Begitu membuka mata, Thrisca cukup terkejut saat melihat Ron yang terbaring sangat dekat dengannya dan memeluk tubuh langsingnya.
Gadis itu melepaskan diri dari dekapan Ron secara perlahan dan berjalan pelan meninggalkan kamar utama.
Pagi-pagi sekali, Thrisca bergegas membuatkan sarapan untuk Ron sebelum suaminya itu bangun dari tidur.
Setelah selesai memasak makanan, Thrisca segera mandi dan bersiap dengan koper besarnya.
Gadis itu mengemasi seluruh barang-barangnya dan membersihkan kamar tamu yang selama ini menjadi tempat istirahatnya.
"Sudah selesai.. terimakasih sudah menemaniku selama enam bulan ini.."
Thrisca berpamitan dengan kamar yang sudah menemaninya selama beberapa waktu terakhir.
Gadis itu menarik kopernya keluar kamar dan meletakkannya di pintu keluar. Sebelum pergi, tak lupa Thrisca menemui Pak Iman serta pak Kian untuk berpamitan.
"Nyonya mau kemana pagi-pagi seperti ini?"
Pak Iman nampak tak rela melepas kepergian majikannya itu.
"Aku.. akan pulang ke rumah ayahku. Aku sudah menandatangani surat cerai dengan Tuan. Aku tidak tahu apakah tuan kaya pelit itu benar-benar akan memberikan rumah ini padaku. Lebih baik aku pulang ke kota asalku," terang Thrisca.
"Bukankah Tuan menginap malam ini? Nyonya sudah berpamitan dengan Tuan?" tanya Pak Kian.
"Ron belum bangun. Tenang saja, aku masih punya sopan santun. Mana mungkin aku pergi tanpa pamit pada tuan rumah?" ujar Thrisca diselingi senyum tipis.
Sementara di dalam rumah, Ron berlarian kesana-kemari mencari keberadaan Thrisca. Pria itu membuka pintu keluar rumahnya dan mendapati sang istri masih terlihat di sekitar rumahnya.
"Gendut!!"
Ron berteriak dengan garang pada Thrisca saat melihat koper besar yang sudah siap di pintu keluar rumahnya.
"Tuan, sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sarapan." ujar Thrisca tanpa rasa bersalah.
Mendengar teriakan sang bos, Pak Kian dan Pak Iman mundur perlahan dan menjauh dari pasangan suami-istri yang siap bertengkar itu.
"Kau mau pergi kemana?!" bentak Ron dengan suara nyaring.
"Aku.. ingin pulang." jawab Thrisca datar.
"Pulang kemana?! Disinilah rumahmu! Kau hanya boleh pulang ke rumah ini!"
Ron mengambil koper besar Thrisca dan menarik benda berat itu ke dalam.
"Tuan, kita sudah menandatangani surat cerai. Aku ingin kembali ke kehidupanku yang sebenarnya."
"Kehidupan yang sebenarnya?! Jadi kau pikir kebersamaan kita disini hanyalah hal palsu?!"
Ron menatap istrinya dengan sorot mata penuh kemarahan.
"Aku tidak akan menaruh dendam padamu. Aku sangat berterimakasih padamu yang telah membantu menyelamatkan usaha kecil ayahku. Aku berhutang budi padamu. Aku akan membayarmu suatu hari nanti."
"Dengan apa kau akan membayarnya? Dengan melukai hatiku?! Dengan meninggalkan semua masalah padaku?!"
"Masalah apa yang akan kau dapat? Kepergianku justru akan menyelesaikan semua masalahmu." jawab Thrisca tanpa menoleh ke arah suaminya.
"Bagaimana dengan kakek? Apa yang harus aku katakan pada kakek? Kau mau mengecewakan kakek?"
Ron menggenggam kedua tangan istrinya dan mencoba membujuk gadis itu.
"Kau yang memberikan surat cerai terlebih dulu padaku. Seharusnya kau sudah mempersiapkan semuanya dengan baik kan?" sindir Thrisca.
"Kalau begitu bagaimana dengan ayahmu? Kau sudah memberitahu ayahmu mengenai kita? Apa usaha ayahmu sudah berjalan lancar? Bagaimana kalau ternyata perusahaan ayahmu masih kesulitan?" tanya Ron beruntun.
"Itu.. ini sudah enam bulan. Seharusnya usaha ayahku sudah baik-baik saja. Lagi pula itu hanya perusahaan kecil. Tidak akan serumit mengelola usaha besar keluargamu."
"Dari mana kau bisa tahu? Kau mengerti bagaimana caranya menjalankan perusahaan?! Ayahmu sudah kesulitan mengurus usahanya, kau mau melihat orang tua itu bersedih melihat putrinya akan menjadi janda?"
Ron terus berusaha membuat istrinya berubah pikiran.
"Tapi.. kita sudah menandatangani surat cerai itu bukan?"
"Aku sudah memberitahumu, surat itu belum diberlakukan ke pengadilan."
"Kalau begitu berlakukan saja mulai hari ini. Urusan ayahku biarlah menjadi masalahku. Kau urus saja kakek dan keluargamu."
"Surat! Surat! Surat itu terus yang kau bahas! Surat itu sudah menjadi abu!" ujar Ron mulai kehilangan kesabaran.
"Apa?"
"Aku sudah membakarnya! Tepat setelah kau menandatanganinya, aku langsung membakar kertas sialan itu!"
"Aku benar-benar tidak tahu apa maksud tingkah plin planmu ini! Kau dendam padaku karena aku membodohimu? Kau masih ingin menahanku untuk mengerjaiku lagi?!"
"Aku hanya ingin mempertahankan istriku, apa ada yang salah dengan itu?!"
"Aku bukan istrimu! Aku tidak pernah menjadi istrimu!"
Thrisca berteriak kencang di depan suaminya.
Semakin Ron berteriak, Thrisca semakin berani menjawab dan ikut meninggikan suaranya pada Ron. Pria itu mengatur nafasnya sejenak dan mencoba berbicara dengan lembut.
"Aku minta maaf. Maafkan aku. Maafkan aku,"
Ron mendekap erat kedua tangan istrinya.
"Maaf aku sudah mengabaikanmu selama ini. Maaf aku sudah membuatmu kesal. Maaf sudah membuatmu menunggu lama. Maaf aku selalu membuatmu terluka.."
Ron berbicara dengan suara selembut mungkin.
Thrisca berdiri di hadapan Ron dengan mata berkaca-kaca. Permintaan maaf suaminya itu cukup sukses membuat gadis itu merasa terharu. Baru kali ini Thrisca mendapatkan permintaan maaf yang begitu banyak dari seorang pria.
"Aku tidak pernah merasa sepayah ini sebelumnya. Aku tidak pernah meminta maaf sebanyak ini pada orang lain sebelumnya. Hanya kau yang bisa membuatku terus meminta maaf dan terus merasa bersalah,"
Ron menatap wajah istrinya dengan sorot mata yang lembut. Pria itu mengusap air mata yang mulai jatuh mengalir membasahi pipi gadisnya.
"Kau menangis lagi? Pukul saja aku kalau kau kesal! Aku hanya bisa menyakitimu. Aku sudah membuatmu sesak nafas hingga hampir mati, aku sudah membuatmu tenggelam dan meminum banyak air kolam, aku sudah mendorongmu dengan kasar hingga membuat tubuhmu terluka. Dan disini aku hanya bisa berdiri untuk mengatakan maaf atas semua rasa sakit yang telah kau lalui,"
Thrisca tidak menjawab perkataan Ron. Tangis gadis itu semakin pecah. Namun bukan tangis kesedihan, melainkan tangis bahagia diselingi dengan tawa kecil.
Thrisca melempar tubuhnya ke arah Ron dan memeluk badan kekar suaminya itu dengan erat.
"Sampai kapan kau akan terus meminta maaf?" tanya Thrisca dengan suara serak.
"Gendut, maafkan aku.."
Ron mendekap sang istri dengan erat hingga ia mampu merasakan detak jantung gadis yang berada di pelukannya itu.
"Kau tidak akan pergi kan? Jangan pergi gendut! Aku akan menemanimu disini,"
Ron mengusap rambut istrinya dengan lembut.
Pria itu meraih leher istrinya dan mengecup bibir sang istri dengan lembut. Kali ini Thrisca menyambut ciuman Ron bahkan membalas kecupan dari suaminya itu. Pak Iman dan Pak Kian segera membalikkan badan begitu mendapat pertunjukan berbau dewasa dari majikannya itu.
Ron mendekap erat sang istri dan membiarkan tangan nakalnya menjamah seluruh tubuh gadis yang sudah ia peristri sejak lama itu. Thrisca mulai tenggelam dalam kecupan suami yang tengah menikmati bibir merahnya itu.
"Bos!"
Han membuka pintu gerbang dan mengganggu kemesraan pasangan suami-istri yang baru saja berbaikan itu.
Thrisca mendorong tubuh suaminya dengan panik begitu mendengar suara Han. Sementara Ron yang masih menikmati waktunya menyentuh sang istri, harus menerima gangguan yang menghancurkan momen bahagianya.
Thrisca menyembunyikan wajahnya dalam pelukan suaminya. Gadis itu benar-benar tidak sadar sudah tersihir oleh Ron dan menerima begitu saja ciuman dari suami yang selalu membuatnya kesal itu.
"Han.. aku bersumpah, aku akan melemparmu ke jurang jika kau sekali lagi mengganggu kesenanganku!" ujar Ron dengan suara rendah penuh ancaman. Pria itu tidak mungkin berteriak kencang pada Han karena sang istri yang masih berada dalam pelukannya.
"Gendut, kau masuk saja dulu. Nanti aku akan membawa kopernya ke dalam,"
Ron mengusap pelan rambut istrinya dan membukakan pintu untuk gadis itu.
Thrisca masuk ke dalam rumah dengan cepat seraya menutupi wajahnya. Seluruh wajah gadis itu sudah berubah menjadi merah menyala seperti kepiting rebus. Thrisca berlari kencang menuju kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.
"Tenang saja, Icha! Ini hanya ciuman! Kau sudah dewasa dan pria yang kau cium adalah suamimu!"
Thrisca mencoba menenangkan diri.
"Katakan ada apa kau ke rumahku pagi-pagi!! Aku akan menggorok lehermu jika kau hanya menyampaikan kabar tidak penting!"
Ron menarik kerah baju Han hingga membuat asisten malang itu tercekik.
"I-itu, Bos.. Nyonya.. Nyonya akan berkunjung kesini siang nanti." ujar Han dengan tergagap.
"Wanita tua itu benar-benar!! Bisanya hanya merusak kebahagiaan anak!"
Ron membanting pintu rumahnya dengan kasar dan masuk dengan tergesa-gesa sambil menarik koper istrinya.
Tokk.. tok.
"Sayang.."
Ron mengetuk pintu kamar tamu tempat istrinya beristirahat.
"Kenapa lagi? Kau butuh sesuatu?" teriak Thrisca dari dalam kamar.
"Aku akan membawa kopermu ke kamarku. Bisa kau keluar sebentar?"
"Tidak perlu!"
Thrisca langsung membuka pintu dan berusaha merebut koper miliknya.
"Kesini!"
Ron menarik tangan istrinya dan memboyong istri cantiknya itu kembali ke kamar utama.
"Aku.. aku tidak bermaksud begitu tadi! Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba memelukmu. Aku hanya terbawa suasana!"
Thrisca mencoba membahas hal yang baru saja ia lakukan dengan suaminya di halaman rumah mereka.
"Apa memeluk suamimu sendiri adalah sebuah kesalahan? Apa mencium suamimu sendiri adalah sebuah dosa?! Yang kau cium adalah suamimu, bukan suami tetangga! Kenapa harus panik begitu?!" ujar Ron jengkel.
Thrisca menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajah malunya.
"Mulai hari ini dan seterusnya, kau tidak boleh keluar dari kamar ini! Ini adalah kamarmu. Kamar kita!"
Ron membuka koper istrinya dan meletakkan pakaian gadis itu ke dalam lemari di kamarnya.
"T-tuan, aku--"
"Tuan siapa?! Aku suamimu! Jangan panggil aku seperti itu lagi!"
"Lalu aku harus memanggil apa?" tanya Thrisca dengan wajah cemberut.
"Panggil aku sayang, suamiku atau sesuatu yang sejenis! Kau ingin menunjukkan rumah tangga kita yang berantakan pada orang lain?!"
"Baiklah. Aku akan menyiapkan panggilan yang bagus di depan orang lain." jawab Thrisca datar.
Ron hanya bisa memijat kepalanya yang pening menghadapi sikap menyebalkan dari istrinya itu.
"Ibuku akan kesini. Cepat bersiaplah,"
"Ibu apa?"
"Ibuku, gendut! Ibu mertuamu!"
Ron mencubiti pipi istrinya dengan gemas.
Thrisca langsung membeku seketika saat Ron membahas mengenai ibu mertua.
***
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Ufuk Timur
penggemar bbang Han hadir🤣🤣🤣
Trisca jgn gengsi dahhh, ,tar nyesel loh
2022-01-08
1
MAY.s
Ron bukan plin plan trisca,gengsinya aja yg kegedean😃
Ceritanya aq sukaaaaaa sekali tor😘
2022-01-02
1
Pangeran Matahari
kenapa malu sma han biar dia ngenes
2021-11-19
1