Di bangku belakang, Alana hanya diam dengan pikiran melayang pada Gara. Setidaknya memikirkan Gara membuatnya lupa kalau statusnya saat ini adalah istri orang.
Lily menoleh kebelakang, memastikan keadaan Alana, dia takut gadis itu akan menangis dalam diamnya. Lily sadar ini bukan hal mudah bagi Alana, dan bukan juga tidak merasa bersalah pada Alana. Sampai kapan pun dia akan ingat pertolongan adiknya ini. Dia sudah merampas masa depan Alana. Semoga kelak siapa pun jodoh Alana bisa menerima keadaan nya.
Gerakan Lily yang menoleh ke belakang tertangkap oleh Alana, dengan cepat dia menutup matanya. Dia ingin menghindari diskusi apa pun untuk saat ini. Benci mungkin kata yang kurang tepat yang ingin dia sematkan untuk Lily, cinta nya masih besar pada wanita itu, mungkin lebih tepatnya dia kecewa.
Entah itu karena desakan mertua atau pun karena ketakutan Lily, Alana kecewa kakak nya itu sanggup mengorbankan masa depan Alana demi mempertahankan rumah tangga nya
Namun saat masa-masa indah yang dia dan Lily lalui selama ini, membuat Alana menekan rasa sakit hati dan kecewanya menjadi lebih ikhlas menjalani takdirnya.
"Kasihan Alana, mungkin dia lelah, hun. Udah tidur anak nya" ucap Lily kembali menegakkan tubuhnya menghadap depan. Tidak adanya tanggapan dari Arun membuat Lily melirik pada Arun. "Hun.." delik nya.
"Apa sih hun? aku dengar"
"Kalau dengar kenapa ga jawab?"
"Mau jawab apa aku? dia lelah? ya udah tidur"
"Kamu jangan cuek gitu dong hun. Harusnya kamu berterima kasih pada Alana karena sudah berkorban untuk kita" protes Lily.
"Aku ga maksa dia. Kau yang mau dia menikah dengan ku. Aku ga habis pikir Ly, kenapa harus ada pernikahan gila ini sih dalam pikiranmu?"
"Ini demi rumah tangga kita hun"
"Tapi aku membencinya. Kau menepatkan orang yang ku benci dalam rumah tangga kita"
Di sudut hati Alana tergores luka atas ucapan Arun. Seolah dia tidak punya hati yang perlu di hargai. Seolah dia lah yang salah di sini. Seolah bukan dia lah yang masa depannya di rampas. Alana meremat ujung gaun nya.
"Pelan kan suara mu, hun. Nanti dia dengar. Lupakan lah kebencian mu padanya"
"Aku ga bisa. Setiap aku melihat nya, aku ingat bagaimana penderitaan ku mengemis agar bisa menikahi mu. Kita jadi berpisah, dan aku harus melawan orang tua ku karena mereka tersinggung akan penolakan mu. Dan semua itu karena dia" umpatnya.
Tidak ada lagi yang buka suara. Keduanya diam Sementara di bangku belakang, Alana meneteskan air mata nya untuk kesekian kali hari ini. Kalau bisa memilih, dia tidak ingin dilahirkan jika harus begini. Kenapa harus yang menanggung semua ini?
"Al, bangun yuk. Udah sampai" suara lembut Lily membangun kan Alana. Menangis sepanjang jalan, membuat gadis itu akhirnya benar-benar jatuh dalam tidurnya.
Perlahan Alana membuka matanya, mencoba mengumpulkan nyawa menghadapi kehidupan yang sudah bisa dia pastikan lambat laun dapat membunuhnya.
Rumah dua tingkat itu terbilang mewah untuk ukuran pasutri. Alana tahu Abang ipar yang kini sekaligus jadi suami ini adalah anak orang kaya. Dia juga saat ini pengusaha muda yang cukup sukses. Wajar saja jika dia bis membeli rumah sebesar ini.
"Selamat datang di rumah kita Al" ucap Lily menarik nya kembali pada pusaran kenyataan. Dia mengamati setiap ruangan yang mereka lewati.
Dari arah dapur terlihat seorang wanita paruh bayah tergopoh-gopoh datang menyambut mereka. "Malam bu. Udah pulang" ucap nya menangkap tas di tangan Lily.
"Iya bi. Oh iya bi, ini Alana adik aku. Mulai sekarang dia akan tinggal di sini" terang Lily.
"Halo non. Saya bi Minah. Kalau ada perlu, jangan sungkan nyuruh saya" ucap wanita itu mengangguk hormat.
"Iya bi. Makasih"
Kalau Lily dengan semangat membawa Alana mengelilingi isi rumah, Arun langsung naik ke kamarnya begitu sampai di rumah. Istana yang dia bangun untuk Lily kini harus di masuki wanita yang dia paling tidak ingin lihat.
"Ini kamar mu Al, yang itu kamar kami" tunjuk Lily ke arah pintu yang tidak jauh dari kamarnya. Alana masih enggan bersuara. Dia membawa semua isi pikiran dan rasa sedih nya dalam diam. Bagaimana mungkin mereka bisa tinggal di satu atap dengan tiga hati?
"Istirahat Al. Besok kita bicara lagi" ucap Lily mencium pipi Alana dan melangkah menuju kamarnya. Kaki Alana bahkan gemetar menapaki lantai kamar nya. Kamar itu lebih besar dan lebih indah dari kamar nya di rumah ibu. Tampak nya Lily sudah lama mempersiapkannya untuk Alana. Dirabanya permukaan ranjang yang begitu halus. Lily masih ingat warna kesukaannya, dan motif Snoopy pada seprei membuat hati Alana tersentuh. Kakak nya masih memperhatikan dirinya.
Alana pusing memikirkan semua ini. Biarlah yang seharusnya terjadi. Alana akan coba menerima dengan ikhlas. Kepalanya pusing. Dia ingin tidur dan berharap dia tetap dalam kewarasannya menghadapi kenyataan hidup.
***
Kicau burung di luar sana menyambut Alana membuka matanya. Tidur nya lelap sekali. Lelah menangis membuat tubuhnya lelah hingga larut dalam tidur panjang.
Biasanya dia harus bangun pukul lima pagi, mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang sudah menjadi kewajibannya semenjak tinggal di rumah itu. Waktu yang harusnya dia habiskan bermain bersama teman-temannya, justru bocah lima tahun itu harus mencuci piring, menyapu halaman dan mengurus tanaman. Bertambah nya usia Alana, tugas yang di berikan Santi juga semakin banyak, kini dia bertanggung jawab mencuci pakaian dan membersihkan kamar orang tuanya.
Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Hari ini dan juga besok dia masih izin tidak masuk. Setidaknya dua hari ini dia tidak harus menunjukkan wajah tertekan di hadapan teman-temannya. Terlebih pada Gara.
Oh.. Gara. Mengingat kembali pria itu hatinya kembali sedih. Dia sudah mengkhianati pria itu, yang mungkin saja satu-satunya pria yang menyayangi nya.
Mengingat statusnya, kembali wajah Alana murung. Bahkan yang menjadi penyemangat nya kini pun harus dia lupakan. Mana mungkin Gara bisa menerima statusnya yang seorang janda. Lagi pula, Gara berhak mendapatkan yang lebih baik dari nya.
Ketukan di pintu membuat Alana berpura-pura kembali tidur. Tanpa membuka pintu pun, dia tahu itu Lily. Dia hanya ingin mengulur waktu untuk bertemu dengan Lily terlebih Arun.
Alana sudah memikirkan, dia akan keluar kamar saat Arun tidak ada di rumah, dan saat pria itu pulang, Alana akan kembali bertapa di kamarnya. Yah, cara itu mungkin mujarab untuk menekan intensitas pertemuan mereka hingga Alana terbiasa. Lagi pula, satu tahun itu lama, dia bisa gila setiap melihat pria itu menatap penuh benci padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Lisa Aulia
kuatkan hati mu Alana....
2023-10-08
0
🇮🇩Imelda🇰🇷
bisakah nantinya Arun benci jadi cinta
2022-08-29
1
Enis Sudrajat
Emak kasih bunga deh say...
2021-12-08
1