Berbicara Dengan Ain

Bersabarlah ... kelak sabarmu akan berbuah manis

Bersabarlah ... pahit memang, tapi imbalannya bahkan lebih manis dari madu

Bersabarlah ... karena sesuatu pasti akan ada hikmah yang terkandung

Bersabarlah ... sesabar mentari menerangi bumi walau terkadang dicemooh

Bersabarlah ... sekuat hujan yang turun walau terkadang terhalang cacian

Bersabarlah ... setabah tanah yang meski diinjak ia tetap memberi pijakan

Bersabarlah ... setegar karang walau tak henti diterjang ombak ia tetap berdiri kokoh

Bersabarlah ... setenang air mengalir meski banyak hambatan ia tetap melaju dan berjuang

******

Sore itu, ia datang membawa bahagia untuk hati yang rapuh sekaligus menghantarkan luka yang telah ditorehkan padanya. Nadia masih tersenyum meski kepahitan telah ia rasakan dari jeda ucapan Ikram yang menimbulkan keresahan hatinya.

"Katakan saja, Mas! Aku akan dengarkan!" ucapnya masih mempertahankan senyum di bibir meski hati perih terasa.

Ikram menundukkan pandangan, ia-nya pun tak tega menatap gadis yang ia cintai terluka. Namun, apalah daya dirinya! Kehadirannya membuat luka pada hati yang lain. Kedatangan Nadia mengubah alur cerita dalam hidupnya.

Ikram menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan, menguatkan hatinya untuk membicarakan hal yang memang seharusnya dibicarakan itu. Nadia menunggu.

"Nadia, maafkan Mas karena belum bisa menjadi suami sempurna untuk kamu. Mas masih banyak kekurangan-"

"Maksud Mas apa?" tukas Nadia dengan cepat sebelum Ikram mengakhiri ucapannya. Pikiran-pikiran buruk segera datang memenuhi hatinya. Tidak! Nadia menolak.

"Apa kamu tidak ingin bertanya kenapa satu bulan ini Mas tidak mengunjungi kamu?" tanya Ikram ingin tahu karena biasanya seorang wanita akan menanyakan hal itu, tapi Nadia tidak.

"Kenapa aku harus ingin tahu sementara Mas sendiri tidak ingin menjelaskannya. Kalau Mas ingin menjelaskannya, maka aku akan dengarkan," sahutnya dengan tabah.

Sungguh demi apa pun! Nadia sangat berbeda dari wanita kebanyakan. Raut wajahnya tetap lembut dengan senyum yang menyiratkan ketabahan hatinya.

"Apa kamu juga tidak ingin bertanya tentang Mas yang tidak ada menghubungi kamu selama tiga hari di sana?" lanjut Ikram memancing perasaan sesungguhnya dari Nadia.

Lagi-lagi bibir manisnya membentuk senyuman.

"Kalau Mas ingin menjelaskannya aku akan dengarkan, tapi kalau tidak maka jangan pernah dibahas. Yang penting bagiku, Mas sudah pulang dengan selamat," ucapnya lagi semakin membuat hati Ikram tercabik.

Ya Allah ... apakah aku harus mengatakannya? Melihat sikapnya yang seperti ini aku merasa berdosa ya Allah.

"Mas!" Panggilan lembut dengan sapuan di tangan menyentak kesadaran Ikram yang memandangi wajah Nadia tanpa berkedip.

"Nadia ... maafkan Mas karena selama di sana memang Mas tidak sempat menghubungi kamu. Jangan salah faham," ucapnya. Tidak mungkin ia akan mengatakan kalau itu semua adalah permintaan Ain.

"Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti," sahutnya.

"Bagaimana kalau kita pergi berlibur selama tiga hari sebagai tebusan kesalahan Mas?" ajak Ikram penuh harap.

Nadia bukannya tak ingin pergi, tapi bagaimana dengan Ain seandainya ia tetap pergi bersama Ikram. Sakit di hatinya akan bertambah.

"Tidak perlu, Mas karena memang tidak perlu ada yang ditebus. Mas tidak melakukan kesalahan, jangan menabur garam di atas luka, Mas. Hati Kak Ain sudah sakit dengan Mas menikahi aku, aku tidak ingin menambah luka di hatinya dengan membuatnya cemburu pula. Jangan pernah merasa bersalah, Mas," ungkap Nadia dengan nada lemah.

Dada Ikram bergemuruh, bogem besi seolah menghantam hatinya membuatnya porak poranda. Nadia bahkan tidak memikirkan kebahagiannya, melainkan sangat menjaga perasaan Ain sebagai orang yang paling tersakiti karena kehadirannya. Allahu!

"Kamu yakin tidak ingin pergi? Ain sudah memberikan izinnya," ucap Ikram lagi meyakinkan.

Nadia menggeleng senyum itu tak pudar dari bibirnya, "Aku yakin, Mas. Bukankah lisan dapat dengan mudah mengatakan apa pun? Kita tidak tahu seperti apa hati Kak Ain, Mas. Lisannya bisa saja mengatakan iya, tapi hatinya ... sudah diizinkan menjadi istrimu saja, aku sudah bersyukur, Mas. Tidak ingin serakah dengan lebih memberikan kesakitan pada hatinya," tutur Nadia dengan ketulusan hati yang tak dapat Ikram temukan dari wanita lain.

"Kamu memang luar biasa, Nadia," puji Ikram dengan hatinya yang perih.

"Tidak, Mas. Seharusnya Mas berikan pujian itu untuk Kak Ain, bukan untukku! Aku belum tentu setabah hatinya saat harus menerima suamiku menikah lagi," katanya lagi.

"Astaghfirullah! Nadia ... apa kamu ingin tahu kenapa Mas sebulan tak datang berkunjung?" Kembali lagi pada inti pembicaraan.

"Memangnya ada apa, Mas?" Nadia akhirnya bertanya. Ia pikir ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikan Ikram.

"Maafkan Mas sekali lagi ... Mas tidak bisa sering-sering mengunjungi kamu. Ain cemburu dan meminta Mas untuk tidak mendatangi kamu lebih dari tiga hari selama satu bulan. Mas tidak tahu harus apa, tapi Ain mengungkapkan sakit hatinya pada Mas kemarin. Nadia ...."

Demi apa pun! Nadia merasa dunia ini sudah tidak adil untuknya. Senyum di bibirnya memudar, berganti kebingungan dan kekecewaan di hatinya. Nadia menarik tangan yang digenggam Ikram dan mengepalkannya. Menahan perih di hati atas apa yang baru saja didengarnya.

Ia menunduk dan menghindari tatapan Ikram. Sekuat tenaga menahan agar air mata tidak tumpah dari pelupuknya.

"Kalau memang itu kemauan Kak Ain, aku akan menerimanya, Mas. Seandainya itu bisa mengobati sedikit luka hatinya, aku akan mencoba untuk menerima semua dengan ikhlas." Nadia kembali berpaling menatap Ikram. Pandangan sendu tersirat kekecewaan di dalamnya.

Ia kembali mengulas senyum, "Mas jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Hanya katakan saja pada Kak Ain, aku ingin berbicara berdua dengannya," lanjut Nadia menahan segala rasa yang menyengit dalam dada.

Ikram kali ini menunduk, tak kuasa melihat senyum di wajah terluka istri keduanya itu. Ia tahu hati Nadia pasti terluka atas permintaan Ain ini.

Malam harinya, Nadia memutuskan menemui Ain usai pengajian rutinitas di serambi masjid. Keduanya duduk berdampingan sembari mendekap alat shalat masing-masing.

Hening. Belum ada yang memulai pembicaraan dari salah satunya. Ain menelisik Nadia, ia memang nampak lebih kurus dari semenjak kedatangannya ke pondok.

"Kenapa? Apa Mas Ikram sudah mengatakannya sama kamu?" tanya Ain tetap bernada lembut seperti biasa.

Nadia tersenyum, menatap hamparan gelap yang ditaburkan malam.

"Sudah," katanya sembari berpaling menatap Ain.

"Lalu, kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Ain lagi mengusap punggung Nadia dengan sapuan lembut.

Nadia menggeleng, "Tidak. Aku hanya ingin bertanya pada Kakak. Kenapa Kakak melakukan itu?" tanya Nadia tak tersirat kebencian di maniknya yang berwarna hazel. Salah satu bagian tubuh Nadia yang membuat Ain merasa iri.

Ain menghela napas, ia palingkan wajah menghadap hamparan bintang di langit.

"Coba kamu lihat semua benda di langit sana, dan lihat juga yang satu di sana!" Tangan Ain menunjuk pada bintang-bintang dan rembulan yang menghiasi langit malam itu.

"Jika satu bintang saja yang paling terang di sana sudah sangat menarik perhatian, kenapa harus ada bintang-bintang lainnya yang justru menenggelamkan bintang tersebut."

Ain menurunkan tangan, berpaling kembali pada Nadia.

"Nadia, biasanya seorang laki-laki akan menikah lagi karena satu alasan yang bisa diterima nalar, bukan? Entah itu dia tidak memiliki keturunan, atau pun karena istrinya yang sakit. Atau apalah yang menjadi asbab diharuskannya laki-laki menikah lagi, tapi aku ...,"

Ain kembali menjeda ucapannya. Ia tak lagi memandang Nadia yang secara perlahan menundukkan kepalanya. Nadia meremas alat shalat yang didekapnya.

"Aku wanita yang tidak memiliki cacat apapun. Dari rahimku telah lahir tiga orang anak yang sehat dan sempurna. Di usiaku yang sekarang aku masih bisa memenuhi kebutuhan biologis suamiku. Bagaimana perasaanmu, Nadia? Ketika kamu yang tidak memiliki kekurangan apa pun secara tiba-tiba suamimu meminta izin menikah lagi?" ungkap Ain kembali memandang Nadia yang masih menundukkan kepala.

"Seandainya kamu menjadi aku, apa yang akan kamu lakukan untuk tetap berada di sisinya sementara wanita lain berada di sisi yang satunya?" Pertanyaan itu sekaligus mengakhiri pembicaraan mereka.

Nadia bungkam, ia tak menyahut perkataan Ain yang mana pun. Lebih memilih diam karena bagaimana pun semua masalah yang ia terima berawal dari dirinya yang menikahi suami orang lain.

Ain beranjak berdiri. Merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan ia pamit pulang.

"Istirahatlah, Nadia. Ini sudah larut, Kakak lihat kamu sedang tidak sehat. Tidak baik berada terlalu lama di luar saat keadaan tubuh sedang tidak sehat," ucap Ain sembari menepuk pundak Nadia sebelum meninggalkannya.

"Terima kasih, Kak."

Nadia mengangkat pandangan menatap nanar punggung Ain yang menjauh.

"Seandainya aku wanita sempurna sepertimu, Kak. Aku pun tak ingin melakukannya. Sayangnya, Allah menciptakan aku dengan ujian. Ujian yang harus aku terima. Tidak apa-apa, Kak. Aku akan menerima semuanya kalau itu bisa membuat luka hati Kakak terobati," gumam Nadia masih duduk di serambi masjid menunggu Ikram datang.

Ia bersandar pada pilar masjid, tubuhnya yang rapuh oleh penyakit, kini hatinya pula yang rapuh oleh cinta.

Ikram yang melihat di kejauhan, memandang sendu Nadia yang duduk bersandar menunggunya. Ia merengkuh tubuh rapuh itu dan mengajaknya pulang. Selama tiga hari ini Ikram akan menghabiskan waktu bersama Nadia sebelum satu bulan datang tanpa kebersamaan. Nadia pun, sudah jarang lagi datang ke rumah Ikram.

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

kau memikirkan si ain. dari mana sisi adilmu ijram. kalain berdua sungguh jahat. ain kau tahu agama . knp tetap kau kasih izin suamimu menijaj. dan kau ijtamshahu si ain salah tapi kau tetima sj.

2023-07-31

0

guntur 1609

guntur 1609

kasihan nafia. ikram kau org yg tahu agama. secara gak alngsung kau mnzolimiustrimu

2023-07-31

0

Anas

Anas

ain terlalu egois terlalu bayak sarat,dan saray yg diajukan juga gk masuk akal coba kalau posisi ain jadi nadia berhubugan bafan juga dikasih sarat berkunjung juga di kadih sarat mana bisa ain satu bulan penuh sedangkan nadia cuma tiga hari,klu ihlas di madu megapa sarat yg di ajukan terlalu menyakitkan nadia pangial nya aja umi ngasih cramah kesemua masarakat tp tidak bisa mencramai dirinya sendiri padahan nadia selalu mengalah kerena tau akan posisi nya,ain terlalu egais,mingat wae nad

2023-02-12

1

lihat semua
Episodes
1 Vonis Dokter
2 Mengutarakan Niat
3 Pernikahan
4 Meninggalkan Rumah
5 Malam Pertama Yang Tertunda
6 Sungguh Tak Rela!
7 'Azl
8 Ungkapan Kekecewaan
9 Hati Kecil Ain
10 Mendapatkan Perlakuan Adil
11 Kembali Harmonis
12 Cemburu atau Rasa Iri?
13 Permintaan Ain
14 Bagaimana Kalau Berbuat Adil?
15 Syarat Lainnya
16 Merasa Tak Diinginkan
17 Berbicara Dengan Ain
18 Ikram Terlalu Lemah
19 Meminta Maaf
20 Menerima Tugas
21 Kabar Buruk
22 Bertemu Teman Lama
23 Sidang
24 Sikap Ikram
25 Selepas Malam Itu
26 Apakah Ini Hukuman?
27 Salah Duga
28 Salah Duga II
29 Menuntaskan Masalah
30 Ketulusan Hati Ain
31 Bertahun Telah Berlalu
32 Senyum Itu
33 Kisah Lama Nadia
34 Bertemu Teman Lama II
35 Ikram Milikku!
36 Siapa Nadia?
37 Menilik Rasa Nadia
38 Mengingatkan
39 Membujuk Ikram
40 Ain Merajuk
41 Nadia Panik
42 Ikram Tak Pernah Marah
43 Perasaan Nadia
44 Berbicara Dengan Ikram dan Ain
45 Sikap Keras Ain
46 Keikhlasan Nadia
47 Membuat Ikram Luluh
48 Bentuk Protes Ikram
49 Sebuah Kesepakatan
50 Berbicara dengan Sarah
51 Penolakan Sarah
52 Ruby Tahu
53 Pada Pernikahan Ikram
54 Satu-satunya Tempat
55 Hasutan
56 Rencana Bulan Madu
57 Nadia!
58 Ulah Siapa?
59 Menjalankan Rencana
60 Dibalik Sikap Diam Nadia
61 Dalam Kelemahan Nadia
62 Semakin Terbakar
63 Kondisi Yang Memburuk
64 Ruby Mencari Nadia
65 Tiga Anak Itu
66 Perhatian Ruby
67 Ungkapan Hati Ruby
68 Kepulangan Nadia
69 Bertengkar
70 Harga Diri dan Gengsi
71 Meminta Kembali
72 Kabar Yuni Hamil
73 Bermalam Bersama Anak-anak
74 Membantu Ikram
75 Kejadian Apa?
76 Sindiran Pada Diri Sendiri
77 Menasihati Ain
78 Berbulan Berlalu
79 Mendatangi Sarah
80 Pada Hari Yuni Melahirkan
81 Nadia Pergi
82 Mencari Nadia
83 Sarah Pergi
84 Sikap Ruby
85 Ruby Muak
86 Keadaan yang Berbeda
87 Kabar Burung
88 Nadia Sudah Pergi
89 Tangis Kerinduan
90 Terbongkar
91 Mengungkap yang Tersembunyi
92 Menyesalkah?
93 Masa Kelam Ikram
94 Masa Kelam Ikram II
95 Penyesalan
96 Semua Berakhir
97 Semua Telah Hilang
98 Mengancam Yuni
99 Kedatangan Paman
100 Pabrik Sudah Hilang
101 Rencana
102 Kejadian Tak Terduga
103 Ruby Hilang
104 Ruby Ditemukan
105 Kedatangan Nadia
106 Terlalu Percaya Diri
107 Calon Suami
108 Salah Perhatian
109 Celoteh Asal
110 Siluman
111 Rencana Yuni dan Rencana Nadia
112 Bertemu Rai
113 Kabar Rima Sakit
114 Memohon
115 Menikah Denganku
116 Siapa Paman Harits?
117 Perbuatan Yuni
118 Kebusukan Yuni
119 Transaksi
120 Kebusukan Yuni II
121 Kelakuan Yuni
122 Kehilangan
123 Asy-syarru Bisy-syarri
124 Ikram Pembunuh
125 Hari Naas
126 Hukuman Menanti
127 Rindu Mamah
128 Bertemu Rai Lagi
129 Kembali Ditolak
130 Firasat
131 Nadia Diculik
132 Firasat II
133 Siapa Dalang Penculikan
134 Ternyata ....
135 Trauma Nadia
136 Rumit
137 Berbicara
138 Siapa yang Datang
139 Dua Bulan Lagi
140 Merelakan
141 Melepaskan
142 Bukan Ini ....
143 Pulang ....
144 Tak Seperti Dulu
145 Sujud Penyesalan
146 Perpisahan
147 Tamu Tiba-tiba
148 Ibu Mertua
149 Drama
150 Calon Istriku
151 Hanya Menggertak
152 Pada Pernikahan Nadia
153 Kedatangan Mereka
154 Kabar Ain
155 Berlibur Sejenak
156 Honeymoon
157 Perjalanan
158 Kata Ustadz ....
159 Lagi dan Lagi
160 Bertemu Dia Lagi
161 Perhatian Ibu
162 Salah Faham
163 Bertengkar
164 Berbaikan
165 Bertemu Mantan
166 Ancaman
167 Tamu Tak Diundang
168 Lancang
169 Menantang Harits
170 Berani Sentuh Milikku!
171 Alasan Ibu
172 Hari Kebebasan Ain
173 Ingin Bertemu
174 Acara Lagi
175 Lagi-lagi
176 Racun
177 Dibalik Kejadian Itu
178 Hukuman
179 Hal Lain
180 Temuan Lain
181 Tak Terduga
182 Seperti Apa Paman Harits?
183 Akhirnya!
184 Hukuman
185 Masih Tetap Cemburu
186 Ikatan Batin
187 Ikatan Batin II
188 Malam Mencekam
189 Kepergian Nadia
190 Terlambat?
191 Akhirnya Bertemu
192 Berasa Seperti Mimpi
193 Saudara
194 Berpisah Lagi
195 Masalah Perkebunan
196 Menunggu Kelahiran
197 Menjelang Melahirkan
198 Palsu
199 Mulai ....
200 Proses yang Panjang
201 Zahira Kamila
202 Masa Lalu
203 Ingin Punya Lagi
204 Kedatangan Keluarga Ikram
205 Nafisah Pergi
206 Tiada Yang Tahu
207 Menerima
208 Menyadari
209 Malam Milik Mereka
210 Kejutan
211 Sikap Nadia
212 Lain Keadaan
213 Selalu Ada Rahasia
214 Curiga
215 Zahira Cepat Tumbuh
216 Hening
217 Pertukaran
218 Alhasil ....
219 Ibu
220 Mendatangi Bui
221 Saatnya Menikmati Hidup
222 Undangan Pernikahan
223 Gadis di Pemakaman
224 Gadis Pendonor
225 Persaudaraan
226 Pergi Undangan
227 Pesta Ruby
228 Maaf!
229 Ayah dan Anak
230 Berkumpul Kembali
231 Epilog
Episodes

Updated 231 Episodes

1
Vonis Dokter
2
Mengutarakan Niat
3
Pernikahan
4
Meninggalkan Rumah
5
Malam Pertama Yang Tertunda
6
Sungguh Tak Rela!
7
'Azl
8
Ungkapan Kekecewaan
9
Hati Kecil Ain
10
Mendapatkan Perlakuan Adil
11
Kembali Harmonis
12
Cemburu atau Rasa Iri?
13
Permintaan Ain
14
Bagaimana Kalau Berbuat Adil?
15
Syarat Lainnya
16
Merasa Tak Diinginkan
17
Berbicara Dengan Ain
18
Ikram Terlalu Lemah
19
Meminta Maaf
20
Menerima Tugas
21
Kabar Buruk
22
Bertemu Teman Lama
23
Sidang
24
Sikap Ikram
25
Selepas Malam Itu
26
Apakah Ini Hukuman?
27
Salah Duga
28
Salah Duga II
29
Menuntaskan Masalah
30
Ketulusan Hati Ain
31
Bertahun Telah Berlalu
32
Senyum Itu
33
Kisah Lama Nadia
34
Bertemu Teman Lama II
35
Ikram Milikku!
36
Siapa Nadia?
37
Menilik Rasa Nadia
38
Mengingatkan
39
Membujuk Ikram
40
Ain Merajuk
41
Nadia Panik
42
Ikram Tak Pernah Marah
43
Perasaan Nadia
44
Berbicara Dengan Ikram dan Ain
45
Sikap Keras Ain
46
Keikhlasan Nadia
47
Membuat Ikram Luluh
48
Bentuk Protes Ikram
49
Sebuah Kesepakatan
50
Berbicara dengan Sarah
51
Penolakan Sarah
52
Ruby Tahu
53
Pada Pernikahan Ikram
54
Satu-satunya Tempat
55
Hasutan
56
Rencana Bulan Madu
57
Nadia!
58
Ulah Siapa?
59
Menjalankan Rencana
60
Dibalik Sikap Diam Nadia
61
Dalam Kelemahan Nadia
62
Semakin Terbakar
63
Kondisi Yang Memburuk
64
Ruby Mencari Nadia
65
Tiga Anak Itu
66
Perhatian Ruby
67
Ungkapan Hati Ruby
68
Kepulangan Nadia
69
Bertengkar
70
Harga Diri dan Gengsi
71
Meminta Kembali
72
Kabar Yuni Hamil
73
Bermalam Bersama Anak-anak
74
Membantu Ikram
75
Kejadian Apa?
76
Sindiran Pada Diri Sendiri
77
Menasihati Ain
78
Berbulan Berlalu
79
Mendatangi Sarah
80
Pada Hari Yuni Melahirkan
81
Nadia Pergi
82
Mencari Nadia
83
Sarah Pergi
84
Sikap Ruby
85
Ruby Muak
86
Keadaan yang Berbeda
87
Kabar Burung
88
Nadia Sudah Pergi
89
Tangis Kerinduan
90
Terbongkar
91
Mengungkap yang Tersembunyi
92
Menyesalkah?
93
Masa Kelam Ikram
94
Masa Kelam Ikram II
95
Penyesalan
96
Semua Berakhir
97
Semua Telah Hilang
98
Mengancam Yuni
99
Kedatangan Paman
100
Pabrik Sudah Hilang
101
Rencana
102
Kejadian Tak Terduga
103
Ruby Hilang
104
Ruby Ditemukan
105
Kedatangan Nadia
106
Terlalu Percaya Diri
107
Calon Suami
108
Salah Perhatian
109
Celoteh Asal
110
Siluman
111
Rencana Yuni dan Rencana Nadia
112
Bertemu Rai
113
Kabar Rima Sakit
114
Memohon
115
Menikah Denganku
116
Siapa Paman Harits?
117
Perbuatan Yuni
118
Kebusukan Yuni
119
Transaksi
120
Kebusukan Yuni II
121
Kelakuan Yuni
122
Kehilangan
123
Asy-syarru Bisy-syarri
124
Ikram Pembunuh
125
Hari Naas
126
Hukuman Menanti
127
Rindu Mamah
128
Bertemu Rai Lagi
129
Kembali Ditolak
130
Firasat
131
Nadia Diculik
132
Firasat II
133
Siapa Dalang Penculikan
134
Ternyata ....
135
Trauma Nadia
136
Rumit
137
Berbicara
138
Siapa yang Datang
139
Dua Bulan Lagi
140
Merelakan
141
Melepaskan
142
Bukan Ini ....
143
Pulang ....
144
Tak Seperti Dulu
145
Sujud Penyesalan
146
Perpisahan
147
Tamu Tiba-tiba
148
Ibu Mertua
149
Drama
150
Calon Istriku
151
Hanya Menggertak
152
Pada Pernikahan Nadia
153
Kedatangan Mereka
154
Kabar Ain
155
Berlibur Sejenak
156
Honeymoon
157
Perjalanan
158
Kata Ustadz ....
159
Lagi dan Lagi
160
Bertemu Dia Lagi
161
Perhatian Ibu
162
Salah Faham
163
Bertengkar
164
Berbaikan
165
Bertemu Mantan
166
Ancaman
167
Tamu Tak Diundang
168
Lancang
169
Menantang Harits
170
Berani Sentuh Milikku!
171
Alasan Ibu
172
Hari Kebebasan Ain
173
Ingin Bertemu
174
Acara Lagi
175
Lagi-lagi
176
Racun
177
Dibalik Kejadian Itu
178
Hukuman
179
Hal Lain
180
Temuan Lain
181
Tak Terduga
182
Seperti Apa Paman Harits?
183
Akhirnya!
184
Hukuman
185
Masih Tetap Cemburu
186
Ikatan Batin
187
Ikatan Batin II
188
Malam Mencekam
189
Kepergian Nadia
190
Terlambat?
191
Akhirnya Bertemu
192
Berasa Seperti Mimpi
193
Saudara
194
Berpisah Lagi
195
Masalah Perkebunan
196
Menunggu Kelahiran
197
Menjelang Melahirkan
198
Palsu
199
Mulai ....
200
Proses yang Panjang
201
Zahira Kamila
202
Masa Lalu
203
Ingin Punya Lagi
204
Kedatangan Keluarga Ikram
205
Nafisah Pergi
206
Tiada Yang Tahu
207
Menerima
208
Menyadari
209
Malam Milik Mereka
210
Kejutan
211
Sikap Nadia
212
Lain Keadaan
213
Selalu Ada Rahasia
214
Curiga
215
Zahira Cepat Tumbuh
216
Hening
217
Pertukaran
218
Alhasil ....
219
Ibu
220
Mendatangi Bui
221
Saatnya Menikmati Hidup
222
Undangan Pernikahan
223
Gadis di Pemakaman
224
Gadis Pendonor
225
Persaudaraan
226
Pergi Undangan
227
Pesta Ruby
228
Maaf!
229
Ayah dan Anak
230
Berkumpul Kembali
231
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!