Makan Malam
"Kita menikah" ucapnya
Dua kata yang membuatku langsung Mendongak. Ku temukan wajahnya yang menyorotkan raut penuh dilema. Ajakan yang sama sekali tak pernah ku duga sebelumnya.
Mengisi paru-paru dengan oksigen sedikit lebih banyak, isi kepalaku seolah menuntut untuk menyelami netranya yang kelam. Berusaha mencari alasan atas ucapan pria yang mangajakku makan malam.
"Kenapa kamu ingin menikahiku?" Padahal kita baru saja bertemu"
"Aku hanya tidak mau menyakitimu, itu saja" ujarnya dengan kedua tangan saling meremat di atas meja.
Mungkin pria ini memiliki beban yang begitu berat, namun seolah tetap kuat di hadapan semua orang.
"Ku pikir kamu membeliku hanya untuk di jadikan budak nafsumu"
"Apa aku sebejad itu di matamu?"
"Karena dari awal aku memandangmu sebagai pria seperti itu" sahutku dengan keberanian yang aku paksakan.
"Aku memang pernah melakukannya, dan kesalahan itu, tidak pernah berhenti untuk ku sesali" jawabnya tenang, membuatku sama sekali tak terkejut.
"Kenapa kamu mengajaku menikah? ada banyak wanita di negara ini, kenapa aku?"
"Kamu tahu kan, seburuk-buruknya lelaki, dia akan memilih wanita baik untuk di jadikan pendamping hidup" jawabnya, yang entah seperti apa ekspresi wajahnya, karena aku masih menundukan kepala.
"Kalau kamu takut menyakitiku" ucapku dengan jantung yang kembali berdetak. "kenapa tidak melepaskanku, aku juga tak sebaik yang kamu kira"
Ku lihat dengan ekor mataku dia tersenyum miring.
"Aku sudah keluar uang banyak untuk membelimu, kamu pikir aku tidak akan rugi dengan melepaskanmu begitu saja?" Ujarnya, dengan alis terangkat satu, dan mulutku langsung terkatup saat melihatnya.
"Tapi kamu bisa berbuat yang lain terhadapku"
"Maksudmu? selain menikahimu?"
Ku anggukan kepala sebagai jawaban, membuatnya lagi-lagi menyunggingkan senyum.
"Kamu menerima pernikahan ini, atau aku jadikan taruhan untuk berjudi?"
Mendengar pilihan yang terselipkan sebuah ancaman, wajahku memanas sekaligus cemas.
"Akan ku pastikan hidupmu akan lebih memilukan, jika kamu menolakku"
Belum surut rasa cemasku, aku kembali di balut rasa ketakutan yang kian lebih. Berusaha menelan saliva, dan akhirnya dengan berat hati, aku memilih untuk menerima pinangannya.
"Dengan satu syarat" ucapku tegas, menahan nyeri yang tiba-tiba muncul.
"Apa?"
"Kamu akan menjadikanku wanita satu-satunya yang kamu tiduri"
Mungkin permintaanku terkesan berlebihan, atau bahkan terlalu percaya diri, tapi aku berharap, syarat yang ku ajukan akan menjadi belenggu yang kemudian membuatnya lelah dan akan melepasku.
"Kalau aku melanggarnya?"
"Aku yang akan meninggalkanmu" jawabku berusaha tenang.
"Baiklah" sahutnya pelan, namun tak serta merta membuat jantungku melambat berdetak ketika mendengar kalimat tambahan. "Aku akan membuatmu mencintaiku, hingga kamu tak mampu berpaling dariku.
Mana mungkin aku mencintai pria arogan sepertimu.
Menghirup napas dalam-dalam, berharap mampu mengurangi amarah yang tertahan. Aku mencoba menatap pria di depanku, namun entah kenapa, rasa was-was mendadak menyelimuti. Terdiam, dan tak berani bicara, karena sedari tadi manik hitamnya tak teralihkan dariku.
"Kita pulang sekarang" ucapnya lalu berdiri "Aku akan mengantarmu sampai ke apartemen Clara"
Perlahan aku menghela napas lega sembari mengiyakan.
********
"Satu minggu lagi kita menikah" pungkasnya ketika mengantarku hingga ke depan pintu apartemen.
"Kenapa secepat itu?" ku tautkan kedua tanganku di bawah sana.
"Memangnya apa yang kamu tunggu?"
"Cinta" balasku spontan.
"Cinta itu akan tumbuh secara perlahan" Dia memasukan kedua tangan ke dalam saku celananya, seolah berusaha menguatkan pendapatnya.
"Tapi tanpa cinta, kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan" sergahku "Maaf aku masuk dulu" pamitku dengan membawa pilihan yang sudah ku tentukan.
Baru saja aku hendak berbalik, tiba-tiba dia menahanku dengan mencengkram pergelangan tanganku "Bahagia yang seperti apa yang kamu inginkan?" tanyanya datar "Kamu akan memiliki banyak uang jika menikah denganku, aku rasa itu cukup untuk ukuran kebahagiaan seorang wanita"
Aku benar-benar di buat tercengang atas ucapannya "Tapi ukuran bahagiaku bukan itu?"
"Lalu?"
"Semestinya kamu tahu"
Ku lihat dia mengernyitkan dahi "Apa maksudmu keluarga?" sahutnya dengan gestur santai.
Sepertinya dia adalah seorang pembaca pikiran yang baik, dia langsung bisa menebak apa yang aku inginkan. Aku memang menginginkan sebuah keluarga, dimana aku rindu dengan sebuah perkumpulan yang hangat.
"Apa arti keluarga di matamu?"
Jantungku mendadak bergetar, bukan karena pertanyaannya, tapi karena dia berdiri sangat dekat, bahkan hembusan napasnya terasa hangat menerpa wajahku.
Dengan jarak yang tak terkikis seperti ini, hatiku rasanya ingin menjerit. "Bahkan keluargamu sendiri menjualmu dengan harga yang sangat mahal" lanjutnya dengan senyum meledek.
Aku di buat menahan napas karena hidungnya nyaris menyentuh hidungku. Susah payah aku menelan ludah dan berusaha menormalkan ekspresiku "Dan keluargaku" ucapnya menyentuh leherku "Di hancurkan oleh ayahku sendiri"
Sepasang mata kami saling menatap "Lalu apa yang kamu harapkan dari sebuah keluarga?" tanyanya yang membuatku kian beringsut.
Hening selama beberapa saat, aku di buat tak berkutik.
"Jika keluarga telah menyakiti kita, apa yang kamu harapkan lagi dari keluarga itu Nayla?" ujarnya mengulang dan sedikit meninggikan suara.
"Aku..."
Belum sempat aku menjawab, kalimatku sudah di potong olehnya "Dari pada kamu mencari alasan" katanya santai "Lebih baik persiapkan dirimu untuk menikah denganku minggu depan" dia mengucapkannya sembari memilin anak rambutku.
Selang dua detik,
Hatiku lega ketika Clara membuka pintu apartemen. Wanita seusiaku yang menjadi teman sekaligus sepupunya.
"Masuk" perintahnya.
Akupun menurut dan secepatnya meninggalkan dua orang yang kemungkinan akan membicarakan soal pernikahanku.
Di dalam kamar, dadaku seperti tertimpa benda berton-ton, rasa sesak menjalar hingga ke rongga hidung. Sama sekali tak menyangka aku akan menikah dengan pria yang tidak aku cintai. Pria pendiam, namun tegas dan penuh teka-taki. Aku semakin di buat bingung dengan takdirku sendiri.
Lamunanku buyar ketika mendengar ketukan pintu.
"Ini koper berisi pakaian untukmu" ucap Clara, saat aku membuka pintu "Jika ada lagi yang kamu butuhkan, katakan padaku"
"Terimakasih" balasku yang tak di respon olehnya.
"Tunggu" kataku cepat menahan langkahnya.
Clara berbalik dengan tatapan penuh selidik "Ada apa?"
"Bisa kamu jelaskan tentang keluarga Pandu padaku?"
"Bukan ranahku menceritakan privasinya, jika kamu ingin tahu, tanyakan langsung padanya"
Aku menutup pintu kamarku dengan menelan kekecewaan karena keingintahuanku tak terpenuhi. Mendesah pelan, bergegas aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Jumadin Adin
sequelnya cerita dg judul apa ya thooor
2023-04-15
0
Nuah Lira
menarikk
2021-12-17
0
Putri Rizky
kayaknya cerita nya menarik, lanjut kak...
2021-12-14
0