Detak jantung yang kian menggila, tidak bisa lagi aku kuasai. Sementara mas Pandu, dia melemah dan kemudian ambruk di atas tubuhku, menyembunyikan wajahnya di ceruk leherku.
Saat ku palingkan wajah menghadapnya, dia tengah tersenyum seraya menatapku penuh intens, aku membalasnya dengan kedua ujung bibir melengkung ke atas.
Selama beberapa menit kami saling menatap dalam diam, mas Pandu bergerak mengungkungku dengan bertumpu pada sikunya, lalu kembali memberiku ciuman.
Ketika aku meminta jeda, napas kami saling bertubrukan, dengan hidung yang nyaris bersentuhan. Beberapa saat kemudian tanganku sedikit menekan bagian belakang kepalanya, membuat bibir kami kembali bertemu. Aku mel*umatnya terlebih dulu, dan mas Pandu menyambutnya dengan hangat.
Hingga suara ponsel berbunyi, membuat ciuman kami seketika terlepas.
Tangan mas Pandu bergerak meraih ponsel di atas nakas, bukannya mengangkat, dia malah mematikannya, lalu meletakan kembali di tempat semula.
"Siapa?"
"Alvin" jawabnya singkat. "Aku akan menyiapkan kemungkinan terburuk untuk melindungimu, bukan hanya dari Alvin, tetapi dari sorotan media"
Mendengar kata media, keningku tiba-tiba mengerut.
"Media?" tanyaku penasaran.
"Iya" sahutnya sambil melakukan pergerakan besar untuk berbaring di sampingku "Semenjak aku mengenal Sonya, hingga setelah kematiannya" lanjutnya lalu menariku ke dalam pelukannya "banyak media yang menyorotiku"
"Kenapa?" Apa mas seorang public figur?"
Mas Pandu tampak menggelengkan kepala.
"Bukan aku, tapi Sonya"
"Jadi Sonya seorang artis?"
Untuk kesekian kalinya mas Pandu mengangguk.
"Sonya adalah seorang artis yang memiliki banyak talenta, kehidupannya tak lepas dari sorot media, apapun yang berhubungan dengannya, akan menjadi berita hangat bahkan, kabar kematiannya menjadi tranding topic selama satu bulan saat itu"
Aku mendongak menatap mas Pandu, dengan dagu menempel di dadanya, sedangkan dia langsung membalas tatapanku. Pria ini benar-benar sangat misterius, setelah Alvin, sekarang Sonya.
"Jadi jangan tanya lagi kenapa aku menyembunyikanmu di sini, aku tidak mau kamu terusik oleh media, yang kemungkinan besar akan membuatmu frustasi seperti Sonya"
"Apa karena kedekatan mas dengan Sonya, jadi membuat para media juga menyoroti kehidupan mas?"
"Bukan hanya itu"
"Lalu?"
"Karena mas adalah seorang pengusaha muda yang namanya tidak asing dari kalangan para pengusaha dan,,"
"Dan apa?" tanyaku saat mas Pandu menggantung ucapannya.
"Dan seseorang yang selalu memenangkan judi"
Mendengar kata judi, aku merasa malu pada diriku sendiri. Jika papah dan mamahku masih hidup, kupastikan mereka tidak akan pernah merestui pernikahanku ini.
"Sampai kapan mas akan menyembunyikanku?"
"Hal itu sedang kami pikirkan"
Melihatku mengerutkan kening, dan seolah tahu dengan kebingunganku, mas Pandu kembali bersuara "Aku, Clara dan Rondi"
"Berhentilah berjudi" ucapku kemudian ketika kami terjerat keheningan.
"Aku sudah berusaha untuk tidak berjudi, tapi mereka selalu menantangku terlebih dulu"
"Dan mas mau?"
"Tidak punya pilihan lain" jawabnya lalu mengecup pucuk kepalaku.
"Kenapa tidak di tangkap saja para penjudi itu, dan di jebloskan ke penjara" Kesalku sambil memainkan jari telunjukku di area dadanya.
"Macau adalah dunia Casino Nayla, justru perjudian di legalkan di sana"
"Kalau aku jadi presidennya, akan ku tutup perjudian itu"
Ucapanku membuat mas Pandu mengulas senyum sebelum kemudian kembali berucap "Kamu ingat saat kita ke Plaza waktu itu?"
Mendengar pertanyaan mas Pandu, aku langsung diam, mengingat kejadian waktu itu.
"Selain Haikal, aku juga melihat ada media di sana, makannya aku menyuruhmu untuk mengikutiku dari belakang, jika mereka tahu aku membawamu, pasti mereka akan memburumu"
Hening, kami sama-sama menghirup napas dalam-dalam.
"Mas"
"Ada apa?"
"Sebenarnya,,"
Mas Pandu merenggangkan pelukannya, kemudian tangan kanannya mengangkat daguku. "Sebenarnya apa?" tanyanya penuh intimidasi, dengan alis yang saling bertaut.
"Aku mencintai pria lain"
Jawabanku membuat jakun mas Pandu bergerak naik turun, lalu mengeraskan rahangnya. "Siapa?" tanyanya dengan manik mata menyorotiku.
"Pria masa kecilku" jawabku ragu, dengan dada yang tadinya tenang, kini menjadi tak tenang.
"Saat aku masih berusia lima tahun, dan duduk di bangku TK, ada anak laki-laki yang selalu menemaniku ketika papah belum menjemputku" Aku menghirup napas sebelum melanjutkan kalimatku. "Saat itu papahku selalu menjemputku terlambat, karena dia hanya seorang karyawan yang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya dalam waktu tertentu. Aku sudah bilang pada laki-laki itu, untuk tidak perlu menemaniku, karena sudah ada ibu guru yang juga mengawasiku dari dalam ruang guru, tapi dia tetap ingin menemani sampai papah menjemputku"
Aku tidak tahu apakah kejujuranku ini menyakitinya atau tidak, tapi walau bagaimanapun, aku tetap harus jujur, setelah tahu bahwa mas Pandu memang tulus mencintaiku
"Nay?" panggil mas Pandu membuatku tersadar dari lamunanku.
"Maafkan aku, karena laki-laki itu sampai sekarang masih bersemayam di hatiku" lanjutku menunduk.
"Kenapa kamu tidak bisa melupakannya, padahal itu kejadian saat kamu masih kecilkan?"
"Aku tidak tahu, yang ku tahu, laki-laki itu baik, dia juga mengatakan akan selalu menemaniku dan melindungiku, ucapannya itu membuatku terkesan sampai sekarang. Hingga ketika suatu hari, dia berpamitan padaku dan meminta maaf karena harus pergi. Dia juga bilang suatu saat akan menungguku di bangku taman itu, taman di area Sekolah"
"Apa kamu sering menunggunya?" tanyanya dan kepalaku mengangguk.
"Bahkan ketika papah mamahku meninggal, aku seharian menunggu laki-laki itu, berharap dia datang dan menghiburku"
"Apa dia datang?"
Kali ini aku menggeleng. Helaan napasnya membuatku kian takut "Maaf karena sampai sekarang aku masih mengharapkannya"
Sudah kupastikan pria yang tengah memeluku sambil berbaring pasti akan marah.
tunggu...Baru saja aku akan bersuara, tapi kata-kataku mendadak tertahan di ujung lidah, ketika mas Pandu tiba-tiba meraup bibirku, menyapunya dengan lembut.
Ketika tautan bibir kami terurai, dia menyorotku hangat, bibirnya menyunggingkan senyum yang sama sekali tidak ku tahu apa maksudnya.
"Aku mencintaimu Nayla"
What?, dia tidak marah?
"Jika dia kembali padamu, aku akan serahkan kamu padanya"
"Kenapa?"
"Karena aku tahu kamu mencintainya"
"Lalu mas?"
"Tidak masalah asal kamu bahagia, aku rela"
"Apa aku serakah jika aku mencintaimu dan dalam waktu bersamaan aku juga mencintainya?"
"Tidak" jawabnya singkat "Boleh aku minta sekali lagi?"
Belum sempat aku menjawab, mas Pandu sudah lebih dulu melancarkan aksinya. menyatukan bibir kami dan menyesapnya lembut. Tangannya tak mau kalah bergerak lincah di setiap jengkal tubuhku.
Rasanya, aku tidak ingin dia berhenti menyentuhku.
Next...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nurlaila Ginting
apa pandu sudah tau klo yg di mksd Nayla itu dia 🤔
2022-03-13
0
Demi sya
nyetok hehe
2021-12-10
0
Demi sya
mau mau mau mau
2021-12-10
0