanti kalau kau sudah melahirkan anak untuk kami, kau pun bisa melanjutkan sekolah mu lebih tinggi, mengejar masa depan mu" terang Lily dengan lembut.
"Masa depan apa lagi kak? mana mungkin aku pun masa depan lagi kalau sudah menjadi istri kedua Abang ipar ku. Bagaimana masa depan ku nanti setelah menjanda?" suara Alana begitu kencang, tidak memperdulikan tatapan membunuh Santi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Lisa Aulia
carilah rahim pengganti yg lain mengapa harus Alana yg masa depan nya masih cerah...dasar egois...
2023-10-08
0
🇮🇩Imelda🇰🇷
sabar alana 💪
2022-08-29
1
Fhebrie
kasihan alana
2022-08-06
1