"Selamat pagi, Humariah-ku!" Sapaan yang selalu dikirimkan Ikram lewat sebuah aplikasi pesan membuat pagi-pagi Nadia selalu dihiasi bunga-bunga indah.
Hari berganti Minggu pun berlalu, seiring berjalannya waktu Nadia dapat menerima keadaannya. Segala gundah akan lenyap saat ia berkumpul dan bercengkerama dengan anak-anak di yayasan. Terkadang, Bilal dan Ruby akan berkunjung ke rumahnya untuk sekedar bermain atau mengerjakan tugas sekolah.
Hari ini Nadia harus ke Rumah Sakit untuk melakukan cuci darah. Sarah datang berkunjung guna menemani Nadia cek-up.
"Kenapa Mamah tidak telepon dulu? Nadia kira Mamah tidak akan datang sepagi ini," ucap Nadia sembari menata makanan di atas meja.
Sarah tersenyum melihat wajah ceria anaknya, berbeda seperti saat di rumah. Tersenyum saja jarang dilakukan Nadia, tapi di sini sekilas tadi ia melihat pemandangan langka. Nadia bercengkrama dan tertawa bersama anak-anak yayasan juga anak sulung suaminya.
"Lho, bukannya kamu sudah tahu kalau hari ini adalah jadwal kamu cek-up, sayang. Apa kamu lupa saking bahagianya dengan suami kamu?" gurau Sarah yang berhasil mencipta semu di wajah Nadia.
"Mamah senang kalau kamu bahagia, Nak," ucap Sarah lagi begitu tulus pancaran sinar matanya.
"Alhamdulillah, Mah. Sudah, kita sarapan dulu," ajak Nadia seraya duduk bersebrangan dengan Sarah.
Melihat Nadia tersenyum saja, hati Sarah sudah merasa cukup bahagia. Ikram menepati ucapannya membuat Nadia bahagia walaupun ia tak terlihat di rumah anaknya sejak kedatangannya, tak apa. Ia sudah merasa cukup dengan hanya melihat putrinya yang bahagia.
Sementara di rumah Ikram, disibukkan dengan Ain dan ketiga anaknya. Dengan ketidakhadiran Nadia di rumah mereka pagi itu, membuat Ain kelabakan menyiapkan semua keperluan mereka. Terutama Bilal yang baru memasuki sekolah dasar.
"Umi, kenapa Bunda tidak datang ke rumah pagi ini? Biasanya Umi tidak akan repot begini kalau Bunda ke rumah," celetuk Bilal cemberut saat Ain membantunya memakai seragam.
"Umi tidak tahu, Nak. Mungkin Bunda sedang ada kesibukan jadi tidak sempat datang ke sini," sahut Ain sembari tersenyum menjelaskan.
"Ayo, sarapan dulu! Setelah itu pergi ke sekolah," ajak Ain setelah merapikan seragam Bilal dan membereskan buku-bukunya.
Keduanya keluar kamar dan berpapasan dengan Ruby yang juga baru selesai bersiap. Ikram menunggu di sofa bersama anak bungsu mereka.
"Sana, temani Abi dulu. Umi mau buatkan sarapan," ucap Ain sembari menggiring kedua anaknya untuk duduk bersama Ikram.
Ain buru-buru pergi ke dapur, menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Assalamu'alaikum!" Suara Nadia mengucap salam menghentikan keempat orang yang duduk berbincang di ruang tengah rumah.
"Wa'alaikumussalaam! Bunda!" Bilal menyambut kedatangan Nadia dan Sarah. Menyalami mereka bergantian dengan hormat.
"Mas, Kak Ain di mana? Maaf, aku tidak sempat ke sini karena Mamah tiba-tiba datang," sesal Nadia sembari meletakan sebuah rantang di atas meja dan menyalami Ikram.
Laki-laki itu pun menyambut sang mertua layaknya anak kepada ibunya.
"Di dapur, katanya mau menyiapkan sarapan," jawab Ikram.
"Aku sudah bawakan, mubazir kalau tidak dimakan," kata Nadia seraya beranjak meninggalkan ruang tengah dan menuju dapur.
"Assalamu'alaikum, Kak!" sapa Nadia yang menyentak Ain di dapur. Ia-nya sedang menyiapkan bumbu untuk membuat nasi goreng saja.
"Wa'alaikumussalaam, eh ... kamu, Nadia," sahutnya. Nadia mendekat dan menyalami Ain dengan sopan. Inilah yang Ain suka dari Nadia, ia tetap menghormatinya sebagai istri pertama.
"Iya, Kak. Mamah tiba-tiba datang jadi tidak sempat ke rumah. Oya, aku bawakan sarapan, Kakak tidak usah masak lagi. Sayang kalau tidak dimakan," ucap Nadia menghentikan Ain yang hendak mengiris bumbu.
Ain mendesah lega, "Syukurlah! Kenapa tidak dibawa ke sini saja. Kita makan sama-sama," ucapnya sembari mengelap tangan yang baru saja dibersihkannya.
"Ada di luar, sebentar aku ambil dulu." Nadia kembali ke ruang tengah mengambil rantang makanan sekaligus mengajak semua orang untuk ke ruang makan.
"Kakak duduk saja, biar aku yang menatanya," ucap Nadia mencegah Ain yang hendak membantunya.
"Ya sudah, Kakak siapkan piring dan gelas saja." Ain mengambilkan piring dan gelas untuk semua orang. Nadia menata makanan yang dibawanya sambil tersenyum.
Sungguh ... pemandangan yang langka! Istri tua dan muda saling membantu dengan kompak tanpa terlihat iri dari masing-masing mereka.
Sarah ikut tersenyum melihat putrinya dan Ain yang begitu akur dan kompak.
"Lho, kamu tidak makan?" tanya Ain saat Nadia hanya berdiam tidak mengambil makanannya.
"Aku sudah makan, Kak. Aku datang ke sini sama Mamah, mau minta izin sama Mas Ikram untuk hari ini. Ada yang harus aku periksa di pabrik, jadi aku dan Mamah akan pergi ke pabrik hari ini. Kau minta izin, Mas," ucap Nadia sembari menatap Ikram yang mulai memakan makanannya.
"Oh, ada Mamah juga?" pekik Ain terkejut. Ia lantas beranjak dari duduk dan menghampiri Sarah yang menunggu di ruang tengah.
"Yah, tidak apa-apa, tapi kamu harus hati-hati. Kabari Mas kalau ada apa-apa. Mas tidak mau sampai kamu kenapa-napa," sahut Ikram penuh perhatian.
Hati Nadia sudah dipenuhi dengan bunga-bunga sepagi itu. Ruby dan Bilal ikut tersenyum saat Nadia melirik mereka.
"Bunda, kapan-kapan kami ingin melihat pabrik Bunda, boleh?" tanya Ruby ingin tahu.
Ain yang kebetulan datang mengusap kepala anak sulungnya saat ia melewatinya.
"Tentu saja boleh, kapan pun kalian mau kalian boleh datang," jawab Nadia. Kedua anak itu bersorak.
"Makan dulu, hati-hati keselek makanan. Ingat, kalau sedang makan tidak boleh berbicara," tegas Ain memperingati kedua anaknya yang masih mengunyah makanan.
"Maaf, Umi," sahut keduanya patuh.
Sungguh keluarga yang hangat tanpa saling senggal saling senggol. Akrab dan akur, semuanya harmonis dan membuat iri siapa saja yang melihat.
"Ya sudah, kalau begitu aku pamit." Nadia menyalami Ikram dan Ain bergantian, tak kuasa rasanya Ikram ingin mengecup dahi istri keduanya itu. Namun, ia masih memiliki perasaan tak mungkin ia lakukan itu di depan Ain.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalaam!"
Nadia pergi bersama Sarah ke Rumah Sakit. Kegiatan yang rutin dilakukan sejak sebelum ia menikah.
Senangnya dalam hati, kalau beristri dua.
Hai seperti dunia ane yang punya.
Ikram bersenandung dalam hati mengikuti alunan lagu yang dipopulerkan oleh penyanyi kondang Ahmad Dhani itu. Ia terkekeh sendiri sembari mendaratkan tubuhnya di atas sofa. Mengambil koran harian dan membaca berita sekilas.
Ain dan kedua anaknya yang melihat saling berpandangan lalu mengangkat bahu mereka tak acuh. Kedua anak itu pergi ke sekolah, tinggallah Ain dan Ikram di rumah. Sebelum mengisi pengajian keduanya akan saling membahas apa yang perlu dikaji.
Ikram merengkuh tubuh Ain secara tiba-tiba. Menciumi wajah lembut itu seperti orang yang sedang dimabuk cinta.
"Abi, ada apa, sih? Kenapa, ih ... geli, Bi!" pekik Ain saat Ikram terus saja mengendus wajah hingga ke lehernya yang tertutupi hijab.
"Abi senang hari ini karena kedua istri Abi terlihat kompak dan akur. Terima kasih, sayang," bisik Ikram di telinga Ain yang membuatnya memerah seketika.
"Oh ... jadi karena itu Abi merasa senang? Memangnya kalau Umi sendiri Abi tidak senang, begitu?" goda Ain dan menunggu reaksi Ikram.
"Mmm ... jangan mulai, ya, Mi. Mood Abi sedang baik, Umi tahu sendiri jawabannya. Kita sudah berumahtangga selama sepuluh tahun, apa selama itu Abi pernah menunjukkan ketidaksenangan Abi pada Umi?" Ikram mendongak di depan dada Ain. Mata sendu dan merah menatap penuh cinta.
Ain terkekeh mendengarnya. "Bilang saja kalau Abi mau," katanya lanjut menggoda.
"Dari mana Umi tahu?" Ikram beranjak.
"Wajah Abi, tuh, lihat!" Ikram bersemu dan bergegas membawa Ain ke kamarnya. Terjadilah hal-hal yang diinginkan oleh semua orang. Biarlah pagi ini ia bersama Ain karena malam nanti ia akan menginap di rumah Nadia.
Oh ... Ikram! Kau pandai merayu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 231 Episodes
Comments
strawberry
nadia dibutuhkan untuk membantu mengurusi anak ain. tapi nadia tidak boleh hamil... dimana keadilaan untuk nadia?
2022-12-20
0
senja
ntahlah mo komen apa..dari awal baca aja hatiku udah...nyitttt...nyeri..sakit sendiri...dibilang ga usah baper kalo baca novel...ttp aja g bisa...mana yg harus dibela ini...
ain bilang ...obat dari rasa sakitnya...makanya itu syaratnya...
apa artinya dia bahagia Liat Nadia kecewa.....hahhhh ain sendiri juga sudah kecewa...
liat ajalahhhhh part selanjutnya
2022-10-10
0
Gechabella
lelaki memang serakah
2022-02-19
5