Meminta Maaf

Meminta maaf adalah tindakan sederhana, tapi masih banyak yang enggan melakukan dan menganggapnya remeh. Padahal, di dalamnya terkandung kemuliaan.

“Bersegeralah meminta maaf biarpun kita dalam posisi benar, itulah kemuliaan. Apalagi jika kita bersalah, maka kita harus segera meminta maaf." (Buya Yahya).

Meja makan di rumah Ain, kini kembali hangat seperti dulu. Duduk bersama menikmati hidangan sederhana dari tangan wanita hebat di rumah mereka.

"Mi, kita jalan-jalan, yuk! Sudah lama, ya, rasanya tidak keliling-keliling," ajak Ikram setelah menyelesaikan sarapan bersama mereka.

Kedua anaknya bersorak, "Jalan-jalan! Ayuk, Bi! Ayuk, Umi kita jalan-jalan!" rengek mereka pada Ain.

"Wah, Abi benar sudah lama kita tidak jalan-jalan. Hayu atuh lah, gaskeun, Abi! Jenuh Umi di rumah terus," sambut Ain yang menambah keceriaan di rumah itu.

"Ke mana, ya?" Ruby berpikir.

"Pantai!"

"Mall!"

"Kolam renang!"

"TimeZone!"

"Wah, jauh-jauh sekali! Tidak ada yang dekat? Di Rangkasbitung belum ada mall, sayang," ucap Ikram mengingatkan anaknya.

"Di Rangkasbitung memang belum ada, Bi, tak ada Timezone, kan, di rabinza. Kita main di sana," sahut Ruby yang juga mengingatkan.

"Tidak! Kita ke pergi ke Serang, sesekali Umi ingin menikmati suasana dalam mall," ucap Ain berkhayal sembari tersenyum kecil.

"Hah ... ya sudah kita ke Serang," putus Ikram pada akhirnya. Senyum keluarganya ternyata membuat hati terasa damai. Melihat Ain dan ketiga anaknya yang tertawa gembira Ikram serasa mendapatkan kembali dunianya.

"Tapi, Umi ... apa kita perlu mengajak Bunda?" celetuk Ruby yang memudarkan keceriaan Ain seketika. Ikram melirik pada mereka, ia menunggu jawaban Ain meski dari riak wajahnya saja sudah menjawab semua yang ia keberatan jika Nadia ikut serta.

"Terserah Abi dia juga, 'kan, istri Abi," sahut Ain tidak mengenakan.

Ikram tersenyum, tak ingin senyum di wajah Ain pudar ia menyerahkan keputusan pada istrinya itu.

"Biar Umi saja yang memutuskan, supir terima beres saja. Kalau Umi ingin mengajaknya, ya, ajak saja. Kalau tidak mau, ya, sudah!" Sungguh bertolak belakang dengan hati kecilnya. Namun, Ikram mengatakannya dengan senyum seperti biasa di bibir. Hal itu menyakinkan hati Ain bahwa Ikram benar-benar menyerahkan keputusan padanya.

"Baiklah, Umi akan pikirkan," kata Ain pada akhirnya.

Ia dan kedua anaknya pergi ke yayasan menemui Nadia. Bukan dengan tujuan untuk mengajak istri kedua Ikram itu jalan-jalan, tapi untuk menyerahkan amplop yang diberikan Ikram padanya.

Suasana di aula yayasan ramai oleh anak-anak yang sedang belajar melukis di atas kanvas dengan guru bimbingan yang didatangkan Nadia langsung. Ruby dan Bilal antusias segera menghampiri Nadia. Keduanya ingin ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Nadia memberikan masing-masing satu alat melukis pada keduanya. Empat orang guru professional mengajari mereka dengan telaten. Nadia berdiri memperhatikan sembari tersenyum penuh kebahagiaan.

Ain yang masih berada di kejauhan memperhatikan gelagat wanita itu. Ia tak menampik Nadia memang berbeda, dia rela menghandle semua kebutuhan anak-anak yatim di yayasan. Mulai dari makannya, pendidikannya, dan segala sesuatu yang dibutuhkan anak-anak malang tersebut. Nadia tidak merasa keberatan sama sekali meskipun semua itu ia tanggung dengan uang pribadinya sendiri.

Ain menghampiri Nadia yang berdiri di bagian belakang anak-anak. Sendiri tanpa turut campur bersama guru yang membimbing mereka.

"Dek!" panggil Ain yang membuat Nadia seketika menoleh.

"Eh, Kak!" Nadia mendekat ia meraih tangan Ain dan mencium punggungnya.

Sambil tersenyum ia berucap, "Kakak yang mengantar anak-anak ke sini?"

Ain mengangguk, "Terima kasih karena telah memberikan hiburan pada anak-anak di yayasan," ucap Ain meski dikatakan dengan dingin dan raut wajah datar. Ia bahkan tak melihat ke arah Nadia seolah enggan bersitatap dengan madunya itu.

Nadia tersenyum kecut, hatinya ngilu terasa. Dia memang salah tak perlu lagi menanyakannya.

"Tidak masalah, Kak. Yang penting semua anak-anak di sini bahagia," sahutnya dengan lirih sembari melempar pandangan pada anak-anak yang antusias bertanya.

"Kak ...," Nadia menjeda ucapan, ia menarik napas dalam menguatkan hatinya.

"Katakan saja apa yang mau kamu katakan," sahut Ain saat menyadari kegugupan Nadia untuk berbicara dengannya.

"Aku minta maaf, jika hadirku sangat mengganggu ketenangan hidup Kakak. Aku mohon ampun kalau keberadaanku sebagai istri Mas Ikram sangat-sangat menyakiti hati Kakak. Aku benar-benar minta maaf karena tidak berpikir panjang saat menerima lamaran darinya. Seharusnya aku memikirkan perasaan Kakak-"

"Maafkan aku, Kak. Tolong jangan bersikap dingin padaku seperti ini. Di sini aku tidak memiliki siapa pun selain Kakak dan Mas Ikram. Aku rela melakukan apa saja, asal Kakak tidak menganggapku orang lain," ungkap Nadia.

Ia memandang Ain dengan sendu, manik hazelnya memancarkan kejujuran dan ketulusan. Ain memandangnya, terbersit rasa kasihan di hatinya pada istri kedua Ikram tersebut. Apakah dia sudah keterlaluan hingga membuatnya memohon seperti saat ini.

Ain tidak melihat kebohongan di matanya, Nadia benar-benar tulus meminta maaf padanya, tapi tetap saja tidak mengobati rasa sakit di hatinya.

Pandang keduanya terpaku cukup lama sebelum Ain mengembuskan napas dengan berat.

"Aku akan merasa lebih baik kalau kamu mau memenuhi satu permintaanku," ucap Ain. Nadia mengangguk pasti. Ain tersenyum.

"Baiklah, kamu sudah dengar apa yang Kakak rasakan kemarin. Ini-"

"Uang dari Mas Ikram, kamu juga berhak mendapatkan nafkah darinya," ucap Ain sembari memberikan amplop yang diberikan Ikram padanya.

Nadia melirik amplop berwarna putih di tangan Ain. Rasa bersalah di hati pada Ain menolak menerima uang tersebut.

Ia tersenyum, "Terima kasih." Nadia mengambilnya dan mendekatkannya di dada bergumam entah apa.

"Aku sudah menerima uang ini dan sekarang aku berikan lagi pada Kakak. Gunakan untuk keperluan anak-anak atau untuk anak santri." Nadia kembali memberikan amplop tersebut pada Ain tanpa beban.

"Tapi itu hak kamu, Nadia," tolak Ain dengan kerutan di dahi.

"Aku tahu, tapi Kakak lebih membutuhkannya dari pada aku. Bukannya aku tidak menghargai pemberian mas Ikram, tapi aku merasa belum membutuhkannya. Dari pada tidak terpakai aku sedekahkan saja untuk anak-anak santri di pondok. Sepertinya itu lebih bermanfaat," ucap Nadia.

Lagi-lagi Ain melihat kejujuran dan ketulusan di maniknya. Ain tak pernah menduga, Nadia memang tidak serakah. Ini adalah pertama kalinya ia mendapatkan nafkah dari Ikram.

"Kenapa tidak kamu ambil saja, bukannya kamu juga punya kebutuhan?" selidik Ain masih ingin tahu alasan sebenarnya.

"Aku memang punya kebutuhan, tapi kebutuhan aku tidak sebanyak kebutuhan Kakak. Jadi, ambil saja aku sudah menerimanya," katanya mengepalkan amplop tersebut di tangan Ain.

Ain menerimanya meski dengan berat hati. Senyum yang terukir tulus di bibir pucat Nadia, tak dapat membuatnya menolak. Keduanya kembali memperhatikan anak-anak dengan perasaan masing-masing. Ain melirik Nadia, wanita itu terus tersenyum menatapi semua anak-anak.

"Mmm ... Kak? Aku mau meminta izin pada Kakak," ucap Nadia memecah keheningan.

"Apa?" sahut Ain tanpa berpaling padanya. Teringat Ikram yang mengatakan akan mengajak Nadia berjalan-jalan selama tiga hari. Apakah dia ingin meminta izin untuk itu.

"Hari ini adalah hari Minggu, dan anak-anak sedang libur. Boleh tidak aku mengajak mereka bertamasya? Hanya anak-anak, Kakak bisa pergi berdua dengan mas Ikram," ucap Nadia sembari menoleh pada Ain yang seketika membeku mendengar penuturannya.

"Kenapa?"

"Hari ini ulang tahunku, aku ingin merayakannya bersama anak-anak," sahut Nadia pula.

Ain gamang. Pasalnya ia pun memiliki rencana untuk mengajak anak-anak jalan-jalan. Ain menunduk memikirkan langkah apa yang harus dia ambil.

"Tapi Abi mereka memiliki rencana lain. Mungkin tidak hari ini, tidak apa-apa, bukan?" ucap Ain setelah berpikir beberapa saat.

Nadia tersenyum meskipun kecewa, tapi mau bagaimana lagi.

"Oh, ya sudah. Kalau begitu, aku akan mengajak anak-anak yayasan saja. Rencananya begitu ... aku ingin mengajak anak-anak berjalan-jalan, tapi kalau Ruby dan Bilal punya agenda sendiri, ya, tidak apa-apa," ucapnya lagi.

"Maaf, ya. Coba kamu lebih awal mengatakannya ...."

Aku akan tetap tidak mengizinkannya. Dalam hati Ain melanjutkan.

"Tidak apa-apa, Kak mungkin lain waktu saja," sahut Nadia.

Keduanya tetap berdiri di sana hingga jam belajar selesai. Ain segera berpamitan pada Nadia bersama kedua anaknya. Ia akan langsung pergi sesuai rencana, Ain pun menyampaikan pada Ikram tentang Nadia yang akan mengajak jalan-jalan anak-anak di yayasan. Jadilah mereka pergi dengan masing-masing tujuan.

Terpopuler

Comments

Novita Dwi Je

Novita Dwi Je

ya begitulah cinta derita nya tiada akhir...

2023-01-03

0

Hera

Hera

yg namanya egois bisa saja ya ada malah lebih banyak sekalipun itu istri yg seorang yg ngerti akan artinya berbagi

2022-12-08

0

senja

senja

manusia kebanyakan syarat....manis dimulut lain dihati...inilah dia ain...

2022-10-10

0

lihat semua
Episodes
1 Vonis Dokter
2 Mengutarakan Niat
3 Pernikahan
4 Meninggalkan Rumah
5 Malam Pertama Yang Tertunda
6 Sungguh Tak Rela!
7 'Azl
8 Ungkapan Kekecewaan
9 Hati Kecil Ain
10 Mendapatkan Perlakuan Adil
11 Kembali Harmonis
12 Cemburu atau Rasa Iri?
13 Permintaan Ain
14 Bagaimana Kalau Berbuat Adil?
15 Syarat Lainnya
16 Merasa Tak Diinginkan
17 Berbicara Dengan Ain
18 Ikram Terlalu Lemah
19 Meminta Maaf
20 Menerima Tugas
21 Kabar Buruk
22 Bertemu Teman Lama
23 Sidang
24 Sikap Ikram
25 Selepas Malam Itu
26 Apakah Ini Hukuman?
27 Salah Duga
28 Salah Duga II
29 Menuntaskan Masalah
30 Ketulusan Hati Ain
31 Bertahun Telah Berlalu
32 Senyum Itu
33 Kisah Lama Nadia
34 Bertemu Teman Lama II
35 Ikram Milikku!
36 Siapa Nadia?
37 Menilik Rasa Nadia
38 Mengingatkan
39 Membujuk Ikram
40 Ain Merajuk
41 Nadia Panik
42 Ikram Tak Pernah Marah
43 Perasaan Nadia
44 Berbicara Dengan Ikram dan Ain
45 Sikap Keras Ain
46 Keikhlasan Nadia
47 Membuat Ikram Luluh
48 Bentuk Protes Ikram
49 Sebuah Kesepakatan
50 Berbicara dengan Sarah
51 Penolakan Sarah
52 Ruby Tahu
53 Pada Pernikahan Ikram
54 Satu-satunya Tempat
55 Hasutan
56 Rencana Bulan Madu
57 Nadia!
58 Ulah Siapa?
59 Menjalankan Rencana
60 Dibalik Sikap Diam Nadia
61 Dalam Kelemahan Nadia
62 Semakin Terbakar
63 Kondisi Yang Memburuk
64 Ruby Mencari Nadia
65 Tiga Anak Itu
66 Perhatian Ruby
67 Ungkapan Hati Ruby
68 Kepulangan Nadia
69 Bertengkar
70 Harga Diri dan Gengsi
71 Meminta Kembali
72 Kabar Yuni Hamil
73 Bermalam Bersama Anak-anak
74 Membantu Ikram
75 Kejadian Apa?
76 Sindiran Pada Diri Sendiri
77 Menasihati Ain
78 Berbulan Berlalu
79 Mendatangi Sarah
80 Pada Hari Yuni Melahirkan
81 Nadia Pergi
82 Mencari Nadia
83 Sarah Pergi
84 Sikap Ruby
85 Ruby Muak
86 Keadaan yang Berbeda
87 Kabar Burung
88 Nadia Sudah Pergi
89 Tangis Kerinduan
90 Terbongkar
91 Mengungkap yang Tersembunyi
92 Menyesalkah?
93 Masa Kelam Ikram
94 Masa Kelam Ikram II
95 Penyesalan
96 Semua Berakhir
97 Semua Telah Hilang
98 Mengancam Yuni
99 Kedatangan Paman
100 Pabrik Sudah Hilang
101 Rencana
102 Kejadian Tak Terduga
103 Ruby Hilang
104 Ruby Ditemukan
105 Kedatangan Nadia
106 Terlalu Percaya Diri
107 Calon Suami
108 Salah Perhatian
109 Celoteh Asal
110 Siluman
111 Rencana Yuni dan Rencana Nadia
112 Bertemu Rai
113 Kabar Rima Sakit
114 Memohon
115 Menikah Denganku
116 Siapa Paman Harits?
117 Perbuatan Yuni
118 Kebusukan Yuni
119 Transaksi
120 Kebusukan Yuni II
121 Kelakuan Yuni
122 Kehilangan
123 Asy-syarru Bisy-syarri
124 Ikram Pembunuh
125 Hari Naas
126 Hukuman Menanti
127 Rindu Mamah
128 Bertemu Rai Lagi
129 Kembali Ditolak
130 Firasat
131 Nadia Diculik
132 Firasat II
133 Siapa Dalang Penculikan
134 Ternyata ....
135 Trauma Nadia
136 Rumit
137 Berbicara
138 Siapa yang Datang
139 Dua Bulan Lagi
140 Merelakan
141 Melepaskan
142 Bukan Ini ....
143 Pulang ....
144 Tak Seperti Dulu
145 Sujud Penyesalan
146 Perpisahan
147 Tamu Tiba-tiba
148 Ibu Mertua
149 Drama
150 Calon Istriku
151 Hanya Menggertak
152 Pada Pernikahan Nadia
153 Kedatangan Mereka
154 Kabar Ain
155 Berlibur Sejenak
156 Honeymoon
157 Perjalanan
158 Kata Ustadz ....
159 Lagi dan Lagi
160 Bertemu Dia Lagi
161 Perhatian Ibu
162 Salah Faham
163 Bertengkar
164 Berbaikan
165 Bertemu Mantan
166 Ancaman
167 Tamu Tak Diundang
168 Lancang
169 Menantang Harits
170 Berani Sentuh Milikku!
171 Alasan Ibu
172 Hari Kebebasan Ain
173 Ingin Bertemu
174 Acara Lagi
175 Lagi-lagi
176 Racun
177 Dibalik Kejadian Itu
178 Hukuman
179 Hal Lain
180 Temuan Lain
181 Tak Terduga
182 Seperti Apa Paman Harits?
183 Akhirnya!
184 Hukuman
185 Masih Tetap Cemburu
186 Ikatan Batin
187 Ikatan Batin II
188 Malam Mencekam
189 Kepergian Nadia
190 Terlambat?
191 Akhirnya Bertemu
192 Berasa Seperti Mimpi
193 Saudara
194 Berpisah Lagi
195 Masalah Perkebunan
196 Menunggu Kelahiran
197 Menjelang Melahirkan
198 Palsu
199 Mulai ....
200 Proses yang Panjang
201 Zahira Kamila
202 Masa Lalu
203 Ingin Punya Lagi
204 Kedatangan Keluarga Ikram
205 Nafisah Pergi
206 Tiada Yang Tahu
207 Menerima
208 Menyadari
209 Malam Milik Mereka
210 Kejutan
211 Sikap Nadia
212 Lain Keadaan
213 Selalu Ada Rahasia
214 Curiga
215 Zahira Cepat Tumbuh
216 Hening
217 Pertukaran
218 Alhasil ....
219 Ibu
220 Mendatangi Bui
221 Saatnya Menikmati Hidup
222 Undangan Pernikahan
223 Gadis di Pemakaman
224 Gadis Pendonor
225 Persaudaraan
226 Pergi Undangan
227 Pesta Ruby
228 Maaf!
229 Ayah dan Anak
230 Berkumpul Kembali
231 Epilog
Episodes

Updated 231 Episodes

1
Vonis Dokter
2
Mengutarakan Niat
3
Pernikahan
4
Meninggalkan Rumah
5
Malam Pertama Yang Tertunda
6
Sungguh Tak Rela!
7
'Azl
8
Ungkapan Kekecewaan
9
Hati Kecil Ain
10
Mendapatkan Perlakuan Adil
11
Kembali Harmonis
12
Cemburu atau Rasa Iri?
13
Permintaan Ain
14
Bagaimana Kalau Berbuat Adil?
15
Syarat Lainnya
16
Merasa Tak Diinginkan
17
Berbicara Dengan Ain
18
Ikram Terlalu Lemah
19
Meminta Maaf
20
Menerima Tugas
21
Kabar Buruk
22
Bertemu Teman Lama
23
Sidang
24
Sikap Ikram
25
Selepas Malam Itu
26
Apakah Ini Hukuman?
27
Salah Duga
28
Salah Duga II
29
Menuntaskan Masalah
30
Ketulusan Hati Ain
31
Bertahun Telah Berlalu
32
Senyum Itu
33
Kisah Lama Nadia
34
Bertemu Teman Lama II
35
Ikram Milikku!
36
Siapa Nadia?
37
Menilik Rasa Nadia
38
Mengingatkan
39
Membujuk Ikram
40
Ain Merajuk
41
Nadia Panik
42
Ikram Tak Pernah Marah
43
Perasaan Nadia
44
Berbicara Dengan Ikram dan Ain
45
Sikap Keras Ain
46
Keikhlasan Nadia
47
Membuat Ikram Luluh
48
Bentuk Protes Ikram
49
Sebuah Kesepakatan
50
Berbicara dengan Sarah
51
Penolakan Sarah
52
Ruby Tahu
53
Pada Pernikahan Ikram
54
Satu-satunya Tempat
55
Hasutan
56
Rencana Bulan Madu
57
Nadia!
58
Ulah Siapa?
59
Menjalankan Rencana
60
Dibalik Sikap Diam Nadia
61
Dalam Kelemahan Nadia
62
Semakin Terbakar
63
Kondisi Yang Memburuk
64
Ruby Mencari Nadia
65
Tiga Anak Itu
66
Perhatian Ruby
67
Ungkapan Hati Ruby
68
Kepulangan Nadia
69
Bertengkar
70
Harga Diri dan Gengsi
71
Meminta Kembali
72
Kabar Yuni Hamil
73
Bermalam Bersama Anak-anak
74
Membantu Ikram
75
Kejadian Apa?
76
Sindiran Pada Diri Sendiri
77
Menasihati Ain
78
Berbulan Berlalu
79
Mendatangi Sarah
80
Pada Hari Yuni Melahirkan
81
Nadia Pergi
82
Mencari Nadia
83
Sarah Pergi
84
Sikap Ruby
85
Ruby Muak
86
Keadaan yang Berbeda
87
Kabar Burung
88
Nadia Sudah Pergi
89
Tangis Kerinduan
90
Terbongkar
91
Mengungkap yang Tersembunyi
92
Menyesalkah?
93
Masa Kelam Ikram
94
Masa Kelam Ikram II
95
Penyesalan
96
Semua Berakhir
97
Semua Telah Hilang
98
Mengancam Yuni
99
Kedatangan Paman
100
Pabrik Sudah Hilang
101
Rencana
102
Kejadian Tak Terduga
103
Ruby Hilang
104
Ruby Ditemukan
105
Kedatangan Nadia
106
Terlalu Percaya Diri
107
Calon Suami
108
Salah Perhatian
109
Celoteh Asal
110
Siluman
111
Rencana Yuni dan Rencana Nadia
112
Bertemu Rai
113
Kabar Rima Sakit
114
Memohon
115
Menikah Denganku
116
Siapa Paman Harits?
117
Perbuatan Yuni
118
Kebusukan Yuni
119
Transaksi
120
Kebusukan Yuni II
121
Kelakuan Yuni
122
Kehilangan
123
Asy-syarru Bisy-syarri
124
Ikram Pembunuh
125
Hari Naas
126
Hukuman Menanti
127
Rindu Mamah
128
Bertemu Rai Lagi
129
Kembali Ditolak
130
Firasat
131
Nadia Diculik
132
Firasat II
133
Siapa Dalang Penculikan
134
Ternyata ....
135
Trauma Nadia
136
Rumit
137
Berbicara
138
Siapa yang Datang
139
Dua Bulan Lagi
140
Merelakan
141
Melepaskan
142
Bukan Ini ....
143
Pulang ....
144
Tak Seperti Dulu
145
Sujud Penyesalan
146
Perpisahan
147
Tamu Tiba-tiba
148
Ibu Mertua
149
Drama
150
Calon Istriku
151
Hanya Menggertak
152
Pada Pernikahan Nadia
153
Kedatangan Mereka
154
Kabar Ain
155
Berlibur Sejenak
156
Honeymoon
157
Perjalanan
158
Kata Ustadz ....
159
Lagi dan Lagi
160
Bertemu Dia Lagi
161
Perhatian Ibu
162
Salah Faham
163
Bertengkar
164
Berbaikan
165
Bertemu Mantan
166
Ancaman
167
Tamu Tak Diundang
168
Lancang
169
Menantang Harits
170
Berani Sentuh Milikku!
171
Alasan Ibu
172
Hari Kebebasan Ain
173
Ingin Bertemu
174
Acara Lagi
175
Lagi-lagi
176
Racun
177
Dibalik Kejadian Itu
178
Hukuman
179
Hal Lain
180
Temuan Lain
181
Tak Terduga
182
Seperti Apa Paman Harits?
183
Akhirnya!
184
Hukuman
185
Masih Tetap Cemburu
186
Ikatan Batin
187
Ikatan Batin II
188
Malam Mencekam
189
Kepergian Nadia
190
Terlambat?
191
Akhirnya Bertemu
192
Berasa Seperti Mimpi
193
Saudara
194
Berpisah Lagi
195
Masalah Perkebunan
196
Menunggu Kelahiran
197
Menjelang Melahirkan
198
Palsu
199
Mulai ....
200
Proses yang Panjang
201
Zahira Kamila
202
Masa Lalu
203
Ingin Punya Lagi
204
Kedatangan Keluarga Ikram
205
Nafisah Pergi
206
Tiada Yang Tahu
207
Menerima
208
Menyadari
209
Malam Milik Mereka
210
Kejutan
211
Sikap Nadia
212
Lain Keadaan
213
Selalu Ada Rahasia
214
Curiga
215
Zahira Cepat Tumbuh
216
Hening
217
Pertukaran
218
Alhasil ....
219
Ibu
220
Mendatangi Bui
221
Saatnya Menikmati Hidup
222
Undangan Pernikahan
223
Gadis di Pemakaman
224
Gadis Pendonor
225
Persaudaraan
226
Pergi Undangan
227
Pesta Ruby
228
Maaf!
229
Ayah dan Anak
230
Berkumpul Kembali
231
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!