Thrisca membuka pintu kamar mandi dan bersiap mengguyur seluruh tubuhnya dengan air segar. Wanita itu berendam begitu lama sebelum ia keluar rumah untuk bersenang-senang.
Wanita itu juga sibuk bersolek di depan cermin dan membuka lemari pakaian dengan riang. Namun satu hal yang ia lupakan, sebagai anak rumahan tentu saja gadis itu tak memiliki banyak baju dan peralatan rias.
"Dasar bodoh! Kenapa aku bisa melupakan realita mengenaskan ini?!!"
Thrisca menatap lemarinya dengan wajah depresi.
"Baiklah! Kalau begitu misi pertamaku hari ini adalah.. berbelanja!" ujar Thrisca dengan semangat berapi-api.
"Untung saja pria itu sangat murah hati. Uang bulan ini masih banyak. Aku bisa membeli beberapa baju."
Thrisca menatap dompetnya dengan girang.
Tak berselang lama, gadis itu pun siap dengan dandanan sederhana dan pakaian sederhana. Gadis itu hanya perlu memastikan tidak ada lubang tak diundang pada pakaiannya dan meloloskan pakaian kusut itu dengan mudahnya untuk ia kenakan keluar rumah.
Meskipun hanya memakai kaos polos dan jeans, namun Thrisca nampak tetap cantik dan menawan. Pakaian sederhananya tidak bisa menutupi aura mempesona dari gadis bertubuh tinggi semampai itu.
Gadis itu berjalan dengan percaya diri menuju pintu. Namun langkahnya terhenti begitu ia melihat tukang kebun dan penjaga keamanan yang berada di luar rumah.
"Orang-orang itu tidak akan mengira aku penyusup kan? Thrisca yang mereka tahu adalah Thrisca si gendut. Haruskah aku memakai sumpalan kain yang membuat gerah itu lagi?!"
Thrisca kembali mengurungkan niatnya untuk keluar rumah.
"Tidak! Aku hanya perlu berpura-pura di depan tuan muda itu. Aku tidak ada urusan dengan tukang kebun itu!"
Thrisca mengalami konflik batin untuk memutuskan ia harus keluar rumah atau tidak.
"Tapi tukang kebun itu begitu baik. Dia selalu membantuku membeli semua kebutuhanku selama aku disini. Aku jadi merasa bersalah sudah menipunya," gumam Thrisca seraya menatap tukang kebun rumahnya dari dalam jendela.
"Mereka sudah membantuku. Dan aku juga sudah mengajukan perceraian dengan tuan muda itu. Tidak ada lagi yang perlu aku tutupi,"
Thrisca membuka pintu perlahan dan berjalan menghampiri tukang kebun serta petugas keamanan yang tengah mengobrol.
"Pak Iman.."
Thrisca memanggil tukang kebun rumahnya dengan suara lembut.
Pria paruh baya itu menoleh ke arah suara yang memanggil. Tukang kebun itu sudah bersiap melihat badan lebar majikannya, namun yang ia dapati justru wanita cantik nan langsing berjalan ke arahnya.
Tukang kebun serta penjaga keamanan itu menatap Thrisca dengan mata melotot dan wajah terkejut. Mereka benar-benar dibuat takut dengan sosok asing yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah majikan mereka.
"S-siapa gadis itu?! Kenapa keluar dari rumah nyonya?!" tukang kebun itu menatap Thrisca bak melihat hantu di siang bolong.
"Aku tidak ingat pernah membukakan gerbang untuk gadis itu?! Bagaimana gadis itu bisa masuk ke dalam rumah?!" bisik penjaga keamanan pada tukang kebun.
"Pak Iman, Pak Kian, ini Thrisca.."
Thrisca menunjukkan cincin nikah yang masih terlilit di jarinya.
"Nyonya?!"
Hampir saja tukang kebun itu pingsan melihat gadis tak dikenal mengaku sebagai nyonya rumah tempatnya bekerja.
"B-bagaimana bisa.."
Belum sempat Pak Iman melanjutkan kalimatnya, Thrisca sudah memotong.
"Aku akan bercerai dengan tuan muda itu. Tidak perlu memanggilku nyonya lagi. Maaf, aku tidak bermaksud menipu kalian."
Thrisca menundukkan kepala pada dua pegawai yang telah menemaninya itu.
"Nyonya, nyonya tidak perlu meminta maaf pada pegawai seperti kami."
Tukang kebun nampak tidak enak melihat nyonya majikannya meminta maaf dan menundukkan kepala padanya.
"B-benar, Nyonya. Kami tidak berhak menuntut maaf maupun penjelasan dari nyonya.." petugas keamanan itu ikut berbicara.
"Aku bukan lagi nyonya kalian. Maaf aku tidak bermaksud mengusir, tapi setelah bercerai aku mungkin tidak bisa membayar kalian. Jadi lebih baik kalian kembali ke rumah Tuan."
Mendengar perkataan Thrisca, dua pria paruh baya itu nampak bingung dan cemas akan kehilangan pekerjaan.
"Aku tidak bisa menjanjikan banyak hal. Tuan muda akan memberikan rumah ini untukku. Kalian bisa tinggal disini jika kalian belum memiliki tujuan. Namun aku hanya bisa memberi kalian tempat tinggal. Aku juga harus mencari pekerjaan untuk diriku sendiri. Maafkan aku," ujar Thrisca penuh rasa bersalah.
Tukang kebun itu menatap Thrisca dengan iba.
"Kasihan sekali.. gadis ini akan menjadi janda di usia belia. Tapi dia justru masih mengkhawatirkan orang asing sepertiku." batin tukang kebun itu.
"Nyonya, terimakasih atas kebaikan hati nyonya. Kalau nyonya tidak keberatan, tentu kami bersedia menemani nyonya selagi menunggu pekerjaan baru." ujar Pak Iman dengan senyuman tulus.
Mendengar perkataan itu, Thrisca benar-benar terharu. Tidak disangka meski ia jarang berbincang dan jarang bertegur sapa dengan mereka, Thrisca benar-benar merasa tidak rela harus berpisah dengan dua pria paruh baya itu.
Enam bulan mungkin memang waktu yang singkat. Tapi di hari-hari sepi yang ia lalui, tidak ada orang lain yang bisa ia tatap selain kedua pegawainya itu.
"Terimakasih.. terimakasih sudah menemaniku selama ini. Aku akan benar-benar kesepian di rumah besar ini tanpa kalian.." ujar Thrisca dengan air mata berlinang.
Tukang kebun dan penjaga keamanan itu ikut terharu dan mengusap ingus mereka. Mereka bertiga menangis bersama di rumah yang telah menjadi tempat mereka bernaung itu.
"Apa yang harus aku lakukan di usia tua ini?!" Keluh penjaga kebun itu dengan tangis sedih.
"Bagaimana aku bisa memberi uang pada istriku di kampung jika aku kehilangan pekerjaanku sekarang?!" Kali ini petugas keamanan ikut berkeluh kesah.
"Aku akan menjadi janda di usia muda! Bagaimana nasib Kartu Identitasku nanti?!! Aku akan berstatus janda di kartu identitasku!" Thrisca ikut bergabung dengan curhatan pria-pria tua itu.
Tiga orang itu sibuk berkeluh kesah hingga tidak menyadari sebuah mobil berhenti di luar halaman rumah dan berusaha menembus gerbang istana tersebut.
"Siapa itu? Sejak kapan rumah ini menerima tamu?!"
Thrisca menghentikan tangisannya.
Pak Kian segera membuka gerbang untuk tamu tak diundang itu. Ternyata tamu tak terduga itu adalah sang pemilik rumah, yang tidak lain suami dari Thrisca yaitu Ron Diez.
Bagai tersambar petir, Thrisca benar-benar dibuat kalang kabut atas kunjungan dadakan dari mantan suaminya itu.
"Baru saja pria itu pergi dari sini membawa surat cerai, kenapa dia kembali lagi?!!" batin Thrisca panik.
"Pak Iman.. apa itu mobil Tuan? Atau aku hanya berhalusinasi?!" tanya Thrisca dengan tergagap seraya memandangi mobil Ron dengan tubuh diam membeku.
Sama halnya seperti Thrisca, Pak Iman tak kalah terkejut dengan datangnya sang bos disaat Thrisca mulai menunjukkan penampilan aslinya.
Masih bersandiwara lumpuh, Ron muncul dengan kursi roda bersama dengan Han. Pria itu menatap Thrisca dengan wajah heran dan bingung.
"Siapa wanita itu? Ada tamu?!" gumam Ron.
"B-bagaimana ini? Pak Iman, aku tidak akan masuk penjara hanya karena mengubah penampilan kan?!" bisik Thrisca cemas.
"Nyonya, sebaiknya nyonya jujur saja pada Tuan. Nyonya juga akan bercerai dari Tuan. Anggap ini sebagai kado perpisahan juga permintaan maaf." saran Pak Iman.
"Bagaimana kalau aku dituntut?! Apa ini termasuk penipuan?!"
Thrisca masih terus berbisik panik pada Pak Iman.
"Siapa kau?"
Han mendorong kursi roda Ron mendekat ke arah Thrisca.
Gadis itu segera menutupi jarinya yang masih tersemat cincin.
Thrisca mencoba mengalihkan pandangan dan berdiri dengan gugup di samping Pak Iman. Sementara kedua pegawai itu hanya menundukkan kepala tanpa berani bersuara.
"Aku tanya, kau siapa? Kenapa kau ada di rumahku?! Kau teman si gendut itu?" tanya Ron dengan galak.
Thrisca mulai berkeringat dingin. Tenggorokannya tercekat dan peluh deras mulai mengucur di dahinya.
"S-saya.. saya.. saya hanya berkunjung sebentar Tuan. Saya pamit sekarang,"
Thrisca segera melarikan diri dari situasi menegangkan itu.
"Aku tanya kau siapa?!" bentak Ron.
"Bagaimana caramu bekerja?! Kau membiarkan sembarang orang memasuki rumahku?!" Kali ini Ron membentak petugas keamanan.
"Ini bukan salah Pak Kian!"
Thrisca reflek membalas bentakan dari Ron.
"Siapa kau berani menjawabku?!!" Ron semakin geram melihat gadis asing itu ikut campur dalam urusannya.
Merasa kasihan pada Thrisca, Pak Iman mencoba menengahi perdebatan kecil itu.
"Ini.. ini anak saya, Tuan. Anak saya hanya berkunjung. Mohon maklumi sikap anak saya yang kurang dewasa," bela Pak Iman. Melihat Thrisca yang tidak mau jujur pada suaminya, Pak Iman hanya bisa memilih untuk membantunya berbohong.
"Lain kali ajari anakmu sopan santun! Jangan biarkan anjing menggigit majikannya sendiri!" ujar Ron dengan angkuh.
"Bisa-bisanya pria jahat itu merendahkan orang lain!" batin Thrisca seraya mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Si gendut itu ada di dalam kan?" tanya Ron.
Thrisca mulai tersadar ada hal lebih merepotkan yang harus ia kerjakan. Saat ini Thrisca tengah berdiri di halaman bersama Ron, mana mungkin pria itu bisa menemukan Thrisca gendut di dalam rumah?
Ron masuk ke dalam tanpa menghiraukan orang-orang di halaman rumahnya itu.
"Pak Iman, bagaimana ini? Bagaimana aku bisa masuk ke rumah?! Aku juga tidak punya waktu untuk mengubah penampilan, memakai sumpalan kain itu benar-benar memakan waktu lama!"
Thrisca heboh sendiri di luar rumah bersama Pak Iman dan Pak Kian.
"Nyonya, bagaimana kalau bilang saja Nyonya tidak ada di rumah. Saat tidak bisa menemukan nyonya, tuan pasti akan menghubungi nyonya kan?" saran Pak Kian.
"Bagaimana kalau dia menyuruhku pulang sekarang? Bajuku ada di dalam, bagaimana aku bisa mengubah penampilanku?"
Thrisca yang panik benar-benar membuatnya tidak bisa berpikir.
"Bagaimana kalau minta bertemu di tempat lain? Nyonya bisa bersiap begitu Tuan pergi," saran Pak Iman.
"Itu lebih tidak mungkin. Mana mungkin pria itu mau menemuiku di luar rumah," ujar Thrisca dengan wajah depresi.
"Bilang saja aku sudah mati!"
Thrisca berlari meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa.
"Nyonya!!"
Pak Iman dan Pak Kian berusaha mengejar, namun langkah mereka terhenti saat Ron ribut memanggil mereka.
"Kemana si gendut itu pergi?!" tanya Ron begitu sampai di halaman.
"Em.. itu.. nyonya.. nyonya mungkin sedang berbelanja. Benar berbelanja." jawab Pak Iman takut-takut.
"Belanja?! Benar juga, si gendut itu pasti butuh banyak makanan. Suruh dia pulang sekarang!" perintah Ron.
"Itu.. kami tidak tahu kemana nyonya pergi." jawab Pak Kian lirih.
"Kau tidak tahu tempat gadis itu biasa berbelanja?! Kalau begitu, jam berapa biasanya dia akan pulang?"
"Itu.. juga tidak bisa dipastikan. Nyonya tentu tidak pernah memberitahu kami rencana maupun janji yang nyonya buat saat keluar rumah."
"Jadi si gendut itu sering keluyuran keluar rumah?!" tanya Ron dengan nada curiga.
"B-bukan begitu Tuan. Nyonya sangat jarang sekali keluar rumah. Ini yang pertama kalinya."
"Pertama kali? Maksudmu dia tidak pernah keluar rumah? Hanya berdiam diri di dalam sana?!" tanya Ron semakin penasaran dengan kegiatan istri yang sebentar lagi akan ia ceraikan.
"Benar, Tuan. Nyonya sangat rajin dan pandai dalam pekerjaan rumah. Jadi nyonya menghabiskan waktu untuk mengurus rumah."
"Dibayar berapa kau untuk memuji si gendut itu?! Aku akan beristirahat di atas. Bangunkan aku saat si gendut pulang!"
Ron kembali ke dalam rumah. Dilihatnya rumah yang bersih tanpa asisten rumah tangga itu.
"Si gendut itu benar-benar menghabiskan waktu hanya untuk membersihkan rumah?!" gumam Ron tak percaya.
Pria itu berjalan kesana-kemari dengan santai tanpa kursi roda. Dilihatnya pigura besar yang terpajang di dinding rumahnya. Pigura itu berisi foto pernikahan dirinya dengan Thrisca.
"Si gendut ini.. rambutnya aneh sekali.." gumam Ron seraya menatap foto itu.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
meli meilia
hahaha.. asli koplak.. keren kak.. salam kenal yaa dr Cinta Sang Maharanii..👍🥰
2022-05-08
0
Ryoka2
Ahahah😭
2022-03-14
0
Ryoka2
Hshs, capek sama suaminya 🤧
2022-03-14
0