Aku kembali naik setelah taxi yang membawa mas Pandu melaju meninggalkan area apartemen. Ketika melewati meja satpam, aku menjumpai seorang satpam wanita tengah berjaga. Itu artinya sudah berganti shift, sebab saat keluar, ku lihat seorang pria yang berjaga.
"Good morning siu cie?" sapanya riang.
aku tahu artinya karena semalam, dan malam-malam yang lalu mas Pandu sempat memberi tahu sedikit bahasa Hongkong. Dan aku sangat ingat kalau siu cie itu artinya Nona. Selain itu, panggilan siu cie kerap di ucapkan oleh Rondi, April, dan juga Adan.
"Good morning" jawabku dengan senyum seramah mungkin.
Aku langsung permisi sesaat setelah menjawab sapaannya. Tidak mungkin aku menanggapinya lebih, karena aku sendiri tidak begitu mengerti bahasa inggris, apalagi bahasa Cantonese.
Setelah sampai di unit ibu, aku masih belum melihat tanda-tanda ada aktivitas dari Nuri dan juga ibu. Rasa penasaran yang tiba-tiba singgah, mendorongku untuk mengetuk pintu kamarnya.
Hanya satu kali ketukan, Nuri sudah membukanya.
"Ibu belum bangun Nur?"
"Sudah Non, baru selesai aku mandikan, maaf lama"
"Tidak apa-apa, ku pikir ada sesuatu yang terjadi" ucapku sambil melirik ke dalam. "boleh aku masuk?"
"Boleh Non, silahkan"
Aku memasuki kamar setelah di persilahkan oleh Nuri.
"Selamat pagi bu!" ku kecup tangan ibu yang sudah sedikit menampakan garis halus di punggung tangannya, lalu beralih mengecup pucuk kepalanya.
"Nur, untuk sarapan mau bikin apa buat ibu?" tanyaku mengalihkan pandangan pada Nuri sambil mendorong kursi roda ibu menuju ruang tv.
"Bikin bubur lagi saja Non, setiap hari ibu makan itu"
"Ok, nanti biar aku yang buat buburnya, kamu tolong bantu ibu potongi kuku ya, aku lihat kukunya sudah panjang"
"Baik non, aku dari kemarin lupa terus mau motongin kuku ibu"
"Aku maklum kok, karena kerjaan kamu memang banyak, aku yakin kamu tidak lupa, cuma belum sempat saja, iya kan?"
"Makasih non, sudah mau bantu pekerjaan saya, masakin buat ibu juga"
"Tida perlu terimakasih, justru aku yang terimakasih sudah sabar bantu suamiku merawat ibunya"
Nuri mengangguk tersenyum usai aku mengatakan itu, ku harap hubungan ku dengan dia bisa seperti layaknya teman.
Beberapa menit berlalu, sembari memasak bubur untuk ibu, aku juga membuat roti bakar untuk Nuri dan juga untuku sendiri.
"Nur, itu di lanjut nanti saja" ujarku saat melihat Nuri sedang menjemur baju yang semalam sudah di cuci menggunakan mesin cuci. "Kamu sarapan dulu, itu di meja makan sudah aku siapkan" lanjutku lalu ambil posisi duduk di depan ibu untuk menyuapinya sarapan.
"Nona masak buat saya juga?"
Aku tersenyum merespon ucapannya "Tidak perlu sungkan Nur, kamu isi dulu perutnya, setelah itu baru lanjut kerjaannya, ibu biar aku yang handle.
Setelah di iyakan oleh Nuri, diapun juga sudah menghilang dari pandanganku, aku mulai menyuapkan sendok berisi bubur ke dalam mulutnya
Usai sarapan, aku meminta Nuri untuk ikut menemani ibu berjemur di bawah sinar matahari. Selain itu, aku juga ingin sekali menghirup udara bebas setelah sekian hari merasa terkurung akibat menikah dengan mas Pandu.
"Nur, mereka tadi bicara apa sama kamu?" tanyaku kepo saat Nuri berbincang dengan ibu satpam yang sedang berjaga.
"Itu tadi nanyain Nona" jawabnya lembut "Dia tanya Nona siapa, soalnya baru saja lihat Nona disini, terus aku jawab, kalau Nona istri pak Pandu, dan akan tinggal di sini"
"Oh gitu, kamu fasih sekali ngomong bahasa sini, sudah berapa tahun kerja di Hongkong"
"Sudah empat tahun Non, dulu kerja jaga anak, jadi bisa ngomong bahasa sini, setelah itu baru ikut pak Pandu, sudah hampir dua tahun jagain ibu"
"Suka tidak, kerja rawat ibu?"
"Suka Non, lebih bebas, soalnya pak Pandu jarang di rumah, tidak cerewet kalau pas nengokin ibu, mas Pandu juga orangnya baik"
"Lebih enak jaga anak atau jaga orang tua, maksudku, lebih cape mana?" Percakapan unfaedah menurutku, tapi entahlah aku ingin menanyakannya.
"Lebih cape pas jaga anak, apalagi kalau anaknya super aktif "
"Kamu sudah menikah Nur?"
"Belum Non"
"Usiamu berapa?" tanyaku ingin tahu. Pandanganku teralihkan pada dua obyek. Nuri dan juga ibu.
"24 tahun Non"
Ternyata dia lebih muda satu tahun dariku
"Nur" panggilku ragu.
"Iya Non"
"Selama kamu kerja sama mas Pandu, dia pernah bawa wanita ke sini?"
"Tidak pernah si bu, kecuali Nona Clara"
Aku mengangguk pelan. Selama beberapa detik aku dan Nuri tak lagi berbincang. Hingga lewat satu menit dan berhubung cuaca sudah lebih panas, aku akhirnya mengajak mereka untuk naik.
******
Keluar dari kamar mandi, aku mengeluarkan piyama untuk ku kenakan lalu duduk di meja rias. Terdiam selama beberapa menit, sembari mematut diriku sendiri di depan cermin, tiba-tiba ingatanku tertuju pada tante Nancy dan anaknya.
Adik dari mendiang mamah, entah bagaimana kondisinya saat ini setelah aku tidak lagi membantunya mencari uang. Sekilas ada rasa rindu untuknya, tapi jika mengingat kekejamannya, aku masih merasakan nyeri yang luar biasa sakit. Apalagi saat dia menjual asset peninggalan papah, bahkan sepeserpun aku tidak ikut menikmatinya. Belum lagi sikapnya yang selalu membuatku kerja rodi di rumah setelah pulang kerja.
Menarik napas panjang lalu ku hembuskan perlahan, aku menempelkan kening di lengan kiri yang kulipat di atas meja rias, sementara tangan kananku, memainkan sisir rambut yang baru saja ku gunakan untuk menyisir rambutku.
Meskipun mas Pandu mengatakan aku bukan lagi miliknya, tapi tetap saja di dalam tubuhku mengalir darah tante Nancy.
Sampai beberapa saat aku larut dalam lamunan, kesadaranku nyaris hilang bersamaan dengan terpejamnya sepasang mataku, dengan posisi yang bukan lagi menempelkan kening, melainkan sisi wajah sebelah kiri yang menempel di lengan. Hingga tiba-tiba ku dengar suara ponsel berdering di atas nakas, membuatku seketika membuka mata.
Saat ku lihat layar yang tengah berkedip, muncul nama mas Pandu tengah memanggilku melalui telfon.
"Hallo" Sapaku dengan suara sedikit tertahan.
"Assalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam" jawabku
"Sudah tidur" tanyanya
"Hampir terlelap tadi"
"Aku ganggu?"
"Tidak"
Hening, selama beberapa detik, Hanya terdengar suara hembusan nafasnya yang terdengar sangat teratur.
"Sibuk apa seharian?" suaranya terdengar lembut di telingaku, membuat rinduku kian menjadi. Padahal baru saja berpisah tadi pagi.
"Sibuk bantu Nuri merawat ibu" Jawabku sembari menatap kukuku yang tidak ku sadari sudah memanjang. "Mas sendiri sibuk apa?"
"Sibuk ngusir bayanganmu dari pikiranku?"
Entah kenapa ucapannya membuat bibirku melengkung ke atas "Aku serius"
"Sibuk kerja"
"Tidak berjudi hari ini?"
"Baru saja pulang?" jawabannya benar-benar membuatku kesal.
"Menang?" tanyaku lalu menghembuskan napas berat"
"Hmm"
"Sudah di bilangin jangan judi"
"Mereka yang nantangin?"
"Harusnya mas bisa nolak dong"
"Aku telfon bukan untuk bahas ini Nay" ucapnya yang membuatku kembali menghembuskan napas berat.
Lagi-lagi kami terjerat kebisuan.
"Nay"
"Iya"
"Lagi ngapain sekarang?"
"Mau tidur"
"Yakin mau tidur, tidak mau ngobrol dulu?"
Jelas tidak yakinlah, aku saja masih ingin dengar suaranya.
"Mau ngobrol apa?" Mataku yang tadi terasa ingin terpejam, kini rasa kantuku menghilang.
"Ngobrol apa saja, tentang bayi misalnya"
"Bayi?" tanyaku dengan dahi mengernyit.
"Memangnya kamu tidak ingin punya bayi?"
Mendengar ucapannya, entah mengapa membuat debaran jantungku mendadak kacau.
"Nay?"
"Iya"
"Mau kan punya anak?"
Di tanya hal seperti itu lewat telfon saja jantungku mobat-mabit, apalagi jika dia menanyakan langsung dengan wajah tanpa jarak, aku pasti akan pingsan.
"Mau punya anak?" Tanyanya ulang. "Kalau tidak mau ya sudah"
"Memangnya aku sudah bilang tidak mau?"
"Habisnya kamu diam saja"
"Seharusnya mas tahu jawabannya"
"Tapi siapa tahu jawabanku salah"
"Mas kan pintar menebak, dan tebakan mas selalu tepat"
"Jadi tebakanku yang mengatakan kamu berat aku tinggal itu juga benar ya?"
Aku yakin sekali mas Pandu tengah menggodaku saat ini.
"Halloo.."
"Mas sudah makan?" tanyaku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
"Sudah"
Walaupun aku tak bisa menatapnya, aku yakin sekali mas Pandu kini sedang tersenyum miring.
"Mas aku ngantuk"
"Ya sudah tidur, aku temani, telfonnya jangan di matiin"
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Yuliana Sri Rubiati
hadeh
2022-05-24
0
Vina Suzanna
so sweet ..... 😍😍😍😍😍
2022-01-14
0
fitriani
pandu so sweet banget sih.... ahadey... sibuk mengusir bayanganmu.... meleleh euy
2021-12-29
0