Thrisca hampir sesak nafas saat mendengar kata ibu mertua meluncur dari mulut suaminya.
"A-aku tidak pernah benar-benar menjadi menantu keluargamu, aku tidak perlu menyapa ibumu kan? Aku bisa keluar saat ibumu berkunjung! Benar, aku akan mencari restoran di sekitar sini dan menunggu disana sampai ibumu pulang,"
Thrisca berdiri dengan panik dan segera mengobrak-abrik isi kopernya untuk mencari jaket.
"Gendut, kau tega mempermalukanku di depan ibuku? Aku pindah kesini dan aku berkata pada ibuku bahwa aku tinggal bersama istriku. Apa yang harus kukatakan pada ibuku nanti kalau kau tidak terlihat di rumah ini?"
"Ibumu tidak mungkin mengakuiku sebagai menantu kan? Kau saja tidak mengakuiku sebagai istri. Ibumu juga tidak hadir saat pernikahan kita. Aku tidak mau muncul di depan ibumu hanya untuk menerima kebencian dari wanita yang melahirkanmu itu," ujar Thrisca dengan suara lirih dan wajah tertunduk.
"Gendut, untuk apa kau memelukku tadi jika kau masih bersikap dingin padaku seperti ini? Kupikir kau sudah memaafkanku, tapi kenapa kau masih saja membahas kesalahanku? Harus berapa kali aku meminta maaf padamu agar kau mau mengampuni kesalahanku?" ujar Ron dengan wajah memelas.
"Maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud mengungkit kesalahanmu,"
Thrisca menarik kaos suaminya dengan manja dan mencoba meminta maaf.
"Tolong temui ibuku untukku. Kali ini saja, Gendut. Kau mau kan?" pinta Ron seraya menggenggam kedua tangan istrinya.
Thrisca tidak mempunyai pilihan lain. Mau tidak mau, cepat atau lambat Thrisca memang harus berhadapan dengan keluarga suaminya jika ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Ron.
"Tuan, aku harus berpenampilan seperti apa saat menemui ibumu nanti?" tanya Thrisca.
"Ibuku sudah melihat fotomu sebagai Thrisca gendut. Tolong pakai kain tebalmu itu lagi. Ibuku juga tidak tahu kalau aku berpura-pura lumpuh. Aku juga harus menyiapkan kursi roda." jelas Ron.
"Tuan, aku tidak perlu menyenangkan ibumu kan? Entah ibumu akan menyukaiku atau membenciku, itu tidak akan jadi masalah bukan?" tanya Thrisca cemas.
"Tentu saja kau harus menyenangkan ibuku! Wanita itu adalah ibu mertuamu. Bagaimana kita bisa mendapatkan restu dari ibuku jika kau tidak berusaha membuat wanita itu menyukaimu?"
"Siapa yang akan menyukai Thrisca gendut?! Kau saja mengabaikanku, apalagi ibumu?!" sindir Thrisca.
"Kenapa kau senang sekali menyiksaku dengan perasaan bersalah?!"
Ron mulai kesal mendengar sindiran demi sindiran yang dilontarkan istrinya.
"Sekalipun kau Thrisca gendut, aku akan tetap memperjuangkanmu! Kau juga tetap menungguku meskipun saat itu kau tahu aku hanya pria lumpuh bukan?"
Ron memeluk erat istrinya yang kembali bersikap sinis padanya.
"Aku tidak yakin bisa membuat ibumu menyukaiku. Menjadi Thrisca gendut atau Thrisca yang sekarang, sepertinya aku tidak akan bisa menjadi menantu idaman yang diinginkan keluargamu. Jadi, kumohon jangan berharap lebih padaku."
Thrisca melepas pelukan suaminya dan segera bersiap dengan sumpalan kainnya.
***
Thrisca mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Wanita itu berdiri dengan tegang menunggu kedatangan ibu mertuanya. Sementara sang suami, sibuk duduk di kursi roda seraya memotong kuku kakinya dengan santai.
"Tuan, bisakah kau tidak mengotori lantainya? Aku baru saja membersihkannya!" ujar Thrisca seraya mencengkeram pundak suaminya.
"Oh, ini? Ini hanya kuku kecil. Aku akan menyapunya nanti," jawab Ron tak peduli.
Dengan banyak sumpalan kain, Thrisca berjalan bak robot untuk mengambil sapu. Gadis itu membersihkan kuku suaminya yang mengotori lantai mengkilap istana mereka.
"Sudah kubilang, aku yang akan membersihkannya!"
Ron merebut sapu dari tangan istrinya dan membersihkan kekacauan yang ia buat sendiri.
Thrisca tidak menyangka pria galak nan sombong itu mau memegang sapu untuk membersihkan rumah.
"Tuan, kau pasti kelelahan dikejar oleh banyak gadis. Kau pria mapan yang sangat perhatian pada istri. Gadis yang akan menjadi istrimu kelak sangatlah beruntung," puji Thrisca pada suaminya.
"Apa otakmu tersumbat air? Kau gadis yang beruntung itu, Gendut! Kau memuji dirimu sendiri beruntung?!"
Perkataan kasar dari Ron seketika menghancurkan seluruh pujian tulus yang Thrisca lontarkan untuk suaminya itu.
"Aku menyesal sudah memujimu!" gumam Thrisca jengkel.
Beberapa menit kemudian, pintu gerbang istana mereka terbuka dengan lebar. Satu unit mobil berjalan perlahan memasuki halaman rumah.
Thrisca bergegas mengembalikan sapu dan Ron ikut bersiap duduk manis di atas kursi roda. Thrisca mendorong kursi roda suaminya untuk menyambut tamu yang berkunjung ke kediaman mereka.
Saat pintu kendaraan roda empat itu terbuka, muncullah sesosok wanita paruh baya yang terlihat masih sangat segar dan cantik. Namun tidak hanya satu wanita, ternyata ada satu lagi wanita yang muncul dari dalam mobil ibu mertua Thrisca itu. Wanita itu tidak lain ialah Lilian.
Ron tidak bisa menyembunyikan wajah kesal sekaligus senangnya saat melihat sang kekasih yang masih dicintainya muncul di halaman rumahnya.
"Anak nakal, apa yang kau lakukan di rumah ini?!"
Ibu Ron bernama Daisy itu berjalan dengan elegan menghampiri anaknya dan mencubit lengan putranya yang terduduk di kursi roda itu.
"Kenapa ada tamu tak diundang disini?!" sindir Ron pada Lilian. Pria itu mencoba bersikap sedingin mungkin pada wanita pujaannya itu.
"Bagaimana kabarmu, Ron?" tanya Lilian dengan senyuman anggun.
"Wanita ini.. cantik sekali." puji Thrisca dalam hati saat melihat Lilian.
Sang ibu mertua langsung berlenggang memasuki rumah dan mengabaikan menantu yang sejak tadi berdiri di pintu bersama putranya. Ibu dari Ron itu menatap sekilas ke arah Thrisca dengan tatapan meremehkan.
Sama seperti Daisy, Lilian ikut mengekor Ibu dari kekasihnya itu tanpa menunjukkan rasa hormat sedikitpun pada nyonya rumah.
Thrisca mengepalkan tangannya kuat-kuat saat menerima perlakuan tidak menyenangkan dari ibu mertua sekaligus wanita asing yang belum pernah dilihatnya itu.
"Sayang, perkenalkan itu ibuku."
Ron berteriak kencang agar ibunya menghentikan langkah untuk memasuki rumah. Pria itu mencoba memperkenalkan sang istri kepada ibunda yang telah melahirkannya.
"Selamat siang, Nyonya." sapa Thrisca dengan ramah.
Daisy berbalik dan menoleh ke arah Thrisca. Wanita itu mengamati istri Ron dari atas kepala hingga ujung kaki. Rambut palsu Thrisca dan sumpalan kain yang membuat gadis itu terlihat gemuk, benar-benar mengganggu pemandangan ibu satu anak itu.
"Ibu, ini istriku.. Thrisca."
Ron masih mencoba memperkenalkan sang istri meskipun ibunya terlihat tidak peduli.
"Oh, ya." jawab Ibu Ron itu singkat.
"Thrisca.. ini Lilian. Kekasih Ron."
Daisy mengenalkan Lilian pada menantunya itu.
Thrisca nampak terkejut dan mencoba mencerna maksud dari perkataan mertuanya.
"S-suamiku, itu--"
Thrisca berusaha meminta penjelasan dari Ron namun pria itu segera meluruskan ucapan ibunya sebelum Thrisca menyelesaikan kalimatnya.
"Sayang, ibuku hanya asal bicara. Wanita itu hanyalah orang asing!" ujar Ron seraya menggenggam jemari istrinya.
"Ibu, jangan berbicara omong kosong di depan istriku! Aku sudah menjadi pria beristri!" omel Ron pada ibunya.
"Kenapa? Apa ada yang salah dari perkataanku? Kau seharusnya bersyukur Lilian masih mau menerima pria cacat sepertimu. Kau benar-benar ingin hidup bersama gadis yang.. berpenampilan aneh itu?" tanya Daisy dengan senyum mengejek ke arah Thrisca.
"Bibi, sudahlah. Aku sudah berbulan-bulan tidak bertemu dengan Ron. Mungkin dia masih marah padaku," ujar Lilian dengan senyum getir.
"Marah? Cih, untuk apa aku harus repot menyimpan perasaan marah pada wanita asing sepertimu?!"
"Ron, ibu datang bukan untuk mendengar omelanmu. Ibu datang untuk menjemputmu! Kau harus secepatnya melakukan operasi agar kau bisa berjalan kembali." pinta Ibu Ron.
"Operasi apa? Istriku sudah setia menemaniku meskipun aku hanya pria cacat. Bukankah kau bilang wanita disampingmu itu mau menerima pria cacat ini?! Kenapa tiba-tiba membahas operasi?!" sindir Ron.
"Operasi ini juga demi kebaikanmu. Aku sudah mencarikan dokter terbaik untukmu selama beberapa bulan ini." bujuk Daisy.
"Jika tidak ada hal lain yang ingin ibu sampaikan, silahkan bawa wanita asing itu pergi dari rumahku!" usir Ron halus.
"Ron! Ibu baru saja datang, tega sekali kau mengusir ibumu sendiri?!" protes Daisy.
Wanita itu masuk lebih dalam ke rumah putranya. Daisy duduk bersama dengan Lilian di ruang tamu rumah putra semata wayangnya itu.
"Thrisca, apa kau tidak tahu cara menjamu tamu?" sindir Daisy.
"M-maaf. Aku akan segera buatkan minuman,"
Thrisca mendorong kursi roda Ron dan menempatkan kursi suaminya itu tak jauh dari sang ibu.
"Apa yang ibu lakukan?! Ibu sudah menyakiti hati istriku!" ujar Ron dengan wajah kesal.
"Istri apa? Memangnya kau benar-benar menyukai gadis itu?! Kau belum lama pindah kesini bukan? Bukankah kau sangat menentang pernikahan ini?!" tanya Daisy beruntun.
"Itu dulu. Aku menyesal sudah mengabaikan istriku. Tolong perlakukan istriku dengan baik!"
"Apa kakek tua itu mengancammu?! Kau sudah menuruti permintaannya untuk menikahi gadis itu. Kau bisa menceraikan gadis itu sekarang!"
"Ibu, ibu juga seorang wanita kan? Bagaimana perasaan ibu kalau ibu berada di posisi Thrisca?! Apa ibu akan terima begitu saja jika ayah akan menceraikan ibu?!"
"Ron! Jangan kelewatan!"
"Ibu juga sudah kelewatan!" bentak Ron.
Thrisca datang membawa nampan berisi minuman dan menyuguhkannya pada para tamu di ruangan besar itu. Gadis itu mengambil cangkir teh dan memberikannya pada suaminya.
"Terimakasih, Sayang.."
Ron menyambut cangkir teh dari Thrisca dengan senyuman manis.
Melihat senyuman manis kekasihnya diberikan pada wanita lain, Lilian tidak bisa menyembunyikan perasaan cemburunya.
"Bibi, lebih baik aku mencari tempat lain. Ron akan terganggu jika aku terlalu lama berada disini."
Lilian berdiri dan berusaha melarikan diri dari ruangan itu.
"Lian, jangan seperti itu. Ron sengaja ingin membuatmu kesal! Bagaimana mungkin gadis itu bisa menyaingimu?" bisik Daisy mencoba mencegah Lilian pergi.
"Ron, keluarga Lian sedang berada di luar negeri. Ibu Lian menitipkan Lian padaku, tapi aku harus mengurus beberapa pekerjaan di luar kota. Bisakah kau menjaga Lian disini untuk beberapa hari?!" pinta Daisy.
"Ibu kira rumahku ini tempat pengungsian?!" ujar Ron dengan sinis.
"Hanya untuk beberapa hari. Lian tidak mungkin menginap di hotel sendirian. Harus ada yang mengawasi Lian. Lian baru saja selesai menjalani pengobatan, tubuhnya masih lemah." ungkap Daisy.
"Berikan saja pada kerabatnya, kenapa malah berlari padaku?!!"
"Lian tidak mempunyai kerabat di kota ini. Apa kau lupa Lian bukan orang asli kota ini? Rumahmu ini dekat dengan rumah sakit. Lian masih harus menjalani beberapa pemeriksaan di rumah sakit. Rumahmu sangat pas menjadi tempat menginap untuk Lian," desak Daisy.
Sebenarnya Ron sangat senang menerima kekasihnya itu untuk tinggal. Tapi ia sudah menetapkan hati untuk mempertahankan Thrisca. Baru saja pria itu berhasil mengambil langkah awal bersama istrinya, Ron tidak ingin lagi terlena dengan wanita yang selalu mempermainkan perasaannya itu.
Thrisca menatap wajah Ron yang terlihat bingung. Gadis itu mencoba untuk mempercayai ucapan Ron mengenai Lilian, tapi ia tetap tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya mengenai posisi Lilian di hati suaminya.
"Inikah gadis impian yang tidak bisa dikejar oleh Ron itu?" batin Thrisca.
***
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Ufuk Timur
kk author otaknya Trischa bentuknya kek saluran air gitu ya?? kok bisa kesumbat🙄🙄🙄🤣🤣🤣🤣
2022-01-08
1
Instagram @AlanaNourah
halooo Thor, Alana mampir bawa boom like 🌺🌸🌺🌸 salam kenal yaa
2021-11-26
1
Pangeran Matahari
kuatkan iman ron
2021-11-19
1