14 (Fokus Merawat Ibu)

Aku kembali naik setelah taxi yang membawa mas Pandu melaju meninggalkan area apartemen. Ketika melewati meja satpam, aku menjumpai seorang satpam wanita tengah berjaga. Itu artinya sudah berganti shift, sebab saat keluar, ku lihat seorang pria yang berjaga.

"Good morning siu cie?" sapanya riang.

aku tahu artinya karena semalam, dan malam-malam yang lalu mas Pandu sempat memberi tahu sedikit bahasa Hongkong. Dan aku sangat ingat kalau siu cie itu artinya Nona. Selain itu, panggilan siu cie kerap di ucapkan oleh Rondi, April, dan juga Adan.

"Good morning" jawabku dengan senyum seramah mungkin.

Aku langsung permisi sesaat setelah menjawab sapaannya. Tidak mungkin aku menanggapinya lebih, karena aku sendiri tidak begitu mengerti bahasa inggris, apalagi bahasa Cantonese.

Setelah sampai di unit ibu, aku masih belum melihat tanda-tanda ada aktivitas dari Nuri dan juga ibu. Rasa penasaran yang tiba-tiba singgah, mendorongku untuk mengetuk pintu kamarnya.

Hanya satu kali ketukan, Nuri sudah membukanya.

"Ibu belum bangun Nur?"

"Sudah Non, baru selesai aku mandikan, maaf lama"

"Tidak apa-apa, ku pikir ada sesuatu yang terjadi" ucapku sambil melirik ke dalam. "boleh aku masuk?"

"Boleh Non, silahkan"

Aku memasuki kamar setelah di persilahkan oleh Nuri.

"Selamat pagi bu!" ku kecup tangan ibu yang sudah sedikit menampakan garis halus di punggung tangannya, lalu beralih mengecup pucuk kepalanya.

"Nur, untuk sarapan mau bikin apa buat ibu?" tanyaku mengalihkan pandangan pada Nuri sambil mendorong kursi roda ibu menuju ruang tv.

"Bikin bubur lagi saja Non, setiap hari ibu makan itu"

"Ok, nanti biar aku yang buat buburnya, kamu tolong bantu ibu potongi kuku ya, aku lihat kukunya sudah panjang"

"Baik non, aku dari kemarin lupa terus mau motongin kuku ibu"

"Aku maklum kok, karena kerjaan kamu memang banyak, aku yakin kamu tidak lupa, cuma belum sempat saja, iya kan?"

"Makasih non, sudah mau bantu pekerjaan saya, masakin buat ibu juga"

"Tida perlu terimakasih, justru aku yang terimakasih sudah sabar bantu suamiku merawat ibunya"

Nuri mengangguk tersenyum usai aku mengatakan itu, ku harap hubungan ku dengan dia bisa seperti layaknya teman.

Beberapa menit berlalu, sembari memasak bubur untuk ibu, aku juga membuat roti bakar untuk Nuri dan juga untuku sendiri.

"Nur, itu di lanjut nanti saja" ujarku saat melihat Nuri sedang menjemur baju yang semalam sudah di cuci menggunakan mesin cuci. "Kamu sarapan dulu, itu di meja makan sudah aku siapkan" lanjutku lalu ambil posisi duduk di depan ibu untuk menyuapinya sarapan.

"Nona masak buat saya juga?"

Aku tersenyum merespon ucapannya "Tidak perlu sungkan Nur, kamu isi dulu perutnya, setelah itu baru lanjut kerjaannya, ibu biar aku yang handle.

Setelah di iyakan oleh Nuri, diapun juga sudah menghilang dari pandanganku, aku mulai menyuapkan sendok berisi bubur ke dalam mulutnya

Usai sarapan, aku meminta Nuri untuk ikut menemani ibu berjemur di bawah sinar matahari. Selain itu, aku juga ingin sekali menghirup udara bebas setelah sekian hari merasa terkurung akibat menikah dengan mas Pandu.

"Nur, mereka tadi bicara apa sama kamu?" tanyaku kepo saat Nuri berbincang dengan ibu satpam yang sedang berjaga.

"Itu tadi nanyain Nona" jawabnya lembut "Dia tanya Nona siapa, soalnya baru saja lihat Nona disini, terus aku jawab, kalau Nona istri pak Pandu, dan akan tinggal di sini"

"Oh gitu, kamu fasih sekali ngomong bahasa sini, sudah berapa tahun kerja di Hongkong"

"Sudah empat tahun Non, dulu kerja jaga anak, jadi bisa ngomong bahasa sini, setelah itu baru ikut pak Pandu, sudah hampir dua tahun jagain ibu"

"Suka tidak, kerja rawat ibu?"

"Suka Non, lebih bebas, soalnya pak Pandu jarang di rumah, tidak cerewet kalau pas nengokin ibu, mas Pandu juga orangnya baik"

"Lebih enak jaga anak atau jaga orang tua, maksudku, lebih cape mana?" Percakapan unfaedah menurutku, tapi entahlah aku ingin menanyakannya.

"Lebih cape pas jaga anak, apalagi kalau anaknya super aktif "

"Kamu sudah menikah Nur?"

"Belum Non"

"Usiamu berapa?" tanyaku ingin tahu. Pandanganku teralihkan pada dua obyek. Nuri dan juga ibu.

"24 tahun Non"

Ternyata dia lebih muda satu tahun dariku

"Nur" panggilku ragu.

"Iya Non"

"Selama kamu kerja sama mas Pandu, dia pernah bawa wanita ke sini?"

"Tidak pernah si bu, kecuali Nona Clara"

Aku mengangguk pelan. Selama beberapa detik aku dan Nuri tak lagi berbincang. Hingga lewat satu menit dan berhubung cuaca sudah lebih panas, aku akhirnya mengajak mereka untuk naik.

******

Keluar dari kamar mandi, aku mengeluarkan piyama untuk ku kenakan lalu duduk di meja rias. Terdiam selama beberapa menit, sembari mematut diriku sendiri di depan cermin, tiba-tiba ingatanku tertuju pada tante Nancy dan anaknya.

Adik dari mendiang mamah, entah bagaimana kondisinya saat ini setelah aku tidak lagi membantunya mencari uang. Sekilas ada rasa rindu untuknya, tapi jika mengingat kekejamannya, aku masih merasakan nyeri yang luar biasa sakit. Apalagi saat dia menjual asset peninggalan papah, bahkan sepeserpun aku tidak ikut menikmatinya. Belum lagi sikapnya yang selalu membuatku kerja rodi di rumah setelah pulang kerja.

Menarik napas panjang lalu ku hembuskan perlahan, aku menempelkan kening di lengan kiri yang kulipat di atas meja rias, sementara tangan kananku, memainkan sisir rambut yang baru saja ku gunakan untuk menyisir rambutku.

Meskipun mas Pandu mengatakan aku bukan lagi miliknya, tapi tetap saja di dalam tubuhku mengalir darah tante Nancy.

Sampai beberapa saat aku larut dalam lamunan, kesadaranku nyaris hilang bersamaan dengan terpejamnya sepasang mataku, dengan posisi yang bukan lagi menempelkan kening, melainkan sisi wajah sebelah kiri yang menempel di lengan. Hingga tiba-tiba ku dengar suara ponsel berdering di atas nakas, membuatku seketika membuka mata.

Saat ku lihat layar yang tengah berkedip, muncul nama mas Pandu tengah memanggilku melalui telfon.

"Hallo" Sapaku dengan suara sedikit tertahan.

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam" jawabku

"Sudah tidur" tanyanya

"Hampir terlelap tadi"

"Aku ganggu?"

"Tidak"

Hening, selama beberapa detik, Hanya terdengar suara hembusan nafasnya yang terdengar sangat teratur.

"Sibuk apa seharian?" suaranya terdengar lembut di telingaku, membuat rinduku kian menjadi. Padahal baru saja berpisah tadi pagi.

"Sibuk bantu Nuri merawat ibu" Jawabku sembari menatap kukuku yang tidak ku sadari sudah memanjang. "Mas sendiri sibuk apa?"

"Sibuk ngusir bayanganmu dari pikiranku?"

Entah kenapa ucapannya membuat bibirku melengkung ke atas "Aku serius"

"Sibuk kerja"

"Tidak berjudi hari ini?"

"Baru saja pulang?" jawabannya benar-benar membuatku kesal.

"Menang?" tanyaku lalu menghembuskan napas berat"

"Hmm"

"Sudah di bilangin jangan judi"

"Mereka yang nantangin?"

"Harusnya mas bisa nolak dong"

"Aku telfon bukan untuk bahas ini Nay" ucapnya yang membuatku kembali menghembuskan napas berat.

Lagi-lagi kami terjerat kebisuan.

"Nay"

"Iya"

"Lagi ngapain sekarang?"

"Mau tidur"

"Yakin mau tidur, tidak mau ngobrol dulu?"

Jelas tidak yakinlah, aku saja masih ingin dengar suaranya.

"Mau ngobrol apa?" Mataku yang tadi terasa ingin terpejam, kini rasa kantuku menghilang.

"Ngobrol apa saja, tentang bayi misalnya"

"Bayi?" tanyaku dengan dahi mengernyit.

"Memangnya kamu tidak ingin punya bayi?"

Mendengar ucapannya, entah mengapa membuat debaran jantungku mendadak kacau.

"Nay?"

"Iya"

"Mau kan punya anak?"

Di tanya hal seperti itu lewat telfon saja jantungku mobat-mabit, apalagi jika dia menanyakan langsung dengan wajah tanpa jarak, aku pasti akan pingsan.

"Mau punya anak?" Tanyanya ulang. "Kalau tidak mau ya sudah"

"Memangnya aku sudah bilang tidak mau?"

"Habisnya kamu diam saja"

"Seharusnya mas tahu jawabannya"

"Tapi siapa tahu jawabanku salah"

"Mas kan pintar menebak, dan tebakan mas selalu tepat"

"Jadi tebakanku yang mengatakan kamu berat aku tinggal itu juga benar ya?"

Aku yakin sekali mas Pandu tengah menggodaku saat ini.

"Halloo.."

"Mas sudah makan?" tanyaku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Sudah"

Walaupun aku tak bisa menatapnya, aku yakin sekali mas Pandu kini sedang tersenyum miring.

"Mas aku ngantuk"

"Ya sudah tidur, aku temani, telfonnya jangan di matiin"

To be continue

Terpopuler

Comments

Yuliana Sri Rubiati

Yuliana Sri Rubiati

hadeh

2022-05-24

0

Vina Suzanna

Vina Suzanna

so sweet ..... 😍😍😍😍😍

2022-01-14

0

fitriani

fitriani

pandu so sweet banget sih.... ahadey... sibuk mengusir bayanganmu.... meleleh euy

2021-12-29

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog Nayla
2 Part 1 (Ajakan Pernikahan)
3 Part 2 (Keputusan)
4 Bab 3 (Pernikahan)
5 Bab 4 (Menunda malam pertama)
6 Bab 5 (satu pelepasan)
7 Bab 6 (Mengunjungi Plaza Departement store)
8 Bab 7 ( Mengunjungi hotel & restauran)
9 Bab 8 (Menuju Hongkong)
10 Bab 9 (Bertemu Bu Risa)
11 Bab 10 (Saparuh Kejujuran Pandu)
12 11 (One By One)
13 12 (Kejujuran Nayla)
14 13 (kembali ke macau)
15 14 (Fokus Merawat Ibu)
16 15 (Pov Pandu)
17 16 (Media)
18 17(Klarifikasi)
19 18 (Bertemu dengan Tn Hermawan)
20 19 (Pulang Kampung)
21 20 (pov Nayla, Hamil)
22 21(Perubahan drastis ibu)
23 22 (Tentang Alvin & Tania)
24 23 (Kembali senam jantung)
25 24 (Hadiah pertama)
26 25 (Melepas penat)
27 26 (Berpisah lagi)
28 Bertemu adik kandung
29 Empat bersodara
30 Kedatangan Alvin ke kantor
31 pagi hari yang menyenangkan
32 Benang rajut
33 Teringat sapu tangan
34 Sepupu Nayla
35 Rencana Pandu
36 pertemuan kedua
37 permulaan rencana
38 Berita Pandu & Delita
39 Pandu & Hermawan, Delita & Alvin
40 Rencana Hermawan
41 saling menyerang
42 Penguntit
43 Ancaman Nayla
44 Nayla dalam bahaya?
45 Pipo=Pandu
46 Pertemuan Hermawan dan Risa
47 Nayla Ke Macau
48 Mengecoh Alvin dengan kesepakatan
49 Kerja sama Nayla & Alvin.
50 Kesediaan Delita menjadi istri kedua
51 Situasi mencengangkan
52 Keputusan Delita
53 Kejujuran Hermawan
54 Permintaan maaf
55 Tentang Pipo
56 Pandu = Pipo
57 Perubahan rencana Alvin
58 Pertemuan Delita dengan Pandu Nayla
59 Dilema Delita
60 Pengusiran Hermawan
61 Kedatangan Hermawan
62 Rencana menjemput Risa
63 Bayi laki-laki
64 Skak mat untuk Delita
65 Perasaan Delita
66 Baby Kellen
67 Memperjelas
68 Rencana ke Jogja & perintah Nayla menemui ibu
69 Jangan kabur saat sedang bicara
70 Beruntung
71 Morning sweet
72 Rencana makan malam keluarga
73 Pertemuan
74 Notice
75 Notice
76 Perdamaian
77 Memperkenalkan pada publik
78 Kondisi Hermawan
79 Memaafkan
80 Saling memaafkan
81 Jogja on the way, mengunjungi makam
82 Tentang berita di media cetak
83 Dejavu
84 Mencari si kurang ajar
85 Kepanikan Nayla
86 Penangkapan Nancy
87 Amarah dan kecewa
88 Epilog
89 personal asisten
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Prolog Nayla
2
Part 1 (Ajakan Pernikahan)
3
Part 2 (Keputusan)
4
Bab 3 (Pernikahan)
5
Bab 4 (Menunda malam pertama)
6
Bab 5 (satu pelepasan)
7
Bab 6 (Mengunjungi Plaza Departement store)
8
Bab 7 ( Mengunjungi hotel & restauran)
9
Bab 8 (Menuju Hongkong)
10
Bab 9 (Bertemu Bu Risa)
11
Bab 10 (Saparuh Kejujuran Pandu)
12
11 (One By One)
13
12 (Kejujuran Nayla)
14
13 (kembali ke macau)
15
14 (Fokus Merawat Ibu)
16
15 (Pov Pandu)
17
16 (Media)
18
17(Klarifikasi)
19
18 (Bertemu dengan Tn Hermawan)
20
19 (Pulang Kampung)
21
20 (pov Nayla, Hamil)
22
21(Perubahan drastis ibu)
23
22 (Tentang Alvin & Tania)
24
23 (Kembali senam jantung)
25
24 (Hadiah pertama)
26
25 (Melepas penat)
27
26 (Berpisah lagi)
28
Bertemu adik kandung
29
Empat bersodara
30
Kedatangan Alvin ke kantor
31
pagi hari yang menyenangkan
32
Benang rajut
33
Teringat sapu tangan
34
Sepupu Nayla
35
Rencana Pandu
36
pertemuan kedua
37
permulaan rencana
38
Berita Pandu & Delita
39
Pandu & Hermawan, Delita & Alvin
40
Rencana Hermawan
41
saling menyerang
42
Penguntit
43
Ancaman Nayla
44
Nayla dalam bahaya?
45
Pipo=Pandu
46
Pertemuan Hermawan dan Risa
47
Nayla Ke Macau
48
Mengecoh Alvin dengan kesepakatan
49
Kerja sama Nayla & Alvin.
50
Kesediaan Delita menjadi istri kedua
51
Situasi mencengangkan
52
Keputusan Delita
53
Kejujuran Hermawan
54
Permintaan maaf
55
Tentang Pipo
56
Pandu = Pipo
57
Perubahan rencana Alvin
58
Pertemuan Delita dengan Pandu Nayla
59
Dilema Delita
60
Pengusiran Hermawan
61
Kedatangan Hermawan
62
Rencana menjemput Risa
63
Bayi laki-laki
64
Skak mat untuk Delita
65
Perasaan Delita
66
Baby Kellen
67
Memperjelas
68
Rencana ke Jogja & perintah Nayla menemui ibu
69
Jangan kabur saat sedang bicara
70
Beruntung
71
Morning sweet
72
Rencana makan malam keluarga
73
Pertemuan
74
Notice
75
Notice
76
Perdamaian
77
Memperkenalkan pada publik
78
Kondisi Hermawan
79
Memaafkan
80
Saling memaafkan
81
Jogja on the way, mengunjungi makam
82
Tentang berita di media cetak
83
Dejavu
84
Mencari si kurang ajar
85
Kepanikan Nayla
86
Penangkapan Nancy
87
Amarah dan kecewa
88
Epilog
89
personal asisten

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!