Ema pulang menyisakan duka yang mendalam untuk Lily. Pikirannya yang harus nya butuh ketenangan pasca kecelakaan justru semakin kacau. Lily mengalami stres berat mengingat perkataan mertuanya sebelum pergi.
"Mama mohon, kamu ikhlaskan. Mama akan tetap sayang sama kamu, tetap menganggap mu menantu Mama. Mama mohon kamu jangan egois, Arun berhak bahagia."
"Bagaimana kalau aku bisa hamil, Ma?"
"Buktinya ini sudah mau tiga tahun kamu gak hamil juga!"
"Aku akan hamil, Ma, dalam satu tahun ini."
"Kalau tidak?"
"Maka aku akan berpisah dengan Arun."
Kini setelah mertuanya pergi, kepalanya semakin nyut-nyutan. Harga dirinyalah yang coba dia selamatkan, tanpa berpikir sudah menabur kebohongan pada mertuanya. Bagaimana mungkin dia bisa hamil sementara bulan lalu dokter sudah memvonis nya tidak bisa hamil lagi.
***
Semilir angin malam membelai tubuh mungil Lily. Suaminya sudah terbuai mimpi setelah pertarungan mereka barusan. Semetara Lily masih sibuk dengan pikirannya.
Bagaimana caranya dia bisa hamil dalam satu tahun ini? Putus asa menghinggapinya kini.
Lily bangkit, memilih untuk menyeduh teh menghangatkan tubuhnya. Gelap ruangan membantunya untuk menyembunyikan air mata di pipi. Duduk berteman segelas teh hangat membuatnya sedikit lebih rileks.
Berpikir keras, pertolongan yang bagaimana yang bisa menyelamatkan nya. Pikiran penuh beban begini membuat Lily rindu pulang. Rindu keluarganya. Iseng dia membuka galeri foto di ponsel. Melihat wajah ceria dirinya ketika pacaran bersama Arun, dan saat mengawali rumah tangga ini. Kemudian ada foto nya bersama Alana, adik kesayangannya.
Deg!
Sesuatu melintas dalam pikirannya. Alana.
"Iya, kenapa bukan dia?" desisnya.
Pundak yang terasa berat tadi seolah berkurang saat mengingat adiknya itu. Hanya itu jalan satu-satunya. Adiknya pasti mau membantunya. Dia yakin betul.
Besok dia akan pulang menemui ayah dan ibunya. Meminta dukungan mereka akan apa yang dia rencanakan. Tentu saja keputusan Alana juga penting dalam hal ini.
Kini Lily mantap untuk melangkah kembali ke kamarnya, tidur di samping Arun dengan wajah penuh ketenangan.
***
Lily tidak menunggu lama. Setelah Arun berangkat kerja, Lily bergegas ke rumah orang tuanya. Mungkin ini terlalu pagi, Alana juga pasti sudah berangkat ke sekolah. Tapi itu tak jadi soal. Dia memang ingin memenangkan hati orang tuanya dulu, lalu setelahnya berbicara pada Alana ketika gadis itu pulang sekolah nanti.
Semula Lily ingin mengatakan rencananya pada Arun lebih dulu, tapi itu akan sulit untuk meyakinkan rencananya. Bahkan Lily menebak suaminya akan mengatakan dirinya gila.
"Lily, kamu datang, Nak?" sambut Santi gembira. Dia sudah berbulan tidak bertemu dengan anak kesayangannya itu.
"Ibu, aku kangen."
"Ibu juga, Nak. Kau sendiri? Mana Arun?" Santi celingak-celinguk melihat ke arah luar, memastikan keberadaan menantu nya.
"Arun kerja, Bu. Cuma aku sendiri yang datang."
Mungkin karena Lily mengawali langkahnya kemari setelah memantapkan dalam doanya, ayahnya yang biasanya jam segini juga ada di kantor hari ini justru ada di rumah yang semakin melancarkan niat Lily.
"Ayah," sapanya mencium punggung tangan Bima.
"Kau datang, Nak."
"Iya, Yah. Ada yang harus aku bahas dengan ayah dan ibu," ucapnya duduk di depan Bima. Santi juga ikut serta mendampingi putrinya.
"Ada apa, Nak? Kenapa kau terlihat gugup? Apa ada masalah serius? Ibu perhatikan kau semakin kurus. Apa kau sakit?" serangan pertanyaan dari ibu membuat kepala Santi semakin pusing.
"Bu..tenang dulu. Aku baik-baik saja. Tapi ada yang harus aku bahas yang sangat penting pada ayah dan ibu."
"Katakan Ly." Seperti biasa suara lembut ayah membuat nya kembali tenang.
"Aku mohon, apa pun yang akan aku sampaikan, Ayah dan Ibu cukup simak, jangan memotong apa lagi menghakimi ku. Aku mohon. Saat ini hanya dukungan dari kalian yang sangat aku butuhkan." air mata mulai mengembang di pelupuk mata Lily.
"Nak, ada apa sebenarnya?" Tangan lembut Santi menyentuh lengannya dan turun menggenggam tangan Lily
"Ayah, ibu, dua bulan lalu aku mengalami kecelakaan..." Santi tampak akan memotong, tapi gerakan tangan Bima yang memberi tanda untuk diam, membuat wanita itu mengurungkan niatnya.
"Aku tidak sengaja menabrak menabrak truk, hingga harus dirawat selama seminggu di rumah sakit. Fisik ku tidak terluka parah, tapi...."
"Tapi apa Ly?" Santi tidak lagi bisa menahan mulutnya untuk tidak bertanya. Peristiwa sebesar itu menimpa putri tercintanya tapi dia tidak tahu apapun.
"Aku sudah divonis dokter tidak bisa mengandung anak lagi Bu. Rahim ku rusak." isaknya pilu.
"Sayang, sudah, Nak. Jangan menangis," bujuk Santi sementara dia sendiri sudah menangis menganak sungai.
Sementara Bima terdiam. Terpukul atas apa yang menimpa putrinya, harapannya.
"Sabar Ly, kita akan cari solusinya. Zaman sudah sangat maju, pasti ada cara supaya kau bisa hamil," bujuk Santi yang berusaha menenangkan buah hatinya.
"Ga ada lagi Bu, lagian aku udah ga punya waktu lagi. Mertua ku sudah sejak setahun lalu mendesak ku untuk segera memberi keluarga Dirgantara keturunan"
"Kau harus menjelaskan keadaan mu, Ly." Kali ini Bima buka suara.
"Ga ada gunanya, Yah. Malah ibu mertuaku meminta ku bercerai dengan Arun jika aku tidak bisa memberinya anak."
"Apa? apa Ema itu sudah gila?" umpat Santi tidak percaya besannya itu bisa bersikap seperti itu.
"Aku lelah, Bu. Tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku ga mau bercerai dengan Arun. Aku bisa mati kalau berpisah dengan Arun, Bu." Tangis Lily begitu menyayat hati, siapa pun yang mendengar pasti ikut sedih.
"Yah, bagaimana ini. Pikir kan jalan keluarnya," tuntut Santi menyentuh dengkul Bima.
"Aku akan bicara pada orang tua Arun," ucap Bima tegas.
"Jangan, Yah, tidak akan ada gunanya. Pilihannya adalah aku harus mengizinkan Arun menikah lagi atau aku bercerai dengan Arun."
"Dasar wanita gila, seenak nya menekan anak orang!" maki Santi penuh amarah. Jika besannya itu ada di hadapannya, niscaya akan dijambaknya karena sudah menyusahkan putrinya.
" Jadi apa keputusan mu Ly?" Kembali Bima bersuara.
"Aku mau Ayah dan Ibu menyetujui Alana membantu ku."
Keduanya orang tua itu saling pandang, dahi berkerut tanda tidak mengerti maksud perkataan anaknya.
"Maksudnya mu apa Ly?" desak Santi.
"Aku ga punya pilihan lain Bu. Katakan lah aku egois, jahat tapi cuma ini cara satu-satunya menyelamatkan rumah tangga ku"
"Ayah tidak mengerti, apa hubungannya masalah ini dengan Alana?"
"Biarkan Alana menikah dengan Arun, mengandung anak untukku," ucap Lily penuh keyakinan.
"Maksud kamu, Alana jadi madu mu?" sentak Santi tidak percaya atas apa yang dia dengar.
"Hanya sampai dia mengandung anak Arun, untuk ku, setelahnya Arun akan menceraikan Alana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Katiza binti pma sahabuddeen Katiza
Jangan mahu
2024-03-24
0
kimiatie
apa pun keadaan nya mengapa harus mengorbankan adik nya....kalau sayang adiknya kenapa tidak terus hidup bermadu dengan adik...kenapa harus meminta suaminya menceraikan adik selepas memberi Anak untuk nya
2023-12-04
0
pipi gemoy
kesian Lily
padahal Lily sangat baik, tapi keadaan memaksa nya melakukan sesuatu yang tidak pernah di inginkan nya🌹
2023-10-21
0