Aku yang tengah meraih pakaian untuknya dari dalam lemari, seketika memindai penampilannya. Satu tangan mas Pandu bergerak mengeringkan rambutnya yang basah, dan tangan lainnya menutup kembali pintu kamar mandi.
Terdiam sejenak, aku mengumpulkan keberanian untuk menanyakan apa yang masih mengganjal di pikiran dan hatiku.
"Mas, benar-benar mencintaiku?" tanyaku pelan.
"Pertanyaan itu sudah ku jawab berulang kali, jangan buat aku menjawab untuk kesekian kalinya Nayla" jawabnya seraya menghampiriku.
Tanganku reflek mengulurkan pakaian padanya dan dia menerima dengan mata menatap padaku"
"Alasan mas mencintaiku masih belum masuk akal bagiku" ujarku pelan, mataku tertuju pada jemari mas Pandu yang bergerak mengancingkan kemeja.
"Kenapa tidak masuk akal?" aku mencintaimu tanpa alasan"
Aku bungkam, sembari menyusun kalimat yang tepat untuk ku ucapkan.
"Why Nayla?" tanyanya ulang dengan nada datar khas miliknya.
"Karena,,"
Ucapanku terpotong oleh perkataan mas Pandu yang tiba-tiba menyela.
"Karena pertemuan singkat kita?" sehingga egomu mengatakan bahwa itu mustahil?"
Deg.. jantungku di dalam sana mendadak berdesir. Aku lupa bahwa dia memiliki insting yang kuat, dia juga seorang pria dengan pembaca pikiran yang baik. Buktinya, dia selalu bisa menebak apa yang aku pikirkan, dan apa yang ada di dalam hatiku, meskipun aku belum mengatakannya. Satu lagi, dengan kemampuan insting itu, dia menjadi penjudi yang hebat.
"Suatu saat pasti kamu akan tahu, tanpa aku beri tahu"
"Kenapa?" tanyaku memicing
"Baru beberapa hari kita tinggal bersama saja kamu sudah tahu seperti apa aku, iya kan?"
"Memang apa yang sudah ku tahu dari mas?"
"Tanyakan pada hatimu, apa yang sudah kamu tahu tentang aku" sahutnya sambil memakai kaos kaki.
"Aku tahu tentang Alvin dan Sonya"
"Bukan yang itu" kilahnya membuatku mengerutkan kening.
"Apa?" tanyaku heran
"Tentang sifat dan sikapku padamu, aku yakin kamu merasakannya"
Ucapan mas Pandu benar, aku tahu dengan sendirinya sifat asli dia. Dia sangat perhatian, penyayang, lembut, dan tidak pernah melakukan kekerasan.
"Bengong lagi" ucapnya membuatku sepersekian detik menyoroti netranya.
"Mas yakin aku akan tahu alasan sebenarnya mas memilih menikahiku dan mencintaiku?"
Bahasa tubuhnya yang merospon pertanyaanku dengan anggukan, membuatku semakin bingung.
"Kalau begitu jangan meniduri wanita lain ketika kita berjauhan"
Setelah mengucapkan itu, aku langsung beranjak dari hadapannya, dan seketika aku merasakan pergelangan tanganku di pegang olehnya, lalu menarik hingga tubuhku menempel padanya, dan aku mendongak mempertemukan netra kami.
"Berikan kepercayaanmu padaku" ucapnya dengan sorot mata tak teralihkan. "Kepercayaanmu tidak akan sia-sia, aku jamin itu"
Sebagian otakku tetap fokus menatapnya, dan sebagian lagi mencerna apa yang di ucapkan tadi.
"Baiklah, ku beri kepercayaan itu pada mas" ujarku berusaha tenang "Apa konsekuensi yang harus mas bayar, jika tidak bisa menjaga kepercayaan yang sudah ku berikan?"
"Nyawaku" Jawaban mas Pandu membuatku merinding.
"Kamu bisa ambil nyawaku untuk mengganti kepercayaanmu" Lanjutnya, dengan sepasang bola mata bergerak seakan mencari sesuatu dalam mataku yang mengekor mengikuti gerakan manik hitamnya.
"Aku siapkan sarapan" kataku memutus kontak mata kami, lalu melepaskan tangannya yang melingkar di pinggangku.
Selagi aku menunggu roti tawar yang tengah ku panggang dalam toaster, aku membuat orak-arik telur dan menggoreng dua guling sosis jumbo, tungku satunya ku pergunakan merebus air untuk menyeduh lai cha atau teh susu.
Belum siap sarapan yang ku buat, tahu-tahu mas Pandu sudah duduk di kursi makan lengkap membawa ransel berisi laptop serta notebooknya. Pria itu langsung sibuk dengan ponsel di tangan kirinya.
"Ibu sama Nuri belum bangun?" tanya mas Pandu saat aku menata sarapan di atas meja.
"Masih jam enam, biarpun bangun juga pasti sibuk bantu ibu bersih-bersih dulu"
"Nah kan, baru dua hari disini kamu sudah tahu kebiasaan Nuri, jadi jangan terus bertanya alasan aku mencintaimu. Suatu saat pasti kamu tahu" pungkasnya lalu mulai menyantap sarapan.
"Kenapa bukan mas yang memberitahu saja?" tanyaku sambil memperhatikan mas Pandu menggigit roti panggang buatanku.
"Aku ingin kamu tahu sendiri"
Mendengar jawabannya, aku diam menatap mas Pandu, bibirku reflek mengerucut, lalu menopang daguku dengan salah satu punggung tanganku.
"Mas tidak marah aku menyimpan rasa pada pria masa kecilku?"
Mas Pandu tersenyum dengan pertanyaanku, detik kemudian menggeleng.
Aneh, seharusnya dia bereaksi marah atau cemburu, kesal mungkin, tetapi tidak.
"Mas tidak cemburu?"
"Cemburu" sahutnya dengan mata fokus ke makanan lalu menyuapkan garpu berisi potongan sosis.
"Terus kenapa reaksinya biasa saja?"
"Tidak ada gunanya kan cemburu, marah-marah, apalagi melotot melotot sama kamu?"
jawabanya memancingku untuk tersenyum, tapi sebisa mungkin aku menahannya.
Usai menghabiskan sarapan, mas Pandu meminum teh, dan meraih tisu lalu mengusapkan di mulutnya.
"Sesi tanya jawabnya di lanjutkan next time ya!"
Aku mengangguk sebelum kemudian berkata "Aku antar sampai ke bawah?"
Sebelum benar-benar keluar dari ruang makan, mas Pandu memelukku lalu mengecup pucuk kepalaku.
"Makasih sarapannya"
"Sama-sama" jawabku yang di respon kecupan di pipiku.
"Dan dessert~nya"
"Dessert?" keningku mengernyit
Alih-alih menjawab, mas Pandu kembali mengecup pipi satunya.
"Biar adil" sahutnya di iringi kerlingan mata.
Kali ini aku paham, dessert yang dia maksud.
"Yakin mau nganter sampai bawah" tanyanya sembari mengenakan sepatu.
"Iya"
Mas Pandu menggandeng tanganku keluar unit. Selagi menunggu pintu lift terbuka, dia terus memandangku dengan tangan tak lepas dari tautannya yang mengunci jemariku. Mendapat tatapan jahilnya, aku rasanya ingin kabur dari hadapan mas Pandu.
"Hati-hati" ucapku menunduk.
"Titip ibu, kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku" pesan mas Pandu, tangannya terulur mengusap puncak kepalaku, lalu beralih ke pipi.
Kepalaku mengangguk sebelum kemudian ku cium punggung tangannya, mas Pandu masuk ke dalam taxi yang sudah ia pesan.
Kenapa berat sekali berpisah dengannya. Itulah bisikan hati yang terus terngiang di telingaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Jumadin Adin
apa pandu laki² masa kecil nayla...kok tdk cemburu
2023-04-15
0
Nurlaila Ginting
aduh mas pandu bapernya aku😍
2022-03-13
0
yasniar basyar
sukak Thor, beda dr yg Laen ceritanya
2022-01-02
0